31 Juli 2017

Buku: Alhamdulillah... Balitaku Khatam Al Qur'an

Posted by bianglalabasmah at 7/31/2017 12:42:00 AM 0 comments
Bagi orangtua yang punya target anak-anaknya menjadi hafizh/hafizhah, buku ini bisa menjadi pilihan sekaligus panduan untuk anak dalam memperkenalkan Al Qur’an sejak usia dini. Pada ketiga belas bab di dalamnya ditulis berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan penulis. Karena kesungguhan dan keistiqamahannya, ketiga putri penulis berhasil khatam Al Qur’an di usia balita. Putri pertamanya, khatam Al-Quran pada usia 4 tahun 9 bulan 18 hari, putri kedua khatam pada usia 4,5 tahun dan putri ketiga khatam di usia 3 tahun lebih. Masyaa Allah…
  
Dalam uraiannya, penulis ingin mengajarkan Al Qur’an pada anak-anaknya tak sebatas bisa membaca. Namun mengajarkan Al Qur’an yang paripurna dengan membimbingnya untuk bisa mencintai Al Qur’an, membaca setiap hari, memiliki target prestasi dengan Al Qur’an, dan senang berinteraksi dengan Al Qur’an.

Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Utsman radhiyallaahu ‘anhuRasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.” Hal inilah yang menjadi dasar tentunya setelah menyadari bahwa menjadi pembelajar Al Qur’an adalah sebagai sebaik-baik manusia.

Berlanjut pada prinsip rumah tangga yang dibangun dengan pembelajaran Al Qur’an di rumahnya. Mengawali perkenalan huruf hijaiyyah ketika anak-anaknya sudah bisa mengucapkan dua suku kata. Kemudian dilanjut dengan huruf hijaiyah yang mudah diucapkan dan dari anak sekiranya mampu mengucapkannya. Suasana dibuat semenyenangkan mungkin dengan menempelkan huruf-huruf hijaiyah di tempat yang sering dilalui anak, memperbanyak reward dan minimalkan punishment, menyerertakan anak ketika membuat alat peraga Alquran, dan sebagainya agar setiap hari bisa bersama Al Qur’an.

Untuk mendekatkan anak-anak pada Al Qur’an tentunya dilakukan dengan men-sounding sesering mungkin. Menanyakan kapan ingin mengaji, belajarnya sama abi atau ummi, dan beragam penawaran yang memikat untuk anak-anak tertarik pada Al Qur’an.

Dalam proses masa pembelajaran pada Al Qur’an, terutama di usia balita tentu ada kendala yang dihadapi oleh penulis. Kendalanya pertama, bisa berasal dari orangtua. Semisal; kurang sabar, mudah marah, terlalu kaku pada target yang justru menjadikan anak tertekan. Maka solusi yang biasa diambil oleh penulis atas saran suaminya adalah dengan berlibur untuk me-refresh hati dan tentunya memperbanyak doa bersama anak kepada Allah untuk dimudahkan. Kendala kedua yang berasal dari anak itu sendiri. Tanpa dipungkiri, kadang anak menolak ketika diajak mengaji. Maka solusinya cari tahu sebabnya. Hindari cara-cara instan seperti memaksa, mengancam, dll yang membuat anak tidak nyaman. Kendala ketiga, bisa saja ada pada fasilitas dan sarana walaupun fasilitas dan sarana tidak menentukan keberhasilan. Penulis pun mengatakan bahwa selama proses beliau tidak merasakan kendala yang cukup berarti selama mendampingi ketiga putrinya. Mengingat fasilitas yang disediakan saat itu dianggap penting adalah buku latihan membaca (iqro’, tilawati, abatasa) dan mushaf besar ketika anak sudah masuk Al Qur’an.

Beberapa metode pembelajaran Al Qur’an untuk balita pun diuraikan, sebagai berikut:
1. Memulai dengan mengajarkan bunyi, bukan nama huruf.
    Contoh: Penyebutan A, Be, Ce, De, E, dst dengan lambang pada bahasa Indonesia A, B, C, D, E, dst
Pada kata “Umi” misalnya kita tidak perlu lagi membaca “U-eM-I” tetapi tetap dibaca Umi. Karena yang kita gunakan adalah bunyi hurufnya, bukan nama hurufnya. Hal tsb berlaku pada semua bahasa, termasuk Al Qur’an yang berbahasa Arab. Sedang pada pengenalan nama huruf bisa diketahui oleh anak nanti seiring bertambahnya usia, anak akan menyerap pengetahuan itu sendiri dari lingkungan sekitar.
2. Memulai dari yang sudah bisa, akhirkan yang susah
  Anak pada usia balita akan lebih mudah menyebut A-Ba-Ta-Ja-Ha-Da ketimbang Tsa-Kha’-Dza’-Ra’-Za misalnya.
Adapun langkah praktis bisa dilakukan dengan cara berikut:
1.      Semua huruf yang berharkat fathah
2.      Kenalkan bentuk sambungnya
3.      Dilanjutkan berharkat fathah mad thabi’i
4.      Boleh kasrah atau dhommah terlebih dahulu (disertai dengan mad thabi’i)

Dan masih banyak lagi tahapan yang diajarkan bisa ditemukan pada buku ini. Selain pengalaman yang diuraikan, penulis memberikan pengenalan dasar beserta metode untuk bisa membaca Al Qur’an dengan benar.  In syaa Allah tetap santai dan tanpa digurui.

***

Jujur, secara pribadi saya agak terlambat baca buku ini, mengingat anak saya yang pertama telah genap berusia 4 tahun. Rasa-rasanya ingin segera mengaplikasikan pada ketiga putri saya (sama seperti penulis buku ini *gak penting) sesegera mungkin in syaa Allah.

Kelebihan:
1. Penyampaian yang mengalir, karena didasarkan oleh pengalaman. Jadi lebih ngenain syaa Allah..
2. Penyampaian yang aplikatif, karena banyak contoh terutama pada metode pembelajaran Al Qur'an.

Kekurangan:
1. Sayangnya, tidak menampilkan foto aktivitas anak-anak penulis dalam pembelajaran Al Qur'an.

Oh ya, pada bab terakhir dituliskan tentang masa-masa yang tak terlupakan dari pengalaman putri-putrinya di jelang dan pada berlangsungnya khataman Al Qur'an. Perayaan yang sederhana, namun bisa menjadi semangat untuk mengkhatamkan Al Qur'an pada selanjutnya.

In syaa Allah, setiap kita dan anak kita pun mampu mengkhatamkan dan menghidupkan Al Qur'an pada kehidupan sehari-hari.
[ Read More ]

29 Juli 2017

'In syaa Allah, Siap!'

Posted by bianglalabasmah at 7/29/2017 10:38:00 PM 0 comments
Alhamdulillaah bini’matihii tatimmush shaalihaat… 

Salah satu kesyukuran ketika anak memiliki semangat untuk membaca Al Qur’an sejak dini. Di usia Asma’ yang belum genap 4 tahun dan ‘Aisyah baru berusia 2 tahun sering mengaji, mengulang surah berdasarkan apa yang sering mereka dengar.

Prosesnya pun tidaklah sebentar. Kami memang harus merelakan beberapa mushaf Al Qur'an kami dalam keadaan yang sudah tidak utuh lagi. Cover yang lepas, lembaran yang sobek, dan penanda bacaan kami pada ayat terakhir seringnya luput akibat anak-anak berebut semangat untuk memiliki mushaf tsb. Masyaa Allah..



Pada duo-A hafizhah kami, alhamdulillaah sudah bisa memuraja’ah (mengulang) surah-surah pada juz 30. Tantangan yang kami hadapi adalah ketika akan men-talqin surah selanjutnya namun sebelumnya saya ingin mendengar terlebih dahulu secara utuh surah sebelumnya yang biasa kami bacakan pada anak secara mandiri. Kadang saya menge-test sejauh mana hafalan surah dengan meminta Asma’ untuk melanjutkan ayat setelah 1 ayat sebelumnya saya bacakan. atau hanya membacakan awalan surah, kemudian Asma' akan membacakan satu surah tsb secara utuh.

“Gak mau, Ummi.. Asma’ mau ngaji tabbat (Al Lahab) saja..” Tolak Asma’.

Maka, sebagai orangtua harus mampu melihat kondisi anak. Bila ia sedang baik moodnya, maka saya akan membacakan satu ayat dan meminta pada Asma’ untuk melanjutkannya. Biasanya ia bisa melanjutkan ke surah berikut dan berikutnya. Namun, bila sedang enggan, jangankan untuk membacakan 1 surah, melanjutkan ayat pada surah yang sudah saya bacakan pun biasanya ia menolak.

Subhanaalaah.. Dari banyak pengalaman mendampingi duo-A hafizhah kami, saya harus menjaga mood baiknya tersebut. Bila itu yang terjadi, tanpa dipinta Asma’ akan mengaji, tepatnya me-muraja’ah bacaan surah dari surah An-Naas sampai Al Ghaasyiyah (Surah-surah yang saat ini ia mampu membaca dengan lengkap. Masyaa Allah wal hamdulillaah). Cukup dengan menyebut awalan surah dari masing-masing surah, Asma’ akan melanjutkan sampai tuntas. Masyaa Allah.. Allaahu Akbar!

Semoga Allah mudahkan saya untuk bisa terus mendampingi 3A hafizhah kami #Asma’AisyahAfra’ dalam memperkenalkan Al Qur’an secara menyeluruh. Allaahumma Aamiin..

 
“‘Aisyah sudah siap?” Tanya Asma’ meniru gaya seorang host di salah satu acara tv yang menampilkan anak-anak penghafal Al Qur’an (hafidz) yang tayang pada setiap bulan Ramadhan. Kami hanya memberikan tontonan tersebut ketika berada di rumah kakek neneknya sebagai salah satu wasilah dan menjadi motivasi bagi dirinya untuk tetap bersemangat dalam berinteraksi dengan Al Qur’an di kesehariannya.

“(In syaa) Allaah.. Siap!!” Balas ‘Aisyah dengan lantang. Ia berdiri di hadapan kakaknya dan memulai ta’awudz sesuai dengan kemampuannya. Hal yang paling menggelikan, ketika host (Asma’) dan peserta (‘Aisyah) sama-sama mengaji meski dengan bacaan yang berbeda.

Jadi, ketika kami sudah merasa buntu dengan cara apa lagi menyemangati duo-A hafizhah kami dalam memuraja'ah, maka kami perlu mendoakan mereka dan bertanya ala-ala host tsb. "Asma' dan 'Aisyah sudah siap?"

Tanpa ragu dengan spontan mereka menjawab, "In syaa Allah, siap!"

Allaahu Akbar!! 
Allaahummar hamnaa bil qur'aan..


#BasmahThariq
#Day10
#GameLevel2
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst


[ Read More ]

28 Juli 2017

Dialah Asma'

Posted by bianglalabasmah at 7/28/2017 10:51:00 PM 0 comments

Asma' Hafizhah
"Mi, Asma' (yang) suap 'Aisyah." Kata Asma' menawarkan diri ketika melihat saya mengeluarkan bekal makanan Asma'Aisyah ketika kami sedang outing. Tanpa ragu saya mengapresiasi sikapnya sebagai kakak. Tak lupa mengucapkan jazakillaahu khaer untuknya karena sudah mau bantu umminya.

Asma' sedang menyuapi makan 'Aisyah
Disela kesibukan saya tertama ketika aktifitas pagi seperti memandikan Afra' dan menyiapkan sarapan, 'Aisyah biasa meminta minum atau makan. Namun dengan kondisi saya yang masih sibuk, tentunya saya meminta tolong pada abinya anak-anak untuk membantu keperluan mereka. Namun tak jarang Asma' bersegera mengambil andil untuk membantu saya dengan mengambilkan minum atau makan untuk adiknya. Masyaa Allah...

Hikmah dari bersaudara, berta'awun (saling membantu). Sejak si kakak belum berusia 3 tahun, ia sangat senang dengan kehadiran adiknya, 'Aisyah. Meski tetap berlaku ego sentris pada Asma' yang masih ke-AKU-an yang belum bisa diruntuhkan, yang apa-apa masih miliknya. Namun tetap kepedulian untuk membantu adiknya, saya, dan abinya juga patut diacungi jempol. Masyaa Allah wal hamdulillaah..

Bukan hanya sekali Asma' menjadi asisten penolong dan pengawas

bagi saya dan suami. Ia selalu jadi alarm bagi kami dalam banyak hal. Termasuk dalam melindungi adiknya ketika si adik begitu semangat dalam kegiatan yang mengasah motorik kasarnya. 

"Ummi, 'Aisyah lagi naik kursi.."
"'Aisyah, kursi untuk duduk.." Asma' mengingatkan adiknya, agar adiknya tidak menaiki kursi.
"Mi, 'Aisyah makan (mainan)!"
"Jangan 'Aisyah, gak boleh masuk mulut (mainan)."
"Makan(nya) duduk 'Aisyah!"
"Assalamu'alykum 'Aisyah, alhamdulillaahilladzii ahyana ba'dama amatanaa wa ilayhin nusyuur.." Sambut Asma' dengan doa bangun tidurnya yang sempurna ketika adiknya bangun dari tidur sebagaimana yang biasa kami memang lakukan padanya, juga adiknya.

Bersegera mengambil kain lap dan membersihkannya bila ada tumpahan air.
Mengingatkan adiknya bila sedang w-sitting.
Membantu membereskan mainan bila akan makan malam.
Ia yang sering melafazhkan doa ketika beraktifitas bersama adiknya.

Masyaa Allah..


Semoga Allah meng-istiqamahkan pada kami, pun pada anak keturunan kami pada kebiasaan yang baik, yang mengantarkan pada ketaatan akan aturanNya, saling mengingat-membantu-menasehati dalam kebaikan.

Barakallaahu fiikum, anak shalehah hafizhah kami... #Asma'AisyahAfra'

#BasmahThariq
#Day9
#GameLevel2
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst
[ Read More ]

27 Juli 2017

Mengenal Kalimat Thayyibah

Posted by bianglalabasmah at 7/27/2017 10:31:00 PM 0 comments
Asma' dan 'Aisyah
Untuk membentuk karakter memang dibutuhkan keteladanan. Anak bak sponge, menyerap di sekitarnya terhadap apa saja yang ia lihat. Maka ada hal yang memang perlu kami biasakan sejak dini, kalimat thayyibah (kalimat baik) di setiap apa-apa yang akan-sedang-setelah dilakukan.

“Afwan ummi..” Kata ‘Aisyah sambil memeluk saya yang tengah membantu memakaikan celana setelah membersihkan ‘Aisyah yang qadarullah, ‘kebobolan’ pup di celana.
“Minta tolong Abi, ambilkan Asma’ minum..”
“Tabe’ (permisi) Ummi, Asma’ mau lewat..”
“Syukran Abi, jazakallaahu khaer..”
“Syukran Ummi, jazakallaahu khaer..”
 "Afwan nak, Ummi salah.." Saya pun selalu berusaha mengakui kesalahan dengan meminta maaf.

Terima kasih, maaf, dan tolong adalah kata-kata yang memberi efek positif. Tentunya berlaku dari orangtua, antar pasangan, keluarga, dan anak. Tak sebatas itu, pujian atau sesuatu yang kita anggap buruk sekalipun tetap berucap kembali kepada siapa yang mencipta.

Subhanaallah
Allaahu Akbar
Innaalillaah
Astaghfirullah
Masyaa Allaah
Insyaa Allah
dll *emak-emak gitu, suka lelah ngetik*

Usia anak 0-6 tahun memiliki kecenderungan melihat apa yang orangtua lakukan, bukan apa yang orangtua katakan. Jangan heran bila tiba-tiba perilaku kita seperti terpantul ke tingkah anak-anak. Bahkan dari cara berbicara, bersikap atau kebiasaan kita begitu mudah ditiru dengan baik oleh anak. Tak jarang pula orangtua seringnya khilaf dan luput atas tindak tanduknya. Astaghfirullaah…

Mulai dari lisan sampai pada perbuatan orangtua bisa mudah di-copy paste oleh anak. Kerap kali saya dan suami memerhatikan gaya dan cara bicara Asma’ dan (sekarang) ‘Aisyah yang arahnya kemana. Termasuk tindak tanduk mereka seperti siapa. Rasa-rasanya malu sendiri ketika yang di-copy paste itu yang tidak mengenakkan mata dan hati. Langsung ada sesal beruntun dan memperbanyak istighfar atas sikap sendiri.

Untuk menjadikan anak shalih atau shalihah memang tidak instant. Tidak pula dengan memasukkan pada sekolah bergengsi, kalau kata Ibu Elly Risman ke sekolah berlabel AL-AL agar akhlaqnya bisa seperti Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka, bekal teladan memang jadi tanggung jawab orangtua yang meski kami harus tertatih-tatih melakukannya, lelah yang semoga menjadi lillaah

Sering dianggap ‘aneh’ oleh kebanyakan orang termasuk orang terdekat. Bahkan ketika mengucapkan, “Syukran, Jazakallaahu khaer..” masih dianggap ribet dan tabu untuk sebagian orang. Begitu pula pujian berupa “Masyaa Allaah..” dan kalimat lainnya yang selalu kami ingatkan berkali-kali kepada anak-anak ketika berujar sesuatu.

“Banyak mainanku..” Begitu yang Asma’ katakan. Ketika kedatangan kakek neneknya, atau sedang berkunjung ke rumah keluarga, tetiba ada saja laporan dari Asma’. Entah mainan, baju, buku, dan lainnya.

“Kalau banyak bilang apa?” Seperti biasa, saya atau suami berusaha untuk bisa saling mengingatkan, baik untuk kami, juga anak.

“Masyaa Allah..” Lanjut Asma’ atas banyak mainan yang ia sampaikan.

“Barakallaahu fiik, kakak..” Puji kami ketika mendapatkan tanggapan dari Asma’ berupa pujian kepada Allah.

Begitupun pada kata ‘astaga’. Asma’ pernah mendengar kata tsb dari luar, dan ia pun tiba-tiba juga mengatakan kata yang sama membuat saya yang tidak pernah berkata itu, ganjal.

“Abi sama Ummi biasa bilang astaghfirullaah, sayang..” Saya mengingatkannya, kemudian Asma’ mengucapkan kalimat istighfar dengan lengkap.

“Astaghfirullaahal ‘adziimm..” Sambungnya dengan tersenyum.

“Syukran kakak. Barakallaahu fiik sudah mengerti.” Puji saya. Tak lupa mendoakannya semoga Allah bisa istiqamahkan kalimat thayyibah padanya, juga pada anak-anak kami yang lain.

Memandirikan anak dengan kalimat baik memang dibutuhkan. Sebab kita tidak pernah tahu, bahwa seberapa banyak yang kita sampaikan mengena di dalam diri anak. Apakah yang terekam dalam benak anak itu adalah yang baik atau buruk. Serta berkata dan bersikap entah pada siapa nantinya anak-anak kita mencontoh.

Ketika pengenalan sosok teladan nabi kami upayakan dengan membacakan atau menceritakan. Menjaga sikap kami sebagai orangtua dengan mengamalkan sunnah, menyampaikan hikmah di setiap kejadian, menjauhkan gadget dan tontonan tv yang saat ini menjadi ikhtiar kami dalam memberi pemahaman secara bertahap. Pun pada doa yang bisa kami panjatkan tentunya untuk diri kami lalu anak dan sekitarnya. Karena pengaruh dari luar begitu deras. Lengah sedikit saja bisa mengubah pola yang lebih dikenal dengan lifestyle ‘kekinian’.

Kepada siapa anak kita nanti mencontoh.
Kepada siapa anak kita nanti bergaul.
Kepada siapa anak kita nanti ke depannya.
Kita tidak pernah tahu taqdir Allah apa yang ada di hadapan kita.

Itulah mengapa salah satu alasan tidak tergesa-gesa memperkenalkan calistung (baca, tulis, hitung). Sebab ada ‘time limited’ yang sedang kami kejar. Sebelum Asma’, ‘Aisyah, dan Afra’ masuk fase tamyiz ( > 7 tahun). Fase dimana seorang anak mulai dapat membedakan baik dan buruk, mampu menilai sesuatu bermanfaat atau tidak untuk dirinya. Membekali dalam ketundukan di hadapan Rabb-nya, pesiapan untuk memasuki fase tersebut. Allaahul musta'an.

Masih banyak PR kami untuk bisa menancapkan Iman, Islam, dan Ihsan pada 3A Hafizhah kami. Bekal penting tentang ketundukan pada Rabb-nya meski kami pun sedang berusaha mengajari diri sendiri.

#BasmahThariq
#Day8
#GameLevel2
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst
[ Read More ]

Pelajaran Agama

Posted by bianglalabasmah at 7/27/2017 12:02:00 AM 0 comments
Ummi: "Asma' suka bunga?"
Asma': "Iya, suka bunganya.."
Ummi: Kalo gitu, diliat-liat saja ya.."
Asma': "Kenapa diliat-liat saja, Ummi?"
Ummi: "Supaya bisa tetap tumbuh."
Asma' yang sedang mengamati bunga
Asma': "Kalo Asma' petik?"
Ummi: "Nanti bunganya keliatan cantiknya cuma sebentar."
Asma': "Kenapa Ummi?"
Ummi: "Karena nanti bunganya kering.
Asma': "Kar(e)na?"
Ummi: "Bunganya udah gak sama2 di batang ini yang ada akarnya. Kan dipetik.
Asma': "Kenapa?"
Ummi: "Karena bunga juga butuh makan kayak Asma'. Asma' makan lewat mulut. Kalo bunga lewat akar dan batang yang nempel di tanah.. (Sambil nunjuk ke arah batang dan tanah) Akarnya gak keliatan, karena di dalam tanah."
Asma': "Yang ada pasir-pasirnya? (menunjuk tanah)
Ummi: Iya.. (Duh, si emak ini udah deg-degan buat hati2 jawab "kenapa-kenapa"nya Asma') Jadi makannya itu lewat air yang disiram ke tanah. Nanti diserap sama akarnya masuk ke batang atas izin Allah.. Asma' biasa liat abi siram tanah yang ada bunga2nya kan di depan rumah?"
Asma': "Iya. Masyaa Allah. Tapi, tapi Ummi, kenapa atas izin Allah?"
Ummi: "Karena.. Allah yang ciptakan bunga ini seperti Allah ciptakan Asma', 'Aisyah, Afra', Abi Ummi. Berarti kalo Asma' saja makan, si bunga pun butuh makan. Dan semua dari Allah.." (berlanjut dengan banyak cerita yang tak bisa saya rekam kata demi katanya Asma')

Kaki 'Aisyah
Sedang seru menjawab pertanyaan Asma', tetiba 'Aisyah datang dengah langkah yang mengarah pada bunga tsb, "Injak.. Injak.." Ucap 'Aisyah dengan polos.

Tanpa diberi aba-aba, Asma' menahan 'Aisyah yang hampir saja siap menginjak bunga itu. "Jangan 'Aisyah. Nanti bunganya cantiknya sebentar karena rusak.."

'Aisyah pun menghentikan niatannya dan bertanya pada saya, "Apa ini Ummi?"

"Apa ini 'Aisyah?" Karena saya tau, 'Aisyah sudah mengenal tumbuhan, maka saya balik bertanya.
"(B)unga.. (B)unganya 'Aisyah." kata 'Aisyah 

Sedang mengajarkan anak untuk tidak memetik tanaman secara sembarangan. Mengingat tanaman, terutama pada bunga terlihat menarik bagi Asma’ dan ‘Aisyah untuk dipetik. Bagi saya, boleh memetik tanaman bila diperlukan. Kalau sekadar hanya untuk dipetik karena dianggap cantik dan merusak lebih baik jangan. Dan semoga duo-A hafizhah bisa mengerti tentang secara bertahap.
Di setiap kesempatan ketika keluar rumah, melihat tanaman yang terdapat bunganya, Asma’ akan Tanya kepada saya, “Ummi, boleh?”
*

Alhamdulillah, ketika sekolah tak sebatas dalam petak ruang bangunan. Cukup beratapkan langit yang membentang dengan hamparan tanah dan rerumputan menjadi alas belajar kami. Semoga dengan semakin bertambahnya ilmu, semakin bertambahnya pula keimanan kami pada Rabb, Allah 'Azza wa Jalla.

Ketika isu yang sempat merebak tentang mata pelajaran Agama akan dihapuskan, para HS-ers berazzam akan mengemas semua mata pelajaran apapun dalam iman. Sains bersama Iman. Matematika dan Islam. PKn dalam perspektif Islam. Ah, pokoknya semua dalam balutan Iman dan Islam. Seru kan? ~Bangeet, masyaa Allah. Jadi gak akan ada lagi keluhan dari siswa/i nantinya, kalo belajar agama bawaannya ngantuk. Belajar agama membosankan. Belajar agama itu masuk telinga kanan keluar telinga kiri. *Ya kan? Ya kan?* Jadi, buat mereka yang berambisi ingin memandamkan cahaya Allah, silakan saja. Hapuskan mata pelajaran Agama yang hanya dua jam itu. Sebagaimana 'ia' menghapus sepi dalam kesendirianku.. :p
*efek banyak undangan berdatangan #kemudiantulisaninidiboikot

Btw, tetap berucap: Laa haula wa laa quwwata illaa billaah~~ 

#BasmahThariq
#Day7
#GameLevel2
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

[ Read More ]

25 Juli 2017

“Menulislah, Nak!”

Posted by bianglalabasmah at 7/25/2017 10:28:00 PM 0 comments
Asma' sedang menulis

“Ummi, Asma’ bisa tulis-tulis..” Lapor Asma’ sambil memperlihatkan secarik kertas yang ia bawa.
“Ummi, Asma’ mau tulis-tulis lagi. Tolong tulis alif ba ta untuk Asma’ nah..”
“Ummi, Asma’ bisa cetak tangan..”
“Ummi, Asma’mau gambar rumah yang ada pohon-pohonnya sama awan, sama bunga, sama matahari, sama pagar...”

Ada satu lagi yang disukai Asma’ dan selalu ia geluti di hampir setiap hari. Selalu meminta kertas dan mengambil pulpen atau spidol atau alat tulis apapun untuk sekadar menulis sesuai keinginannya. Tak jarang ia meminta saya untuk menuliskan alif ba ta dalam bentuk dot to dot yang kemudian ia sempurnakan dengan goresannya. Masyaa Allah..

Melihat Asma’ yang antusias, maka sebagai ibu sudah sepantasnya mendampingi dan memfasilitasi keinginan anak. Memfasilitasi bukan harus membelikan kertas dan pulpen yang mahal. Tapi memfasilitasi bisa berupa apa-apa yang ada di sekitar kita bisa dimanfaatkan dalam proses menulis Asma’. Bersyukur alhamdulillaah, karena saya masih menyimpan berkas-berkas skripsi semasa revisi setahun lalu.

Tulisan Asma’ masih sebatas garis-garis yang kadang lurus, kadang meliuk-liuk, berputar, dan mencetak tangannya sendiri atau benda-benda sekitar, masyaa Allah.. Walau pada tulisan Asma’ hasilnya tetap terlihat coretan-coretan yang kami tak mengerti tapi tetap member apresiasi hasil karyanya dengan takjub. Kalau perlu, pujilah sepuas-puasnya dengan dibarengi kalimat thayyibah.

“Wuaaah, masyaa Allah.. Gambarnya bagus!”
“Keren, deh! Barakallaahu fiik, kakak..”
“Asma’ suka nulis? Nulis apa ini? Bagus masyaa Allah.. Ummi suka..”
“Waaah… Udah bisa buat huruf A-nya kakak Asma’ ya.. Masyaa Allah..”
“Alhamdulillaah, udah bisa nulis alif ba ta juga..”
dsb.

Tantangannya menghadapi Asma’ saat ini adalah saya yang tidak bisa sepenuhnya menemani aktivitas menulisnya. Menjadi PR besar bagi saya untuk selalu ada dan siap memenuhi keinginannya yang ‘mungkin’ bisa saja menjadi minat dan bakatnya kelak. Perlu konsistensi dan kesabaran bagi saya ketika melihat apa-apa yang menjadi keseharian Asma’. Semoga belum terlambat bagi saya untuk terus mendampingi Asma’ dan juga berlaku pada ‘Aisyah dan Afra’ nantinya, in syaa Allah.

#BasmahThariq
#Day6
#GameLevel2 
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst


[ Read More ]

24 Juli 2017

Belajar Tanpa Popok

Posted by bianglalabasmah at 7/24/2017 11:34:00 PM 0 comments
“Ayo ‘Aisyah, pipis di kamar mandi..” Ajak saya sambil menuntun ‘Aisyah, putri kedua kami yang sedang toilet training. “Lepas celananya dari kaki kiri ya.. Mana kaki kirinya ‘Aisyah?”

“Ini..” Jawab ‘Aisyah sambil menunjuk kaki kirinya dan melepas celananya yang sudah tanpa popok di tiga pekan belakangan ini.

“Betul.. Barakallaahu fiik, kakak ‘Aisyah yang udah gak pake popok lagi..” Puji saya sebelum masuk kamar mandi. “Baca doanya dulu, kakak.. Allaahumma innii a’udzubika minal khubutsi wal khabaa-its.. Kaki kiri dulu..” Tuntun saya lagi sampai ‘Aisyah masuk kamar mandi.

*

'Aisyah 2y2m
Selepas penyapihan kemarin, saya belum benar-benar ingin menargetkan secepat ini ‘Aisyah menjalani toilet training. Mengingat kehadiran Afra’ yang belum genap dua bulan saat itu. Berat rasanya menghadapi putri kami, 3A, yang notabene masih #BalitaBatitaBayi, masya Allah..

Berawal pada sebelum masuknya bulan Ramadhan, ‘Aisyah sudah mulai menunjukkan ketidaknyamanan dalam ber-popok. Saya pun sampaikan pada suami tentang kegelisahan ‘Aisyah dan mengenai saya yang belum benar-benar siap. Suami pun mengerti dan mencoba untuk menenangkan saya.

Setiap kali ‘Aisyah resah dipakaikan popok, saya hanya soundingkan saja untuk membuat ia lebih tenang dan lebih siap nantinya ketika benar-benar toilet training.

“Afwan, ‘Aisyah.. Setelah lebaran in syaa Allah udah gak pake popok lagi ya.. Pipis sama pupnya nanti di kamar mandi ya, nak..” Pesan saya setiap kali memakaikan popok ‘Aisyah.

‘Aisyah yang awalnya sempat beberapa kali menolak dipakaikan popok pada saat itu, setelah disounding, ia lebih tenang dan mengalah tepatnya. Alhamdulillah.

Setelah lebaran, saya masih disibukkan beberes setelah hampir sebulan meninggalkan rumah. Tentunya ini menjadikan saya belum bisa memenuhi permintaan ‘Aisyah secara tidak langsung. Hingga pada suatu sore hari, ‘Aisyah menangis sejadi-jadinya setelah ia mandi. Ia benar-benar menolak untuk dipakaikan popok. Saya awalnya membujuk setengah memaksa agar ia mau memakai popok, kasihan juga melihat ‘Aisyah. Saya pun akhirnya mengalah dan mengiyakan permintaannya.

“Benar ’Aisyah udah gak mau pakai popok?” Tanya saya meyakinkannya.
“Iyah..” Tegas ‘Aisyah.
“Jadi pipis sama pup di kamar mandi kan?”
“Iyah..” Tegas ‘Aisyah lagi membuat niat saya mantap.
“Kalau gitu, berdoa sama-sama ya.. Minta sama Allah..” Ajak saya pada ‘Aisyah yang masih baring di pangkuan saya. “Ya Allah, mudahkan ‘Aisyah untuk belajar lepas popok. Berikan kesabaran pada abi dan ummi menghadapi ‘Aisyah. Bismillaah tawakkaltu ‘alallaah wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah..” Bersama ‘Aisyah, kami  pun berdoa. *Serius lho ini, meski doa ini cukup familiar doa untuk keluar rumah, tapi saya membacakan doa ini pada permulaan toilet training ‘Aisyah. :D

Prinsip saya, ketika hendak melakukan sesuatu terutama untuk diri kita, terlebih kepada anak, maka sebaiknya memohon langsung kepada penciptanya, yaitu Allah. Secara tidak langsung ini bagian dari bentuk menanamkan tauhid pada anak, tentang makna tawakkal juga segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada siapa ia pantas meminta.

Selanjutnya, tahapan dari toilet training berdasarkan pengalaman Asma’ adalah benar-benar memakaikan celana saja tanpa penghalang sebagaimana saat ini sudah ada training pants, celana semi popok menurut saya. Namun training pants tsb sifatnya optional. Kalau saya, memilih men-skip dan langsung memakaikan celana saja. Jadi, di setiap setengah jam atau satu jam, saya akan mengajak ‘Aisyah ke kamar mandi untuk pipis. Tak lupa memantau dan mengecek ekspresi bila ada tanda-tanda ingin BAB alias pup. Hahaha..

Selain toilet training, tak lupa pula saya dan suami memperkenalkan, tepatnya selalu menyampaikan dan mengajarkan bagaimana adab ketika masuk dan keluar kamar mandi, posisi yang tepat ketika BAK atau BAB, sampai pada tata cara membersihkan atau mensucikan najis (maaf, seperti c*bok) yang sesuai sunnah Rasulullah. Kemudian menyampaikan bahwa ini adalah aurat yang harus dijaga dan gak boleh disentuh oleh siapapun selain ummi. Penyampaian pun disesuaikan dengan penguasaan bahasa anak. Jadi in syaa Allah tidak ada kesan sedang menggurui anak batita ^^

Alhamdulillah, bukti dari the power of du’a adalah toilet training part 2 ini *karena part 1 edisi Asma’* jauh lebih mudah. Saya pun benar-benar lebih santai menghadapi toilet training 'Aisyah meski riweuh di hampir setiap setengah jam atau sejam sekali harus bolak-balik ke kamar mandi menuntun ‘Aisyah. Tetap bersikap tenang ketika kejadiannya ‘Aisyah mengalami kebobolan pipis atau pup di celana. Serunya lagi, kemudahan itu juga hadir bersama Asma’ yang biasa jadi alarm, pengingat bagi saya ketika saya masih berjibaku di dapur atau sedang menyusui Afra’.

“Ummi, ‘Aisyah mau pipis..”
“Ummi, ‘Aisyah mau pup..”

Kemudian saya pun berhamburan ke arah ‘Aisyah dan segera mengangkatnya ke kamar mandi. Walau seringnya, alarm ini tetap ada jejak di lantai sebelum 'Aisyah terangkut masuk kamar mandi. Namun, alhamdulillah, sepertinya Allah memberi kesempatan kepada saya untuk rajin mengepel lantai rumah lebih sering lagi. :)

#BasmahThariq
#Day5 
#GameLevel2
#Tantangan10Hari 
#KuliahBunsayIIP 
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

[ Read More ]

23 Juli 2017

Asma' dan Buku

Posted by bianglalabasmah at 7/23/2017 11:55:00 PM 0 comments

Sambil menunggu abinya, ia sempatkan membaca buku
Kerap kali mendapati duo-A hafizhah kami seolah sedang membaca menikmati buku-buku bacaan yang kami siapkan. Saat saya sedang masak misalnya, atau sedang menyusui. Terdengar suara 'Aisyah dari luar dapur sedang menyebut beberapa huruf hijaiyyah. Sesekali ia terdengar sedang melantunkan ayat dari Al Qur'an walau belum jelas dari segi lafazhnya namun masyaa Allah wal hamdulillaah saya selalu terharu di moment yang seperti itu.

Seperti saat saya sedang menyusui Afra’, tetiba ‘Aisyah meminta saya untuk membacakan buku yang ia bawakan. Kadang saya penuhi. Tapi tak jarang pula saya tunda agar bisa membacakan bukunya lebih maksimal.

Tanpa saya duga, Asma’ yang alhamdulillah mulai memahami kondisi saya, ia yang akan membantu membacakan buku untuk adiknya, ‘Aisyah. Sekalipun Asma’ belum mengenal huruf apapun di usianya yang belum genap empat tahun. Ia hanya mengulang berdasarkan apa yang pernah saya bacakan padanya. Tepatnya, ia menceritakan berdasarkan gambar dan imajinasinya. Masyaa Allah…barakallahu fiikumaa dou-A Hafizhah kami..

Alhamdulillah, dapat kesempatan meng-handle 3AB (#Asma’AisyahAfra’ dalam kategori #BalitaBatitaBayi) yang rasanya se-su-a-tu-u-u-u itu dengan beragam tantangan rupanya membuat anak-anak bisa lebih mandiri.

Asma' sedang membacakan buku untuk duo-A adiknya
Asma' yang sejak berusia < 2 tahun begitu terlihat perkembangan terutama dari penguasaan literatur. Kemampuan me-review apa-apa yang ia dengar, kadang menjadi catatan bagi kami, untuk berhati-hati, memilah dan memilih kata yang tepat kepadanya. Alhamdulillah salah satu kesyukuran saya sampai detik ini karena di rumah tidak ada tv dan saya berusaha menimalisir gadget di hadapan anak. Sehingga sejauh ini pengaruh Asma' dalam bercerita apa saja masih terjaga. Bahkan mengaji pun bisa jadi cerita baginya. Masyaa Allah, ia benar-benar menyerap dan mampu mengulang banyak doa sehari-hari yang kadang hanya sepintas saya atau abinya lafazhkan saat mendampingi aktivitas anak.

Ditambah seringnya membacakan buku yang awalnya duo-A hafizhah sering melihat saya membaca buku. Kemudian berlanjut memutuskan memfasilitasi pada buku-buku anak yang rujukannya shahihAlhamdulillaah…

Kami pun masih dalam proses. Sehingga belajar tak sebatas jenjang bangku sekolah kemudian S1/S2/S3 dengan sederet gelar setelah nama kita. Anak-anak, kami pun butuh didekatkan pada warisan terindah, Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaii wa sallam. Semoga Allah tautkan hati kami pada dua warisan terindah tsb. Bukan pada yang lain.

Ketika melihat kemandirian Asma’ dalam hal membantu membacakan buku pada adiknya, justru menjadi penyemangat bagi saya untuk selalu mendampingi dalam membacakan buku pada anak-anak. Agar tetap ada bonding antara kami, selain ilmu yang tersampaikan dari buku tersebut dan bisa mengetahui sejauh mana penguasaan literatur anak ketika diajak berinteraksi bersama buku. 

#BasmahThariq
#Day4
#GameLevel2 
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

[ Read More ]

22 Juli 2017

Training Bobo Mandiri

Posted by bianglalabasmah at 7/22/2017 10:30:00 PM 0 comments
Asma': “Ummi, jangan tutup pintu kamar Asma' kalo Asma' bobo nah..”
Ummi: “Kenapa?
Asma’: “Nanti Asma' nangis.
Ummi: “Kenapa Asma' nangis?
Asma’: “Karena gak ada Ummi bobo dekat Asma'.”
Ummi: “Kan Asma' udah gede'. Bobonya sama 'Aisyah di kamar Asma'Aisyah.
Asma’: “Asma' mau sama Ummi juga.
Ummi: “Ummi cuma bisa temani Asma'Aisyah sampai bobo. Kan Asma'Aisyah dijaga Allah.
Asma’: “Asma' mau bobo sama Ummi juga..
Ummi: “Ummi kan ada kamarnya, sama abi.
Asma’: “Abi saja dijaga Allah.. Ummi sama Asma'.”
Ummi: “Iya, Asma'. Allah yang jaga Asma' Aisyah, juga jaga abi ummi. Tapi tidur di kamar masing-masing. Ummi gak tutup pintu kamar Asma'Aisyah. Ok!” (padahal saya udah speechless dan senyum-senyum sendiri dengar kepolosan Asma', masyaa Allah..)
*

Asma', 'Aisyah dan Afra' tidur di kamarnya
Hampir setahun lalu kami memulai training bobo mandiri ini pada anak-anak. Mulai dari memperkenalkan mana kamar anak-anak dan mana kamar abi ummu, menemani di jelang tidur dengan ‘ritual’ membacakan buku/bercerita dan men-talqin bacaan surah Al Qur’an dan berdoa, sampai hanya sebatas nge-ronda ketika anak terbangun dan mengembalikan anak-anak tidur di kamarnya.

Training bobo mandiri dimulai pada saat penyapihan ‘Aisyah yang saya mulai ketika hamil ketiga. Alhasil, menemani hanya sampai anak-anak tertidur. Tentu tetap menyampaikan bahwa Asma’Aisyah akan tidur tanpa abi dan ummi lagi di samping mereka. Bila ditanya kenapa? Jawabanya, karena Asma’ dan ‘Aisyah sudah besar. Sudah tidak mimik lagi. Dan ada adek dalam perut ummi (saat pengenalan training bobo mandiri)

Bagian dari kamar 3A Hafizhah :)
Perjalanan bobo mandiri pun berlangsung sampai putri ketiga lahir. Alhamdulillah, training yang berbilang bulanan ini sampai pada ujungnya. Duo-A hafizhah kami mulai tidur mandiri, setelah keduanya telah kami sapih. Walau tetap saja duo-A hafizhah ini ketika terbangun tengah malam memilih pindah ke kamar abi umminya. Tapi, dalam kondisi yang memungkinkan pun saya atau suami akan memboyong kembali ke kamar.

“Kalau terbangun tengah malam, cukup baca doa bismika allaahumma amuutu wa ahya, terus dan lanjut tutup mata ya, kakak. Supaya bisa bobo lagi.” Begitulah pesan saya pada Asma’Aisyah di hampir tiap malam jelang tidur mereka. Kemudian berikan kecupan sayang dan pelukan hangat pada mereka sebelum bobo. “Allah yang jaga kakak Asma’ dan kakak ‘Aisyah..”

Alhamdulillaah wa syukuurillaah, bila kita berazzam dalam kebaikan lalu bertawakkal, maka Allah mudahkan. Di mata kami, kemandirian dalam tidur ini pun menjadi satu bukti tentang duo-A hafizhah ini. Mereka belajar tumbuh. Semoga tumbuhnya bersama iman yang tertancap kuat dalam hati-hati kalian, anak shalehah hafizhah..

#BasmahThariq  
#Day3 
#GameLevel2
#Tantangan10Hari 
#KuliahBunsayIIP 
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst


[ Read More ]
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea