Bagi orangtua yang punya target
anak-anaknya menjadi hafizh/hafizhah, buku ini bisa menjadi pilihan sekaligus
panduan untuk anak dalam memperkenalkan Al Qur’an sejak usia dini. Pada ketiga
belas bab di dalamnya ditulis berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan
penulis. Karena kesungguhan dan keistiqamahannya, ketiga putri penulis berhasil
khatam Al Qur’an di usia balita. Putri pertamanya, khatam Al-Quran pada usia 4
tahun 9 bulan 18 hari, putri kedua khatam pada usia 4,5 tahun dan putri ketiga
khatam di usia 3 tahun lebih. Masyaa Allah…
Dalam uraiannya, penulis ingin
mengajarkan Al Qur’an pada anak-anaknya tak sebatas bisa membaca. Namun
mengajarkan Al Qur’an yang paripurna dengan membimbingnya untuk bisa mencintai
Al Qur’an, membaca setiap hari, memiliki target prestasi dengan Al Qur’an, dan
senang berinteraksi dengan Al Qur’an.
Sebagaimana dalam sebuah
riwayat dari Utsman radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullaah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.” Hal inilah yang
menjadi dasar tentunya setelah menyadari bahwa menjadi pembelajar Al Qur’an
adalah sebagai sebaik-baik manusia.
Berlanjut pada prinsip rumah
tangga yang dibangun dengan pembelajaran Al Qur’an di rumahnya. Mengawali
perkenalan huruf hijaiyyah ketika anak-anaknya sudah bisa mengucapkan dua suku
kata. Kemudian dilanjut dengan huruf hijaiyah yang mudah diucapkan dan dari
anak sekiranya mampu mengucapkannya. Suasana dibuat semenyenangkan mungkin
dengan menempelkan huruf-huruf hijaiyah di tempat yang sering dilalui anak,
memperbanyak reward dan minimalkan punishment,
menyerertakan anak ketika membuat alat peraga Alquran, dan sebagainya agar
setiap hari bisa bersama Al Qur’an.
Untuk mendekatkan anak-anak
pada Al Qur’an tentunya dilakukan dengan men-sounding sesering
mungkin. Menanyakan kapan ingin mengaji, belajarnya sama abi atau ummi, dan
beragam penawaran yang memikat untuk anak-anak tertarik pada Al Qur’an.
Dalam proses masa pembelajaran
pada Al Qur’an, terutama di usia balita tentu ada kendala yang dihadapi oleh
penulis. Kendalanya pertama, bisa berasal dari orangtua. Semisal; kurang sabar,
mudah marah, terlalu kaku pada target yang justru menjadikan anak tertekan. Maka
solusi yang biasa diambil oleh penulis atas saran suaminya adalah dengan
berlibur untuk me-refresh hati dan tentunya memperbanyak doa
bersama anak kepada Allah untuk dimudahkan. Kendala kedua yang berasal dari
anak itu sendiri. Tanpa dipungkiri, kadang anak menolak ketika diajak mengaji.
Maka solusinya cari tahu sebabnya. Hindari cara-cara instan seperti memaksa,
mengancam, dll yang membuat anak tidak nyaman. Kendala ketiga, bisa saja ada
pada fasilitas dan sarana walaupun fasilitas dan sarana tidak menentukan
keberhasilan. Penulis pun mengatakan bahwa selama proses beliau tidak merasakan
kendala yang cukup berarti selama mendampingi ketiga putrinya. Mengingat
fasilitas yang disediakan saat itu dianggap penting adalah buku latihan membaca
(iqro’, tilawati, abatasa) dan mushaf besar ketika anak sudah masuk Al Qur’an.
Beberapa metode pembelajaran Al
Qur’an untuk balita pun diuraikan, sebagai berikut:
1. Memulai dengan mengajarkan
bunyi, bukan nama huruf.
Contoh:
Penyebutan A, Be, Ce, De, E, dst dengan lambang pada bahasa
Indonesia A, B, C, D, E, dst
Pada kata “Umi” misalnya kita
tidak perlu lagi membaca “U-eM-I” tetapi tetap dibaca Umi. Karena yang kita
gunakan adalah bunyi hurufnya, bukan nama hurufnya. Hal tsb berlaku pada semua
bahasa, termasuk Al Qur’an yang berbahasa Arab. Sedang pada pengenalan nama
huruf bisa diketahui oleh anak nanti seiring bertambahnya usia, anak akan
menyerap pengetahuan itu sendiri dari lingkungan sekitar.
2. Memulai dari yang sudah
bisa, akhirkan yang susah
Anak pada usia
balita akan lebih mudah menyebut A-Ba-Ta-Ja-Ha-Da ketimbang
Tsa-Kha’-Dza’-Ra’-Za misalnya.
Adapun langkah praktis
bisa dilakukan dengan cara berikut:
1. Semua huruf
yang berharkat fathah
2. Kenalkan
bentuk sambungnya
3. Dilanjutkan berharkat
fathah mad thabi’i
4. Boleh kasrah
atau dhommah terlebih dahulu (disertai dengan mad thabi’i)
Dan masih banyak lagi tahapan
yang diajarkan bisa ditemukan pada buku ini. Selain pengalaman yang diuraikan,
penulis memberikan pengenalan dasar beserta metode untuk bisa membaca Al Qur’an
dengan benar. In syaa Allah tetap santai dan tanpa digurui.
***
Jujur, secara pribadi saya agak
terlambat baca buku ini, mengingat anak saya yang pertama telah genap berusia 4
tahun. Rasa-rasanya ingin segera mengaplikasikan pada ketiga putri saya (sama
seperti penulis buku ini *gak penting) sesegera mungkin in syaa Allah.
Kelebihan:
1. Penyampaian yang mengalir,
karena didasarkan oleh pengalaman. Jadi lebih ngena, in
syaa Allah..
2. Penyampaian yang aplikatif,
karena banyak contoh terutama pada metode pembelajaran Al Qur'an.
Kekurangan:
1. Sayangnya, tidak menampilkan
foto aktivitas anak-anak penulis dalam pembelajaran Al Qur'an.
Oh ya, pada bab terakhir
dituliskan tentang masa-masa yang tak terlupakan dari pengalaman putri-putrinya
di jelang dan pada berlangsungnya khataman Al Qur'an. Perayaan yang sederhana,
namun bisa menjadi semangat untuk mengkhatamkan Al Qur'an pada selanjutnya.
In syaa Allah, setiap kita dan anak kita pun mampu mengkhatamkan dan menghidupkan Al Qur'an pada kehidupan sehari-hari.
In syaa Allah, setiap kita dan anak kita pun mampu mengkhatamkan dan menghidupkan Al Qur'an pada kehidupan sehari-hari.