30 Mei 2012

ノート(Nouto)*

Posted by bianglalabasmah at 5/30/2012 05:31:00 PM 2 comments

Ini sudah Document 7 setelah berkali-kali jari kelingking dan telunjuk kiriku secara serentak menekan tuts ctrl+n pada Afkaar, my black lapty. Baru menulis beberapa paragraf yang masih dalam uraian sementara, aku pun berpindah lagi pada new blank document untuk tulisan baru ini.
Hopeless. Kata ini selalu saja ingin menghinggapiku berkali-kali. Ya, setelah berulang-ulang merevisi usulan penelitianku yang tersendat pada kerangka teoritik di salah satu variabel. Dimana variabel tersebut akan menguatkan penelitianku ke depannya, insya Allah. Sebab, sumber dari variabel tersebut masih sangat minim. Berharap semoga bisa diupayakan goal di semester 8.
Sebenarnya hal yang kadang membuat perasaanku pasang surut dalam merevisi penelitian ini adalah karena tanggapan dari beberapa orang yang mengatakan bahwa memilih penelitian pada kategori non-PTK (bukan Penelitian Tindakan Kelas) cukup rumit dan tingkat keberhasilan yang diragukan. Makanya, banyak teman-temanku bahkan dari tahun-tahun sebelumnya yang sejurusanku memilih PTK dalam tugas akhirnya.
Berbeda dengan teman-teman yang mengambil PTK, menurutku non-PTK merupakan penelitian yang bisa memberikan sumbangsih besar pada proses pembelajaran di SD secara umum. Karena non-PTK memberikan keluwesan pada peneliti untuk mengambil garis besar yang terjadi secara umum di sekolah-sekolah. Sedangkan PTK memiliki prinsip bahwa penindakan terjadi di satu kelas tertentu karena satu permasalah yang dihubungkan dengan satu model pembelajaran yang kemudian akan dikondisikan pada kelas yang mengalami permasalahan. Dan permasalahan tersebut belum tentu akan terjadi pada kelas lainnya.
Mengingat PTK hanya ditujukan kepada permasalahan yang terjadi oleh siswa dan mengesampingkan persoalan guru dari teknik mengajar, maka memilih non-PTK menjadi suatu landasan utama yang menarik bagiku. Membuat suatu inovasi yang dibutuhkan baik dari guru maupun siswa secara keseluruhan: usefull, flexible, dan insya Allah terjangkau.
Adapun penelitianku terinspirasi dari sebuah konsep yang telah ada di Jepang dan dituliskan pada salah satu komik Jepang yang bercerita tentang kehidupan anak-anak 小学校(dibaca: Shougakko =Sekolah Dasar) di Jepang. Ia akan menjadi bagian variabel independen dimana pada penerapan きぼう (dibaca: kibou yang artinya buku rapor) di Jepang yang terkonsep dalam penilaian. Akan sangat menarik jika きぼうditerapkan dalam aktivitas kelas di sekolah Indonesia.
Ide penelitian ini sebenarnya telah lama mengendap*. Terhitung dari semester 4 di saat aku membaca komik tersebut yang kemudian aku benar-benar ingin mengembangkannya untuk menjadi tugas akhir di semester 8 nanti, insya Allah. Sebelumnya, aku memang sempat terpikirkan pada banyak hal. Salah satu diantaranya ingin mendiagnosis kesulitan belajar dan bentuk pengajaran remedial yang sering terjadi pada Nobita, salah satu pemeran utama kartun Doraemon. Namun kendala ada pada dia yang berasal dari tokoh fiktif dan sistem pembelajaran SD di Jepang sangat berbeda dengan pembelajaran di Indonesia.
Nah, teruntuk adik-adik di PGSD, sangat direkomendasikan untuk memilih non-PTK agar bisa menjadi orang yang lebih berkembang dalam situasi apapun. Intinya, bisa menghidupkan dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan tanpa keluar dari batasan kurikulum yang telah ditetapkan. Walaupun kita tak bisa menutup mata bahwa PTK pun punya nilai tersendiri dalam menindaki kelas-kelas yang memiliki masalah khusus. Soredewa, mata au hi made… (sampai bertemu lagi…)
*catatan
 ♥ ♥ ♥

[ Read More ]

27 Mei 2012

Mereka GAGA(L). Kita pun Gagal?

