3 Juni 2020

Ramadhan Asma' di Fase Pra Tamyiz

Posted by bianglalabasmah at 6/03/2020 11:15:00 PM 0 comments

Bismillaah.. Sebenarnya ini tulisan tahun lalu. Namun, ingin saya sajikan di ruang blog ini untuk menjejakkan cerita Asma' dalam memulai puasa Ramadhan di fase Pra Tamyiz-nya. Tulisan ini pun sebenarnya sempat saya bagikan di akun instagram pada tahun lalu.
***

Alhamdulillah bi ni'matihi tatimmusshaalihat. Ramadhan 1440 H. Di mana kali pertama menemui Ramadhan bersama Asma' di usia 6 tahun. Tentunya, Ramadhan dari tahun ke tahun menjadi tempat berlatihnya jiwa raga dalam banyak ibadah untuk menemui bulan-bulan selanjutnya. Pengenalan dan penanaman dari salah satu rukun Islam, syariat berpuasa kepada Asma' dan disimak oleh kedua adiknya, 'Aisyah dan Afra'. Memulai dengan dirutinkan dan digaungkan dari bulan Sya'ban jelang bertemunya Ramadhan. Tentu pula, sejatinya pengenalan dan penanaman dimulai dari kami, orang tua, bagaimana melalui hari-hari hingga Allah mempertemukan kami di bulan suci Ramadhan membersamai ketiga putri kami. 

Lalu, kesempatan apa yang kami ingin tumbuhkan dari moment Ramadhan? Apakah membiarkan moment berbuka puasa menjadi yang paling berkesan kah? Atau membangunkan 'ruh' dari berjuangnya dalam berpuasa tersebut? Materi iman yang seperti apa yang ingin kami sampaikan kepada anak tentang Ramadhan ini?

"Ummi, saya haus. Mau minum." Keluh Asma' di jelang siang.

"Ummi, kenapa 'Aisyah sama Afra' makan biskuit? Saya juga mau.." Rengek Asma' lagi. Kadang godaan ingin berbuka selalu hadir dari kedua saudarinya yang belum berpuasa. Tentu menjadi ujian besar bagi Asma' yang sedang mencoba belajar puasa.

"Begitulah kakak, orang yang berpuasa. Bukan cuma menahan lapar. Tapi menahan apa yang kita mau." Jelas saya sambil mengusap-usap kening Asma'. "Ayo semangat! Kita sedang berjuang dengan berpuasa. Masih ada setengah jam lagi adzan dzuhur in syaa Allah." Lanjut saya menyemangati.

Ramadhan tahun ini, memang ia sendiri yang meminta sampai dzuhur. Dan kami sebagai orangtua, tentu memudahkan dengan memenuhi keinginan dalam berpuasanya. Alhamdulillaah, sejauh ini kami tidak mendapati hambatan dalam moment sahur. Pembiasaan dari sejak dini, bi idznillah, Allah mudahkan kami tuk bangun di awal waktu. Menemui sepertiga malam di setiap harinya, dan membiasakan kami dan anak untuk bisa hadir pada malam-malam yang senyap kala yang lain terlelap.

"Tapi saya mau makan biskuit." Lanjut Asma' dengan memulai tangisan yang mengejutkan saya.

"Iya, tapi Asma' lagi puasa. Gak ada apa-apanya biskuit dengan puasa Asma'. In syaa Allah ada kenikmatan yang Allah janjikan dengan amalan puasa." Saya pun tak menyerah dengan tangisan Asma'. "Ummi bisa saja kasih Asma' biskuit lebih banyak dari 'Aisyah Afra'. Tapi, Ummi gak bisa kasih nikmatnya orang yang berpuasa karena Allah yang akan balas. Sami'naa wa atha'naa. Kami dengar dan kami taati." Bujuk saya. Kemudian merangkul Asma', mencoba menguatkan niat berpuasanya hingga tangisnya mulai mereda.

"Kita sama-sama berjuang dengan puasa ini." Saya kembali mengkonfirmasi niat dan ikhtiarnya saat akan sahur. Dan mencoba menjelaskan betapa tak seberapanya perjuangan menahan lapar ini dengan orang-orang yang Allah taqdirkan berpuasa dan berbuka tanpa makanan. "Sabarkan Asma' ya Allaah.. sabarkan Asma' ya Allaah. Sampaikan puasa Asma' ini ya Allaah.." Saya mengusapkan dada Asma' yang sesekali masih terisak sambil terus berdoa dengan men-jahr-kan, memperdengarkan setiap apa yang saya butuhkan atas Asma', putri pertama kami yang sedang berjuang dalam memulai puasanya.

Masyaa Allah tabaarakallaah.. Mengawali mengenalkan anak berpuasa pun butuh perjuangan. Masih jatuh bangun. Kadang lurus dan mulus sampai berbuka di pilihannya di waktu dzuhur. Tapi seringnya ada saja kerikil-kerikil di perjalanan puasa ini.

Sesaat setelah adzan dzuhur berkumandangan, tampak wajah Asma' yang sumringah. "Alhamdulillaah Ummi, saya tadi puasa." Ucapnya lega dan penuh syukur karena telah tersampaikannya puasa, bi idznillah.


Hari-hari Ramadhan dilalui, sepulang suami dari berkantor, ketiga putri kami menyambutnya di depan pintu. Menyampaikan berita gembiranya masing-masing akan ikhtiar puasa di sepanjang harinya.


"Abi saya tadi puasa.." Sorak 'Aisyah gembira. (Maksudnya, menemani kakaknya yang sedang berpuasa sebenarnya. Karena ia memang belum paham secara utuh puasa.)

"'Aisyah tadi tidak puasa. Saya yang puasa. Terus waktu buka, Ummi kasih banyak biskuit." Lapor Asma' tak mau ketinggalan.

"Masyaa Allaah, barakallaahu fiikum. Alhamdulillaah Asma' puasa. 'Aisyah Afra' juga mau puasa nanti in syaa Allah." Sambut sang Abi senang. Memeluk ketiga putrinya sekaligus. "Tapi kalo puasa biasa gak minum 'Aisyah tuu (tuu dibaca: ku)." Koreksi Abu Asma' kepada 'Aisyah yang masih sempat minum di jelang berbuka.

"Ih.. Puasa juga namanya." 'Aisyah membela diri. "Besok lagi saya puasa nah Abi.. In syaa Allah." Kata 'Aisyah.

"Aamiin ya Allaah. Semoga Allah selalu berikan hidayah kepada putri-putrinya Abi. Boleh Abi terharu, 'Aisyah?" Puji dan doa yang sering Abu Asma' jahr-kan kepada putri-putrinya.

"Ayo Abi, siap-siap buka puasa. Ada kurma ta' sudah disiapkan sama Ummi." Ajak Asma'Aisyah, sambil menarik tangan Abinya.

"Masyaa Allah, alhamdulillaah.. Abi wudhu dulu kalo begitu."

Sejak awal, kami memang ber-azzam untuk tidak menyemarakkan berbuka puasa dengan sajian yang berlimpah. Es buah, gorengan dan teman-temannya jarang terhidang di meja makan kami. Kami hanya cukupkan kurma dan air minum. Mewakili sunnah yang diajarkan Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kesan yang ingin kami sampaikan pada anak-anak ketika berbuka adalah bahwa dengan segelas air dan kurma sudah lebih dari cukup. Bahkan janji Allah bagi yang berpuasa adalah kenikmatan yang dihadirkanNya saat berpuasa ketika tersampaikan puasa ini dan kelak kenikmatan ketika melihat wajah Allah di JannahNya. Maka menyederhanakan menu berbuka puasa, pun bagi yang berpuasa sampai Dzuhur bagi anak-anak atau kami yang sampai waktu maghrib.

Bukan berarti kami tak memberikan reward kepada Asma'  yang sedang berikhtiar berniat menjalankan puasa. Reward hanya apresiasi kami atas ikhtiarnya dalam menyambut syari'at ini dengan suka cita dan cinta kelak. Kami termasuk pantang umbar janji dan melarang keras kepada kakek nenek serta om tantenya Asma'. Sebab erat sekali dengan niat, sehingga seringnya menggaungkan segalanya karena Allah, "Puasa karena perintah Allah. Berjilbab karena perintah Allah. Shalatlah karena perintah Allah. Mengaji karena Allah." agar kelak merasa tak berat atas syari'at yang mereka jalani nanti.

Setelah rasa mahabbah (cinta) bersambut di usia jelang pra tamyiz, in syaa Allah ketika memulai di masa tamyiz nanti ada rasa khauf (takut) hadir atas izinNya bila memulai menjalani syari'at ini. Sehingga ada raja' (pengharapan) dari setiap syari'at yang kelak tumbuhkan ketika rasa mahabbah hadir dan dikawal secara baik di jelang masa tamyiz.

Oleh karenanya, Ramadhan butuh diikhtiarkan dengan banyak pengamalan dan pengawalan dari orangtua. Bukan sekadar puasa dan tarawih saja di dalamnya. Bukan pula dari semeriah dan sesemarak menu berbuka puasa. Ada banyak kesempatan yang sebenarnya perlu kita kenalkan kepada anak-anak agar terbangunnya 'ruhiyah' tsb. Mungkin bagi kami sebagai orangtua adalah membenahi amalan yang masih compang-camping. Memperbanyak ber-mulazamah dengan Al Qur'an, bersedekah, hingga dzikrullaah dan doa-doa yang dipanjatkan di banyak waktu mustajab di Ramadhan yang sering luput oleh sebagian orang. Serta meninggalkan kesia-siaan yang berujung lalainya beribadah.


