Dalam beberapa kesempatan, notifikasi
sosmed saya dibubuhkan komentar, “Ditunggu
buku parentingnya..”
Hati saya meluruh. Keinginan
menuangkan ide dan cerita, semacam menggenapkan tulisan menjadi sebuah buku itu sudah cukup lama. Namun,
harapan itu akhirnya hanya bisa diamini, menjadi bagian doa dan disematkan dalam
cita-cita.
Portofolio Asma'Aisyah |
Memulai menulis lagi sebenarnya untuk
melepas segala rasa. Sesekali menjejak di sosmed karena bagian dari ‘menunaikan
tugas’. Dan belakangan kebanyakan berlabuh pada lembaran portofolio serta diary anak-anak yang kami buat sebagai
rangkaian dari catatan homeschooling.
Kerap kali saya menulis untuk
memelihara rasa ‘baik’. Sebuah proses pembelajaran dimana saya sebagai al umm madrasatul ula untuk anak-anak. Bukan
bermaksud memamerkan kebaikan yang saya lakukan pada anak-anak. Sama sekali
bukan. Melainkan mengajak diri untuk bisa istiqamah atas apa-apa yang saya lakukan
pada anak-anak dalam kebaikan.
Satu hal yang menyenangkan dari
menulis itu tentunya menjadi alarm
diri. Baik dari segi penulisan maupun sering disadarkan setelah menulis betapa
banyak hal yang perlu dibenahi bahkan dihayati. Sering merasa berat menghadapi
rentetan pertanyaan anak-anak, misalnya. Sederet Tanya, “Kenapa Ummi?” yang
memberatkan saya ketika menghadapi kondisi ini. Namun setelah terjadi kemudia ditulis, saya seperti
mendapat hantaman yang menyesakkan. Ada sesal yang tak bisa diulang. Mengingat melewati
pertanyaan ‘unik’ mereka dengan jawaban atau penjelasan yang seadanya. Subhanallah..
Ah ya, bagian dari kehidupan adalah cerita (yang dituliskan) kemudian menghadirkan makna sejatinya. Menyadurkan kata hikmah. Hikmah untuk menyemangati diri dengan harapan yang diikat dalam doa-doa. Semakin kita mampu mengambil hikmah dari sebuah peristiwa, maka semakin kuat pula harapan yang kita bangun.
Apapun yang menjadi bagian dari kehidupan, cobalah untuk menulis.