Posted by bianglalabasmah at 5/27/2012 09:45:00 PM 7 comments

“Kadang kita menjadi manusia yang teramat sedih atas ke-GAGA-lan yang sebenarnya adalah suatu kemungkaran. Tapi anehnya kita tak bisa menjadi manusia yang paling bahagia ketika kebaikan dekat dengan kita.”
(Bianglala Basmah)
A’uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim..
Sungguh, aku berlindung kepada Allah ta’ala dari muara syaithan la’natullaah ‘alaih yang sesering ia menembus celah manapun untuk mengalihkan kita dari orbit perjuangan Islam.
Ungkapan permulaan (ta'awudz) tadi bisa jadi sering kita ucapkan. Namun terkadang kita luput mengiringinya dalam diri ini pada banyak aktifitas untuk mengenal lebih dekat tentang apa-apa yang menjadi bagian dari seorang khalifah di muka bumi ini.
Setelah pendeklamasian atas pembatalan konser yang belakangan digaungkan di berbagai media, komentar beruntun langsung bertebaran di mana-mana. Ya, pro-kontra meramaikan jejaring sosial lagi. Menyedihkan, ketika pihak  pro menyayangkan atas pembatalan tersebut kemudian menyudutkan pihak-pihak yang mengakibatkan di antara alasan pemutusan pembatalan tersebut.
Seketika itu pula, ada saja kekhawatiran yang terangsang dari status-status yang berjejalan di jejaring sosial. Di satu sisi, kesyukuran berlimpah karena satu kebathilan yang akan menyapa negeri ini bisa dihandle. Tapi, di sisi selanjutnya, kita patut bersedih sedalam-dalamnya karena kecaman dari sebagian kita, ya, mereka yang “belum siap” menerima keputusan atas pembatalan konser tersebut.
Ada gerangan apa negeri ini? Apakah sebagian kita, “si mereka” mulai di gugu GAGA dan membenarkan pihak mereka tanpa mempertimbangkan segala sesuatu yang justru akan membawa pada suatu kemudharatan yang lebih besar? Sebagian kita, boleh saja hanya memikirkan keuntungan, kesenangan, dan kehedonisme masing-masing.  Tapi, pernahkah sekali duakali mau memikirkan kondisi negeri ini. Minimal generasi muda yang mulai melarut dalam hingar bingar yang tak jelas ujungnya. Mau di bawa kemana kami jika hal yang seperti ini teramat sulit dipertegas? Memang, kita tak bisa menyalahi sepenuhnya kepada mereka. Alasan mendasarnya, karena semua bermuara pada belum kuatnya pemahaman dan kesadaran dari masing-masing. Dan semoga hidayah itu tersampaikan pada mereka.
Kelak, pertanyaan-pertanyaan itu akan tetap menjadi sebuah “tanya” yang akan membawa kita untuk mengintrospeksi masing-masing. Ketika suatu keberlangsungan dalam menyerukan kebaikan (dakwah) masih akan terus berjalan hingga kehidupan Islami menjadi aturan sepanjang hembusan nafas. Maka, mari memergoki apa yang telah kita perjuangkan untuk Islam selama ini.
Hari ini, begitu banyak orang Islam. Tapi, dari kebanyakan belum mampu untuk menerima Islam secara baik. Hari ini, memang sudah banyak orang yang menerima Islam. Tapi, belum semua mampu berkomitmen pada nilai Islam. Ya, sampai hari ini pun, ada orang-orang yang bisa berkomitmen pada Islam. Tapi, belum sepenuhnya komitmen itu digenggam dengan baik.
Rupanya, keadaan ini yang akhirnya masih belum menyelesaikan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini. Dalam waktu yang sama, kemaksiatan terus saja berlari sekencang mungkin hingga kebutuhan untuk menyerukan kebaikan (dakwah) pun sedemikian besar. Wallaahu a'lam.
~Mari, merapat untuk perjalanan panjang yang masih ada untuk kita..
[ Read More ]

22 Mei 2012

#3 Sudut Hati: "k-u-t-i-p-a-n"

Posted by bianglalabasmah at 5/22/2012 08:46:00 AM 4 comments


“Saya mau pinjam mata ukhti.. Boleh?”
“Mata? Untuk apa?”
“Saya pengen nangis, tapi gak mau pake mata saya..”

-aku ingin kita berdialog tanpa prasangka-

[ Read More ]

18 Mei 2012

"Manisnyaa!!"

Posted by bianglalabasmah at 5/18/2012 02:14:00 PM 13 comments
“Manisnyaaa!!”
Seseorang tiba-tiba meneriakiku yang baru saja memasuki salah satu pintu gerbang kampus. Semakin dibuat kesal pada saat menyadari suara itu bersumber dari seorang laki-laki yang tak kukenal sedang duduk di atas motornya yang terparkir di depan fakultas. Sepertinya bukan mahasiswa jurusanku yang harus memakai pakaian seragam putih dan celana/rok hitam kain. Bukan ber-jeans seperti dia.
Tanpa berpikir panjang, aku membalikkan langkah untuk menghampirinya. “Maaf, bisa diulang sekali lagi?” Tanyaku dengan penuh emosi dan tatapan sinis.
Brukk!! Belum sempat ia menjawab, kaki kananku lebih cepat menendang ban motor depannya dengan kekuatan ‘lebih’ yang membuat ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
(My Afkaar with my Pict -Muri ni egao o miseru: Senyum terpaksa-)

Huft… Astaghfirullahal ‘adziim.. Astaghfirullahal ‘adziim.. dengan cepat, aku beristighfar sedalam-dalamnya. Seketika aku melepas pikiran aneh yang langsung saja terbersit tadi. Sepertinya pikiranku jauh lebih cepat bergerak ketimbang tubuhku yang berjalan.
Mendengar teriakan itu, sepintas aku membalas si pemilik suara itu dengan tatapan sinis sambil terus mempercepat langkahku masuk ke fakultas.
Riuhan suara mahasiswa mulai beradu di dalam fakultas membuat degup jantungku semakin mempercepat detaknya. Siang ini akan ada “uji coba” seminar proposal di kelas pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan. Jadi wajar saja sejak awal tiba di kampus aku mendapati perasaan yang sangat tak beraturan.
“Heyy, assalamu ‘alaikum, kenapa cemberut..?”
Lagi-lagi aku dikejutkan dengan suara teriakan. Ditambah penampilan secara fisik terlihat seperti laki-laki. Tapi, aku bisa bernafas lega karena tersadar kalau si pemilik sapaan itu bukan laki-laki. Melainkan Jo, teman dari jurusan lain yang kukenal karena setiap kali bertemu ia pasti orang pertama yang menyapa.
“Wa’alaykumsalam warahmatullah..” Aku menghentikan langkahku yang berencana ingin melesat ke masjid. “Eeh,si ukhti Jo ini ngagetin aja..” Aku pun mengulurkan tangan kananku untuk menyalaminya.
Jo menerima salamku. “Hayoo kenapa cemberut? Pasti gara-gara tadi ya?” Ia mengingatkan sesuatu sambil memamerkan senyum renyahnya.
“Eh, tadi liat ya pas di luar? Kok saya gak liat?”
“Kan saya lewat di pintu satunya..”
“Ooh..” Mulutku membulat. “Kalo tadi ada ukhti di sebelah saya, mungkin udah saya suruh tadi samperin tuh orang..”
“Hahaha.. Memangnya mau kita’* apakan?”
“Mau minta bantuan ukhti buat sumpelin mulutnya pake batu..” Cetusku enteng.
Tawa Jo meledak, “Hahaha.. Memangnya kita’ gak suka dipuji?”
“Bukan gak suka, tapi takut aja kalo gimana-gimana nantinya..” Kataku yang sesekali memandang sekeliling fakultas yang semakin ramai.
“Takut gimana-gimana? Maksudnya?” Jo tak mengerti.
“Pertama, coba kalo tadi lagi kumat ge-er saya, terus pas dia muji, saya langsung terbang. Kan gak lucu kalo entar di kelas dosen saya nyariin, ‘mana si Basmah?’ terus teman-teman pada bilang ‘terbang, Pak! Gara-gara dikatain manis!!’” Jelasku asal-asalan.
Jo tak bisa menahan tawa lagi, “Hahaha.. dasar! Terus kedua?”
“Terus.. Siapa dia? Orangtua saya aja gak pernah bilangin saya manis. Apalagi kata ‘manisnya..’.” Protesku sekenanya.
Jo tertawa melihat ekspresiku yang begitu lepas. “Hahaha… Masih ada lagi?”
“Eh? Masih mau ditambah?” Aku memperbaiki map biruku yang sesekali melorot dari kedua tanganku. “Ketiga, seharusnya kita gak punya hak untuk menerima pujian tanpa diiringi dengan pujian untuk Allah.. Seperti subhanallah, masya Allah, dan lainnya.”
“Lho? Memangnya kenapa kita gak punya hak untuk itu? Kalo dasarnya memang cantik, bagus, atau apalah namanya..”
“Karena tanpa pemberian Allah, kita gak akan merasa jadi apa-apa. Semua hanya titipan yang patut disyukuri.” Tambahku. “Eh, saya ke masjid dulu ya, ukhti. Belum shalat. Ukhti sudah shalat?” Tiba-tiba aku teringat waktu dzuhur.
“Iya sudah..”
“Kalo gitu duluan ya.. Assalamu’alaikum!” Aku pun menyalaminya sebelum meninggalkan fakultas. 

“Wa'alaikumsalam.. Ia pun meraih tanganku. Masya Allah, manisnya!!” Goda Jo.
Aku membalas mengacak rambutnya Jo, “Iya, tapi lebih subhanallah lagi manisnya Jo kalo berjilbab.. ” Kemudian berlalu meninggalkannya pergi.

Masih ada yang paling akhir alasannya. Ya, sebenarnya ada alasan yang selalu terpikirkan: Tak ingin dipuji karena akan merasa diberuntungkan. Sebab selalu ada celah yang kadang membuat aku mengalah tanpa disadari dengan perasaan yang meninggi dan lupa ada hal lain yang perlu dibenahi.

*sapaan 'kamu' untuk formalnya dalam bahasa bugis

[ Read More ]
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea