Ini sudah Document 7
setelah berkali-kali jari kelingking dan telunjuk kiriku secara serentak
menekan tuts ctrl+n pada Afkaar, my black lapty. Baru menulis
beberapa paragraf yang masih dalam uraian sementara, aku pun berpindah lagi
pada new blank document untuk
tulisan baru ini.
Hopeless. Kata ini selalu saja ingin menghinggapiku berkali-kali. Ya, setelah
berulang-ulang merevisi usulan penelitianku yang tersendat pada kerangka
teoritik di salah satu variabel. Dimana variabel tersebut akan menguatkan
penelitianku ke depannya, insya Allah. Sebab, sumber dari variabel tersebut masih
sangat minim. Berharap semoga bisa diupayakan goal di semester 8.
Sebenarnya hal yang kadang membuat perasaanku pasang surut dalam
merevisi penelitian ini adalah karena tanggapan dari beberapa orang yang
mengatakan bahwa memilih penelitian pada kategori non-PTK (bukan Penelitian Tindakan Kelas) cukup rumit dan tingkat keberhasilan
yang diragukan. Makanya, banyak teman-temanku bahkan dari tahun-tahun
sebelumnya yang sejurusanku memilih PTK dalam tugas akhirnya.
Berbeda dengan teman-teman yang mengambil PTK, menurutku non-PTK merupakan penelitian yang bisa memberikan
sumbangsih besar pada proses pembelajaran di SD secara umum. Karena non-PTK
memberikan keluwesan pada peneliti untuk mengambil garis besar yang terjadi
secara umum di sekolah-sekolah. Sedangkan PTK memiliki prinsip bahwa penindakan
terjadi di satu kelas tertentu karena satu permasalah yang dihubungkan dengan
satu model pembelajaran yang kemudian akan dikondisikan pada kelas yang mengalami
permasalahan. Dan permasalahan tersebut belum tentu akan terjadi pada kelas
lainnya.
Mengingat PTK hanya ditujukan kepada permasalahan yang terjadi oleh
siswa dan mengesampingkan persoalan guru dari teknik mengajar, maka memilih non-PTK menjadi suatu landasan utama yang
menarik bagiku. Membuat suatu inovasi yang dibutuhkan baik dari guru maupun siswa
secara keseluruhan: usefull, flexible, dan insya Allah terjangkau.
Adapun penelitianku terinspirasi dari sebuah konsep yang telah
ada di Jepang dan dituliskan pada salah satu komik Jepang yang bercerita
tentang kehidupan anak-anak 小学校(dibaca: Shougakko =Sekolah Dasar) di Jepang. Ia akan menjadi bagian
variabel independen dimana pada penerapan きぼう (dibaca: kibou yang artinya buku rapor) di Jepang
yang terkonsep dalam penilaian. Akan sangat menarik jika きぼうditerapkan dalam
aktivitas kelas di sekolah Indonesia.
Ide penelitian ini sebenarnya telah lama mengendap*. Terhitung dari
semester 4 di saat aku membaca komik tersebut yang kemudian aku benar-benar
ingin mengembangkannya untuk menjadi tugas akhir di semester 8 nanti, insya
Allah. Sebelumnya, aku memang sempat terpikirkan pada banyak hal. Salah satu
diantaranya ingin mendiagnosis kesulitan belajar dan bentuk pengajaran remedial
yang sering terjadi pada Nobita, salah satu pemeran utama kartun Doraemon. Namun
kendala ada pada dia yang berasal dari tokoh fiktif dan sistem pembelajaran SD
di Jepang sangat berbeda dengan pembelajaran di Indonesia.
Nah, teruntuk adik-adik di PGSD, sangat direkomendasikan untuk
memilih non-PTK agar bisa menjadi
orang yang lebih berkembang dalam situasi apapun. Intinya, bisa menghidupkan dan menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan tanpa keluar dari batasan kurikulum yang telah
ditetapkan. Walaupun kita tak bisa menutup mata bahwa PTK pun punya nilai
tersendiri dalam menindaki kelas-kelas yang memiliki masalah khusus. Soredewa, mata au hi made… (sampai
bertemu lagi…)
*catatan
2 comments
Bismillah
penelitian apa dek??
Deskriptif-kah?? ex post facto??
Hmm.. like mine! soalnya saya terhempas jauh dari PTK2-an.. meski harus bergumul dengan waktu menyelesaikannya ditambah sandungan kerikil tapi, keep spirit... jangan mnyerah! semuanya dikerjakan karena cinta yah... :)
@rezkybataripenelitian ekperimen.. haha..
afwan kak, br dibalas.^^
iya,syukran untuk semangat dan doa..