Menumbuhkan fitrah iman anak butuh keteladanan yang nyata. Melalui teladan langsung dari orang terdekat. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam diri kami. Jika kami melakukan kelalaian ataupun keburukan (wal iyaadzu billaah), maka anak akan melihatnya itu 'baik'; secara sadar ataupun tidak. Begitupun ketika kami melakukan kebaikan, anak akan melihat baik. Dan semuanya akan terpatri pada mereka. Subhaanallaah. .

Maka apa yang ingin kita ikhtiarkan untuk menumbuhkan fitrah iman anak? Semoga Allah tunjukkan hidyaah kepada kami yang masih faqir ilmu terhadap agama ini dan kepada setiap kaum muslimin untuk menjadi baik di sisi Allah 'azza wa jalla. Memaksimalkan amalan Ramadhan dengan amalan baik tanpa berhenti setelah berlalunya Ramadhan. Allaahu a'lam.
[ Read More ]

30 Agustus 2019

Mengaji 'Cepat'

Posted by bianglalabasmah at 8/30/2019 03:16:00 PM 1 comments


Terhitung satu tahun untuk Asma' dalam menuntaskan Iqra' 3 ini. Lamaa? Untuk sebagian orang akan menjawab seperti itu.

Sebab selama ini kami tidak sedang membawa sekolah ke dalam rumah. Tapi menjadikan rumah menjadi tumbuhnya belajar anak-anak. Mau baca hanya sebaris, alhamdulillaah. Mau baca sekata juga alhamdulillaah. Hanya duduk baca doa majelis kemudian setor hafalan hadits juga sudah alhamdulillaah. Hanya mau baca doa sehari-hari juga sama, alhamdulillaah. Apalagi mau muraja'ah juz 29 dan 30 juga Ummi sudah sujud syukur alhamdulillaah. Semua kami lewati bersama. Mulai dari subuh, mengaji di Masjid bersama Abinya setelah shalat sampai waktu syuruq. Atau bersama saya, Umminya di waktu Ashar.

"Ummi, tadi saya ngaji iqra' sama Abi. Tapi cuma sebaris ji." Kata Asma' sepulang dari Masjid..
"Saya juga Ummi n(g)aji." Sambung 'Aisyah tak mau ketinggalan.
"Alhamdulillaah masyaa Allah.. Baarakallaahu fiikum nak.." Jawab saya dengan doa, sembari mengusap kepala Asma' dan adik-adiknya.

"Nanti in syaa Allah saya mau ngaji lagi sama Ummi nah.. Supaya cepat." Kata Asma' lagi.
"Saya juga Ummi." Sahut 'Aisyah lagi.
"Masyaa Allah. Iya, alhamdulillaah kalo mau ngaji." Kami sering mengklarifikasi tentang keinginan Asma'Aisyah yang ingin cepat menuntaskan baca Iqra' pada level tertentu. Tapi qadarullaah namanya anak-anak semangatnya naik turun.

Ada masa saya mendapati Asma' bersedih karena merasa 'lama' sekali di iqra' 3nya. "Ummi sama Abi gak pernah minta Asma' untuk bisa cepat baca nak. Ummi sama Abi sudah sangat senang dan bersyukur alhamdulillaah kalo sudah mengaji."

"Tapi kenapa saya lama sekali?" Tanya Asma' sambil berkaca-kaca. "Saya mau bisa baca Al Qur'an kayak Abi Ummi.."

Degh!! Mata saya pun berembun. Masyaa Allaah.. Saya pun diam sesaat menatap wajahnya.

"Kakak Asma'.. Pernah gak Ummi sama Abi minta Asma' ngajinya harus cepat?" Tanya saya sambil menggamit kedua tangannya.

Asma' menggeleng.

"Sama seperti sekarang. Ummi Abi gak pernah juga minta harus cepat. Abi Ummi gak butuh Asma' ngaji harus selesai cepat iqra'nya."

"Kenapa Ummi?" Tanya Asma' yg berkaca-kaca.

"Karena Abi Ummi bersyukur alhamdulillaah Asma' ngaji karena kemauan yang langsung dari Asma'. Semoga itu ngajinya karena Allah. Bukan karena Abi Ummi paksa atau minta. Tapi karena betul-betul rahmat dan taufiq dari Allah langsung ke Asma', 'Aisyah juga ke adek Afra' in syaa Allah." Jelas saya.
"Gak papa kalo lama Ummi?" Tanya Asma' lagi.
"Gak papa ji in syaa Allah kak.. Semoga proses yang lama ini Allah tidak hanya mampukan kakak Asma' mengaji iqra' saja. Tapi semoga Allah pahamkan juga Al Qur'an di hati kakak Asma', 'Aisyah dan Afra' nanti in syaa Allah."

"Hm... Kalo lama, bisa capek, Ummi.." Kata Asma' sambil membuka lembaran-lembaran iqra'nya yang masih jauh dari iqra' 6.
"Begitu memang kakak Asma'. Kalo berbuat baik itu gak selamanya enak. Kadang capek, kadang berat. Makanya harus niatnya karena Allah. Terus bismillaah, semangat dan berjuang. Diusahakan. Gak bisa hanya diliat-liat iqra'nya langsung bisa ngaji kan?"
"Tapi lama sekali kurasa." Kata Asma' lagi, matanya kembali berkaca-kaca.
"Gak papa nak. Itu namanya Asma' sedih karena Allah. Sedih karena merasa belum bisa baca Al Qur'an. Tapi in syaa Allah. Semoga Allah mudahkan kakak Asma'. Abi Ummi bantu dengan doa ya kak.." Jelas saya lagi yang kembali baper menyaksikan anak ini.

Benar adanya, menjaga fitrah anak itu butuh ilmunya. Tidak bisa modal menduga-duga. Tidak juga dengan merunut hasil survey dari barat. Tidak juga dengan kata-kata orang dulu yang konon meminum rendaman lembaran Al Qur'an. Tapi bi idznillaah, fitrah yang sejati telah mereka bawa sejak lahir.

Apalah saya yang masih faqir ilmu agama ini. Semoga Allah membimbing kami pada kebaikan, merawat fitrah anak yang Allah jadikan amanah bagi kami.

Saya memeluk Asma'. "Sabar ya kakak.. Baarakallaahu fiik. Semangat ngajinya."
"Ummi, kalo saya pintar mengaji in syaa Allah nanti saya yang ajar 'Aisyah sama Afra' naah.."
"Aamiin ya Allaah.. Semoga Allah mampukan kakak Asma' mengaji. Dipahamkan dalam ilmu dan Al Qur'an. Dan semoga Allah meninggikan adab-adab Asma' yang berilmu."
"Apa itu meninggikan adab-adab Ummi?" Tanya Asma' kembali.
"Kalo Asma' nanti Allah mampukan baca Iqra, pintar ngajinya in syaa Allah, jangan suka salahkan adik-adik ta' nah, sekalipun Asma' tau yang benar.. Misalnya kalo 'Aisyah belum betul cara baca iqra'nya, jangan dicela. Tapi bantu ingatkan ato kasih tau dengan baik supaya cara bacanya benar. Kita' mengerti maksud Ummi, kakak Asma'?"
"Iye Ummi." Kata Asma'. "Tapi kenapa sama kayak hadits yang gak boleh mencela makanan? Itu yang: maa 'aaba Rasuulullaahi shallallaahu 'alayhi wa sallam tha'aaman qaththa. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak mencela makanan."
"Iya, karena ada adabnya kak. Kalo Rasulullah saja liat makanan yg dianggap gak baik gak boleh dicela, apalagi kalo masih belajar ngaji."
"Baiknya itu Rasulullaah masyaa Allah. Kayak Ummi kah?"

"Rasulullaah sangat baiiiiik, kakak." Mata saya sembab. "Kalo Ummi masih banyak kurangnyalah. Afwan yah.."

"Kenapa pale Ummi kayak nangis?"
"Karena Ummi dan juga Abi mau banyak kebaikan Rasulullaah ada di kita'. Misal makannya duduk, pake tangan kanan, baca bismillaah itu kebaikan yang Nabi Muhammad contohkan."
"Sama tidak mencela makanan di'.." Sambung Asma' lagi.
"Iye.. baarakallaahu fiik." Saya mengecup kening Asma' yang masih saja terpaku dengan iqra'nya.

Mengedepankan adab. Itu yang ingin Abi Ummi sampaikan padamu. Karena betapa banyaknya orang berilmu, tapi begitu ringan lisannya menilai seseorang. Subhaanallaah.

Jadi teringat materi AKU kemarin, "Orang yang berilmu lebih susah ditundukkan hatinya karena merasa tinggi ilmunya." (Ust. Rafiq Hidayat, Lc)

[ Read More ]

29 Agustus 2019

Ajakan Shalat untuk Pre-Tamyiz

Posted by bianglalabasmah at 8/29/2019 01:47:00 PM 0 comments


"Ummi, saya gak mau shalat." Ujar 'Aisyah yang melewati saya selepas berwudhu' dan akan menunaikan shalat.


"Gak papa 'Aisyah." Sambutku santai. Kemudian membasuh wajah 'Aisyah dengan sisa-sisa wudhu' dari telapak tangan saya. "Semoga Allah senantiasa menjadikan 'Aisyah, kakak Asma', adek Afra' juga saudara-saudara ta' kalau ada nantinya, justru yang istiqamah menunaikan shalatnya sepanjang hidup. Aamiin ya Allaah.."

'Aisyah pun tersenyum dengan khasnya merasa didoakan untuk kebaikannya. Kemudian berlalu tanpa beban.

"Rabbij 'alnii muqiimash shalaah. Wa ming dzurriyyatii rabbanaa wa taqabbal du'aa.." Doa yang kerap saya jahr-kan setelah membaca doa seusai adzan.

Termasuk salah satu kasih sayang Allah terhadap anak adalah dibebaskannya mereka dari beban taklif di masa kecil mereka. Namun orangtua tetap bertanggung jawab agar tidak mengabaikan dan lalai terhadap anak-anak dan tidak menjerumuskan dari hal-hal yang tidak Allah ridhai.

Nilai-nilai yang kita tanamkan sejak dini berupa pengenalan dari amalan yang dilakukan oleh orangtuanya, sejauh mana kita dalam menjalankan amalan harian. Mendidik anak sejak dini dengan cara mengarahkan pada kebaikan, meluruskan bila ada yang salah (membiasakan yang benar bukan malah mem'benarkan yang sudah biasa'nya). Allaahu a'lam.


Semoga Allah membimbing kami, memberikan taufiq dan hidayah untuk kami setiap orangtua agar bisa mendidik anak-anak kami.

[ Read More ]

27 Agustus 2019

Dialog Iman

Posted by bianglalabasmah at 8/27/2019 02:00:00 PM 0 comments
'AisyahAfra' berebutan mainan yang membuat keduanya menangis cukup memekakan telinga. Karena sudah terbiasa, saya tetap tenang di meja makan sambil menyelesaikan makan malam. Sedang suami yang baru selesai cuci tangan menghampiri duoA yang masih istiqamah mempertahankan keinginannya. Subhaanallaah.

"Sini 'AisyahAfra'-ku karena Allaah." Merangkul kedua putrinya. "Sini, Abi persaudarakan kalian karena Allah. Ayo saling sayang karena Allah." Ucap Abu Asma' yg membuat saya dan Asma' yang menyaksikan adegan mereka tersenyum.

"Kalian bersaudara. Semoga Allah mempersaudarakan kalian dalam Islam." Setelah ucapan dan doa dari Abinya, Afra' secara spontan merangkul 'Aisyah meski 'Aisyah berusaha menghindari adiknya. Hanya hitungan detik, mereka kembali tertawa riang entah sebab apa. Masyaa Allaah.

Kadang saya sering berfikir hati anak-anak ini lembut, masyaa Allaah. Mudah rasanya mengajak mereka dalam kebaikan. Dialog iman yang sederhana saja membuat hati mereka menerima sepenuh hati. Maka menghindari kata cela di hadapan mereka, kalimat negatif dan tuduhan-tuduhan yang membuat jiwa mereka terluka. Bahkan untuk kata "malas, nakal, dll" tidak kami izinkan keluar dari lisan kami, saya dan suami.

Di saat anak mengeluh kata "tidak bisa" misal untuk memberesi mainan atau bukunya yang berserakan di mana-mana, kami mengupayakan tuk membangkitkan semangatnya dengan doa.

"In syaa Allah bisa. Semoga Allah yang mampukan. Ayo berusaha dulu. Kalo capek, boleh istirahat dulu. Nanti Ummi yang bantu kalo benar-benar capek." Rupanya, kalimat itu mudah membuat anak-anak mengerti dan menuntaskan tugasnya, bi idznillaah.

Contoh lain, ada pemulung depan rumah, kami membiarkan anak-anak melihat. Dan bbrapa pertanyaan muncul dari Asma'Aisyah atas keprihatinan mereka. "Ummi, apa dia bikin? Kenapa bajunya kotor?"

"Qadarullaah. Asma'AisyahAfra' bantu doakan. Semoga Allah berikan rezeki untuk ibu itu. Dia bekerja dengan caranya, menjemput rezekinya dengan halal in syaa Allah. Boleh bantu bersedekah dengan ibu itu." Saya/suami biasa menitipkan uang ke tangan mungil 3A dan menghampiri ibu tsb. Agar mereka belajar berbagi, belajar menggagas kebaikan dari apa yang mereka lihat. 

Ketidaksempurnaan tetap disuguhkan dlm kehidupan. Barangkali teori parenting sudah kami pelajari dan 'merasa' hafal di luar kepala. Tetapi, tetap ada saja tingkah anak yang tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan. Tantrum misalnya. Efek egosentris yang cukup kuat di usia ketiga putri kami masih di tahapan fase pre-tamyiz.

Ditambah semakin hari anak tumbuh dan ingin mengenal lingkungan luar, berinteraksi dengan keluarga, teman, dan tetangga. Ada saja kata-kata di luar kendali kami yg terserap dalam interaksi mereka. Mulai dari yang paling baik sampai yang buruk dalam kata, na'udzubillaah. Meski sepenuhnya mereka masih belum mengerti apa yang mereka ucapkan sejatinya. Dan menjadi PR kami untuk mengkonfirmasi setiap kata yang mereka ucapkan.

"Kakak paham apa yang kita' bilang?" Tanya saya suatu ketika. "Biarkan mereka bilang seperti itu, nak. Tidak untuk Asma', 'Aisyah, dan Afra'." Jelas kami mencoba menegosiasi.

"Kenapa Ummi?" Tanya Asma' dengan wajah polos tanpa beban.

"Karena Abi dan Ummi tidak pernah bilang seperti itu, apalagi untuk Asma', 'Aisyah, dan Afra'. Sebelum bicara, boleh tanya dulu ke Ummi ato Abi supaya kakak Asma' bicara yang baik atau diam kalo tidak mengerti. Ada hadits Rasulullah yang sudah kita' (kamu dalam bahasa bugis) hafal. Asma'Aisyah sangat hafal masyaa Allah."

"Yang Amsik 'alayka lisaanak itu Ummi? Jagalah mulutmu. Hadits riwayat At Tirmidzi." Asma'Aisyah mengingat hafalan haditsnya.

"Masih ada satu lagi kakak. Yang awalan mang kaa na." Saya mengingatkan kembali awalan hadits ttg perkataan.


"Mang kaana yu'minu billaahi walyaumil aakhir fal yaqul khaeran aw liyasmut. Barangsiapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam."

"Barakallaahu fiik nak.. Kita' tau hadits dan masyaa Allah sdh dihafal. Ummi Abi harapkan supaya bisa sama-sama diamalkan. Dijaga ucapan ta' (akhiran dari kata kita': anda/kamu)."

Semoga ikhtiar kami dlm dialog iman yg sederhana ini bisa mengantar pada setiap amal apa yang perlu dilakukan. Muaranya hanya pada Al Qur'an dan Sunnah yang menjadi warisan berharga, untuk generasi peradaban. Allahu a'lam.
[ Read More ]

31 Maret 2019

Membersamai dengan Al Quran

Posted by bianglalabasmah at 3/31/2019 10:36:00 PM 1 comments
Sejujurnya saya menyukai semua pekerjaan di ranah domestik, apapun itu. Mungkin karena background Mama saya yang menekuni hampir semua pekerjaan tsb tanpa ART pada saat kami masih kecil dahulu. Mulai dari masak, mencuci dan proses menjemur-menyetrika dan melipat, serta tak luput mendidik, mengenalkan huruf hijaiyyah, bahkan calistung. Sehingga kami dari ke-tujuh bersaudara, hanya satu saudara kami yang melewati bangku TK, selebihnya langsung masuk SD. Masyaa Allaah tabarakallah, Ma! Barakallaahu fiik~

Pada tahap saya berkiprah di rumah tangga pun tak jauh seperti Mama. Cita-cita yang terpatri sejak dulu, ingin seperti Mama, atas izin Allah alhamdulillaah. Dan yang tak pernah saya lupa dari seorang Mama adalah beliau tidak pernah meninggalkan waktu membaca Al Qur'annya kecuali saat berhalangan. Masyaa Allah.

Menjadi jawaban ketika saya pun merasa butuh dengan Al Qur'an. Saya yang masih butuh bimbingan, masih faqir ilmu Islam, tentu ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anak. Meski diri ini masih jauh dari kata baik dan sempurna.

Mencoba pada suatu hal yang menjadi kebutuhan kita, sejatinya. Yaitu mengatur waktu kita untuk Al Qur'an, niscaya Allah akan mengaturkan waktu untuk kita.

Seberapa banyak kita menyempatkan bersama Al Qur'an, seberapa banyak pula hajat kita dimudahkan oleh Allah. Hajat seperti apa? Saya begitu merasakan bagaimana pekerjaan di ranah domestik bisa terselesaikan tanpa ART secara tuntas, bi idznillah.

Sejak kehamilan ketiga, saya meng-azzam-kan diri untuk bisa memperbanyak interaksi bersama Al Qur'an. Merutinkan kembali one day one juz dan diet gadget di hadapan duo-A hafizhah. Alhamdulillah atas izin Allah, Asma'Aisyah secara perlahan baik saya sadari maupun tidak, mereka mengingat banyak bacaan dari Al Qur'an, masyaa Allah. Belakangan saya menyadari Asma' sudah hafal Surah Al Kahfi tanpa saya talqin dengan sengaja. 'Aisyah dengan 20 ayat pertama pada surah Maryam-nya. Sedang yang kami rutinkan pada Duo-A hafizhah baru juz 30 dan kini mereka tengah menyempurnakan juz 29. Alhamdulillah wa Masyaa Allah tabarakallah. Maka nikmat Tuhan yang manakah kamu ragukan?

Kami lakukan di hampir setiap waktu. Men-talqin dan mengajak muraja'ah secara bertahap. Tentunya, saya dan suami melihat mood duo-A hafizhah kami. Bila mereka enggan, kami tak memaksa. Tapi, seringnya kami dapati, Asma'Aisyah selalu meminta untuk mengaji bila jelang tidur di pagi dan malam hari.

Maka mulailah hari bersama Al Qur'an dengan memperbanyak bermulazamah bersama Al Qur'an ketimbang gadget. Adapun pekerjaan di ranah domestik akan menjadi sangat menyenangkan dan dijalankan dengan santai in syaa Allah.

[ Read More ]

22 Maret 2019

Pre-Tamyiz (Part 2)

Posted by bianglalabasmah at 3/22/2019 04:45:00 PM 0 comments
Pada usia 0-7 tahun perlunya membersamai mereka dengan kalimat thayyibah dan menahan kata-kata yang tentunya tidak dikehendaki.

Setiap tantrum, atau enggan menuruti permintaan kami misalnya, kalimat thayyibah inilah menjadi pengantar untuk menenangkan mereka. "Semoga Allah kasih hidayah ke 'Aisyah ya,  supaya 'Aisyah mau sikat gigi lagi." Ucap suami kala membujuk 'Aisyah suatu malam. Namun 'Aisyah tetap enggan karena mengantuk dan lelah, jelasnya.

Saya pun memandangi anak dan abinya dengan seksama. Selalu terpana dengan kata 'ajaib' untuk membujuk putrinya. "Jazaakallaahu khaer Abu Asma'. Barakallaahu fiikum." Ucap saya kepada suami, wujud syukur dan terima kasih yang hanya bisa selalu saya sampaikan berulang di setiap kesempatan dan di semua aktifitas bersama kepada suami, sang qawwam (pemimpin), kepala sekolah, partener, pembimbing, dll.


Di lain waktu,"Ummi, saya besok mau memanah lagi ya. Kalo bangun, shalat subuh, saya mau panahan sama abi." Kata Asma' sebelum tidur.

"Iya. In syaa Allah. Kalo gitu, bilang apa juga kakak?" Tanya saya mengingatkan sesuatu.

"In syaa Allah, ummi." Jawab Asma', seperti yang memang kami harapkan.
"Barakallaahu fiik, nak." Puji dan doa saya sambil mengusap ubun-ubunya.

Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan baik serta doa yang biasa kami saling berikan kepada anak dan pasangan di setiap waktu.

Kalimat thayyibah, perkataan baik yang perlu disisipkan di setiap kejadian agar bisa tetap mengikatkan hatinya kepada Allah dan terjaga fitrahnya. Salah satu bagian dari menanamkan iman. Menanamkannya perlu dengan proses men-talqin (pengucapan), mengenalkannya perlu pembiasaan, diingatkan selalu, dan diamalkan oleh orangtua terlebih dahulu secara konsisten. Agar tumbuh seiring waktu bersama amalan baik yang menjaga fitrah imannya.

Berharap agar rahmat, taufiq, dan bimbingan Allah selalu hadir bersama kita dan anak-anak kita. Maka semua dimulai dari perkataan kita. Allahu A’lam. (Bersambung)


#imansebelumquran
#adabsebelumilmu
#fasepretamyiz
[ Read More ]

21 Februari 2019

Pre-Tamyiz (Part 1)

Posted by bianglalabasmah at 2/21/2019 09:31:00 AM 0 comments
Tulisan ini pernah saya posted di akun instagram saya @basmahthariq sebulan yang lalu. Hanya kali ini saya sedang kangen dengan blogging, ingin merapikan dan merepost sebagian tulisan saya dari instagram.

***

"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi."

Semoga kita bagian dari orang yang sangat familiar dengan hadits ini. Mampu meresapi, bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (bermakna suci, pembawaan sejak lahir yang belum ada pengaruh buruk apapun).

Adapun fitrah di atas Islam adalah setiap kita ketika masih di dalam kandungan, telah bersaksi di hadapan Allah secara langsung, sebagaimana dalam surah Al A'raf: 172, "Alastu bi rabbikum. Qaaluu balaa syahidnaa" ~~“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”

Sederhananya, ponsel yang kita miliki, jauh sebelum kita beli telah disiapkan aplikasi-aplikasi yang akan menunjang dari penggunaan ponsel tsb. Sisa kita, mau menggunakannya atau tidak.

Seperti itulah kita manusia, yang perlu diupayakan adalah tetap dalam fitrah, hingga kembali menemuiNya. Dan tugas kita sebagai orang tua yang Allah titipkan berupa anak, diharapkan mengupayakan dalam menginstall iman mereka terlebih dahulu bukan yang lain.

Man Rabbuk? Siapa Tuhanmu?
Maa diinuk? Apa Agamamu?
Man Nabiyyuk? Siapa Nabimu?

Mengenalkan ushul tsalaatsah, tiga landasan utama inilah yang perlu disajikan ke dalam kehidupan anak pre-tamyiz (0-7 tahun). Bermula dari bagaimana orang tua menyajikan sendiri. Berupa pemahaman 'ilmu' yang tentunya diamalkan. Melalui pengamalan ini mengiringi kepada pengenalan, penanaman, dan pembiasaan secara berulang kepada anak setiap hari.

Penyajian dalam bentuk dialog iman kepada anak pun dibutuhkan. Tentu penyampaian disesuaikan dengan penguasaan literatur anak.

Sering mendapati orang tua berharap anaknya bisa shaleh/shalehah, hal sepele seperti kalimat thayyibah dilupakan. Lupa mengucapkan alhamdulillaah, masyaa Allah, astaghfirullaah, subhaanallaah, innaalillaah dan masih banyak lagi bentuk dzikrullaah pada setiap perkataan yang sangat berkaitan apa yang tengah kita dialami.

Dari kalimat thayyibah bermula, anak sedikit demi sedikit akan bertanya, Siapa Allah? Kenapa harus alhamdulillah Ummi? Kenapa bilang innaalillaah? Kenapa beristighfar astaghfirullah begitu? Kenapa qadarullaah Ummi? Kenapa syafaakillah? Kenapa dadah-dadah diganti fii amaanillaah? Apa itu barakallaahu fiik? Kenapa kalo ketemu  ato nelpon bilangnya Assalamu'alaikum, bukan halo?

Pertanyaan sederhana pada perkenalan  Rabb (Tuhan) juga mengarah kepada ad-Diin (Agama). Dan masyaa Allah ketika setiap orangtua mampu menguraikannya. Saya dan suami sering takjub dan terharu yang tak terhingga ketika mendapati banyak hal dari fitrah imannya anak yang sejatinya ada tertanam di hati mereka. Sisa kita, mau menumbuhkan atau tidak.


"Ihfazhillaaha yahfazhka, ihfazhillaaha tajidhu tujaahaka. 
Jagalah (agama) Allah niscaya Allah akan menjagamu, 
jagalah (agama) Allah niscaya kamu dapati Dia dihadapanmu. 
Hadits riwayat At Tirmidzi, hadits Hasan Shahih."

Beginilah Asma'Aisyah kala sedang muraja'ah hadits. 1 hadits 1 bulan yang kami terapkan. Meski pada progress mereka, 1 hadits bisa dihafal hanya memakan waktu 3 hari saja. Bahkan meminta hadits tambahan untuk mereka hafal. 

"Ummi, tambah lagi haditsnya." Pinta Asma'Aisyah ketika mereka sudah hafal dengan hadits tsb. 

"Haditsnya untuk diamalkan kakak. Biar lebih berberkah, in syaa Allah." Jelas saya setiap permintaan mereka tambahan hadits.

"Kenapa Ummi?" Tanya Asma'Aisyah yang hampir berbarengan.

"Saya mau hadits lagi." Ujar 'Aisyah seperti biasanya.

"Ya gak papa. Supaya lebih mantap aja in syaa Allah." Ucap saya sambil mengacungkan jempol di hadapan kedua wajah mungil nan shalehah tsb.

Namanya anak-anak, semangatnya luar biasa. Masyaa Allah. Kadang saya harus banyak bersyukur atas kelelahan yang sering menghampiri diri. Lelah yang tak seberapa rupanya.


Terbayang hadits-hadits tsb seperti menumbuhkan fitrah iman mereka. Saya gak perlu bersusah payah semestinya mengeluarkan beribu kata untuk menyampaikan nasehat kepada anak-anak. Melalui hadits yang saya kenalkan kepada Asma'Aisyah, alhamdulillaah bi idznillaah, di sanalah mereka mendapatkan ibrah (pelajaran). Sungguh, agama ini begitu sempurnanya. Sebaris hadist yang tak seberapa jumlah kata, pesannya tersampaikan langsung. Menancap in syaa Allah ke hati seiring ditumbuhkan, diingatkan, dan diamalkan pada anak-anak. Dan tentu ketika orangtua bisa menjadi teladan.

Melalui hadits yang satu per satu diperkenalkan, bi idznillaah, saya menyadari bagaimana pengenalan dan penambahan kosa kata baru kepada anak-anak. Menjelaskan dan mendeskripsikan bentuk pengamalannya. Sampai masuk ke ranah iman dan adab. Bagaimana bentuk penjagaan kita kepada Allah misalnya, dan masih banyak lagi.

Anakku, sebagaimana doa yang Abi Ummi kenalkan padamu. Doa untuk selalu diberikan petunjuk, ketaqwaan, kesucian diri, dan kekayaan jiwa. Allaahu a'lam.


#imansebelumquran
#adabsebelumilmu
#fasepretamyiz
[ Read More ]
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea