30 Agustus 2019

Mengaji 'Cepat'

Posted by bianglalabasmah at 8/30/2019 03:16:00 PM 1 comments


Terhitung satu tahun untuk Asma' dalam menuntaskan Iqra' 3 ini. Lamaa? Untuk sebagian orang akan menjawab seperti itu.

Sebab selama ini kami tidak sedang membawa sekolah ke dalam rumah. Tapi menjadikan rumah menjadi tumbuhnya belajar anak-anak. Mau baca hanya sebaris, alhamdulillaah. Mau baca sekata juga alhamdulillaah. Hanya duduk baca doa majelis kemudian setor hafalan hadits juga sudah alhamdulillaah. Hanya mau baca doa sehari-hari juga sama, alhamdulillaah. Apalagi mau muraja'ah juz 29 dan 30 juga Ummi sudah sujud syukur alhamdulillaah. Semua kami lewati bersama. Mulai dari subuh, mengaji di Masjid bersama Abinya setelah shalat sampai waktu syuruq. Atau bersama saya, Umminya di waktu Ashar.

"Ummi, tadi saya ngaji iqra' sama Abi. Tapi cuma sebaris ji." Kata Asma' sepulang dari Masjid..
"Saya juga Ummi n(g)aji." Sambung 'Aisyah tak mau ketinggalan.
"Alhamdulillaah masyaa Allah.. Baarakallaahu fiikum nak.." Jawab saya dengan doa, sembari mengusap kepala Asma' dan adik-adiknya.

"Nanti in syaa Allah saya mau ngaji lagi sama Ummi nah.. Supaya cepat." Kata Asma' lagi.
"Saya juga Ummi." Sahut 'Aisyah lagi.
"Masyaa Allah. Iya, alhamdulillaah kalo mau ngaji." Kami sering mengklarifikasi tentang keinginan Asma'Aisyah yang ingin cepat menuntaskan baca Iqra' pada level tertentu. Tapi qadarullaah namanya anak-anak semangatnya naik turun.

Ada masa saya mendapati Asma' bersedih karena merasa 'lama' sekali di iqra' 3nya. "Ummi sama Abi gak pernah minta Asma' untuk bisa cepat baca nak. Ummi sama Abi sudah sangat senang dan bersyukur alhamdulillaah kalo sudah mengaji."

"Tapi kenapa saya lama sekali?" Tanya Asma' sambil berkaca-kaca. "Saya mau bisa baca Al Qur'an kayak Abi Ummi.."

Degh!! Mata saya pun berembun. Masyaa Allaah.. Saya pun diam sesaat menatap wajahnya.

"Kakak Asma'.. Pernah gak Ummi sama Abi minta Asma' ngajinya harus cepat?" Tanya saya sambil menggamit kedua tangannya.

Asma' menggeleng.

"Sama seperti sekarang. Ummi Abi gak pernah juga minta harus cepat. Abi Ummi gak butuh Asma' ngaji harus selesai cepat iqra'nya."

"Kenapa Ummi?" Tanya Asma' yg berkaca-kaca.

"Karena Abi Ummi bersyukur alhamdulillaah Asma' ngaji karena kemauan yang langsung dari Asma'. Semoga itu ngajinya karena Allah. Bukan karena Abi Ummi paksa atau minta. Tapi karena betul-betul rahmat dan taufiq dari Allah langsung ke Asma', 'Aisyah juga ke adek Afra' in syaa Allah." Jelas saya.
"Gak papa kalo lama Ummi?" Tanya Asma' lagi.
"Gak papa ji in syaa Allah kak.. Semoga proses yang lama ini Allah tidak hanya mampukan kakak Asma' mengaji iqra' saja. Tapi semoga Allah pahamkan juga Al Qur'an di hati kakak Asma', 'Aisyah dan Afra' nanti in syaa Allah."

"Hm... Kalo lama, bisa capek, Ummi.." Kata Asma' sambil membuka lembaran-lembaran iqra'nya yang masih jauh dari iqra' 6.
"Begitu memang kakak Asma'. Kalo berbuat baik itu gak selamanya enak. Kadang capek, kadang berat. Makanya harus niatnya karena Allah. Terus bismillaah, semangat dan berjuang. Diusahakan. Gak bisa hanya diliat-liat iqra'nya langsung bisa ngaji kan?"
"Tapi lama sekali kurasa." Kata Asma' lagi, matanya kembali berkaca-kaca.
"Gak papa nak. Itu namanya Asma' sedih karena Allah. Sedih karena merasa belum bisa baca Al Qur'an. Tapi in syaa Allah. Semoga Allah mudahkan kakak Asma'. Abi Ummi bantu dengan doa ya kak.." Jelas saya lagi yang kembali baper menyaksikan anak ini.

Benar adanya, menjaga fitrah anak itu butuh ilmunya. Tidak bisa modal menduga-duga. Tidak juga dengan merunut hasil survey dari barat. Tidak juga dengan kata-kata orang dulu yang konon meminum rendaman lembaran Al Qur'an. Tapi bi idznillaah, fitrah yang sejati telah mereka bawa sejak lahir.

Apalah saya yang masih faqir ilmu agama ini. Semoga Allah membimbing kami pada kebaikan, merawat fitrah anak yang Allah jadikan amanah bagi kami.

Saya memeluk Asma'. "Sabar ya kakak.. Baarakallaahu fiik. Semangat ngajinya."
"Ummi, kalo saya pintar mengaji in syaa Allah nanti saya yang ajar 'Aisyah sama Afra' naah.."
"Aamiin ya Allaah.. Semoga Allah mampukan kakak Asma' mengaji. Dipahamkan dalam ilmu dan Al Qur'an. Dan semoga Allah meninggikan adab-adab Asma' yang berilmu."
"Apa itu meninggikan adab-adab Ummi?" Tanya Asma' kembali.
"Kalo Asma' nanti Allah mampukan baca Iqra, pintar ngajinya in syaa Allah, jangan suka salahkan adik-adik ta' nah, sekalipun Asma' tau yang benar.. Misalnya kalo 'Aisyah belum betul cara baca iqra'nya, jangan dicela. Tapi bantu ingatkan ato kasih tau dengan baik supaya cara bacanya benar. Kita' mengerti maksud Ummi, kakak Asma'?"
"Iye Ummi." Kata Asma'. "Tapi kenapa sama kayak hadits yang gak boleh mencela makanan? Itu yang: maa 'aaba Rasuulullaahi shallallaahu 'alayhi wa sallam tha'aaman qaththa. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak mencela makanan."
"Iya, karena ada adabnya kak. Kalo Rasulullah saja liat makanan yg dianggap gak baik gak boleh dicela, apalagi kalo masih belajar ngaji."
"Baiknya itu Rasulullaah masyaa Allah. Kayak Ummi kah?"

"Rasulullaah sangat baiiiiik, kakak." Mata saya sembab. "Kalo Ummi masih banyak kurangnyalah. Afwan yah.."

"Kenapa pale Ummi kayak nangis?"
"Karena Ummi dan juga Abi mau banyak kebaikan Rasulullaah ada di kita'. Misal makannya duduk, pake tangan kanan, baca bismillaah itu kebaikan yang Nabi Muhammad contohkan."
"Sama tidak mencela makanan di'.." Sambung Asma' lagi.
"Iye.. baarakallaahu fiik." Saya mengecup kening Asma' yang masih saja terpaku dengan iqra'nya.

Mengedepankan adab. Itu yang ingin Abi Ummi sampaikan padamu. Karena betapa banyaknya orang berilmu, tapi begitu ringan lisannya menilai seseorang. Subhaanallaah.

Jadi teringat materi AKU kemarin, "Orang yang berilmu lebih susah ditundukkan hatinya karena merasa tinggi ilmunya." (Ust. Rafiq Hidayat, Lc)

[ Read More ]

29 Agustus 2019

Ajakan Shalat untuk Pre-Tamyiz

Posted by bianglalabasmah at 8/29/2019 01:47:00 PM 0 comments


"Ummi, saya gak mau shalat." Ujar 'Aisyah yang melewati saya selepas berwudhu' dan akan menunaikan shalat.


"Gak papa 'Aisyah." Sambutku santai. Kemudian membasuh wajah 'Aisyah dengan sisa-sisa wudhu' dari telapak tangan saya. "Semoga Allah senantiasa menjadikan 'Aisyah, kakak Asma', adek Afra' juga saudara-saudara ta' kalau ada nantinya, justru yang istiqamah menunaikan shalatnya sepanjang hidup. Aamiin ya Allaah.."

'Aisyah pun tersenyum dengan khasnya merasa didoakan untuk kebaikannya. Kemudian berlalu tanpa beban.

"Rabbij 'alnii muqiimash shalaah. Wa ming dzurriyyatii rabbanaa wa taqabbal du'aa.." Doa yang kerap saya jahr-kan setelah membaca doa seusai adzan.

Termasuk salah satu kasih sayang Allah terhadap anak adalah dibebaskannya mereka dari beban taklif di masa kecil mereka. Namun orangtua tetap bertanggung jawab agar tidak mengabaikan dan lalai terhadap anak-anak dan tidak menjerumuskan dari hal-hal yang tidak Allah ridhai.

Nilai-nilai yang kita tanamkan sejak dini berupa pengenalan dari amalan yang dilakukan oleh orangtuanya, sejauh mana kita dalam menjalankan amalan harian. Mendidik anak sejak dini dengan cara mengarahkan pada kebaikan, meluruskan bila ada yang salah (membiasakan yang benar bukan malah mem'benarkan yang sudah biasa'nya). Allaahu a'lam.


Semoga Allah membimbing kami, memberikan taufiq dan hidayah untuk kami setiap orangtua agar bisa mendidik anak-anak kami.

[ Read More ]

27 Agustus 2019

Dialog Iman

Posted by bianglalabasmah at 8/27/2019 02:00:00 PM 0 comments
'AisyahAfra' berebutan mainan yang membuat keduanya menangis cukup memekakan telinga. Karena sudah terbiasa, saya tetap tenang di meja makan sambil menyelesaikan makan malam. Sedang suami yang baru selesai cuci tangan menghampiri duoA yang masih istiqamah mempertahankan keinginannya. Subhaanallaah.

"Sini 'AisyahAfra'-ku karena Allaah." Merangkul kedua putrinya. "Sini, Abi persaudarakan kalian karena Allah. Ayo saling sayang karena Allah." Ucap Abu Asma' yg membuat saya dan Asma' yang menyaksikan adegan mereka tersenyum.

"Kalian bersaudara. Semoga Allah mempersaudarakan kalian dalam Islam." Setelah ucapan dan doa dari Abinya, Afra' secara spontan merangkul 'Aisyah meski 'Aisyah berusaha menghindari adiknya. Hanya hitungan detik, mereka kembali tertawa riang entah sebab apa. Masyaa Allaah.

Kadang saya sering berfikir hati anak-anak ini lembut, masyaa Allaah. Mudah rasanya mengajak mereka dalam kebaikan. Dialog iman yang sederhana saja membuat hati mereka menerima sepenuh hati. Maka menghindari kata cela di hadapan mereka, kalimat negatif dan tuduhan-tuduhan yang membuat jiwa mereka terluka. Bahkan untuk kata "malas, nakal, dll" tidak kami izinkan keluar dari lisan kami, saya dan suami.

Di saat anak mengeluh kata "tidak bisa" misal untuk memberesi mainan atau bukunya yang berserakan di mana-mana, kami mengupayakan tuk membangkitkan semangatnya dengan doa.

"In syaa Allah bisa. Semoga Allah yang mampukan. Ayo berusaha dulu. Kalo capek, boleh istirahat dulu. Nanti Ummi yang bantu kalo benar-benar capek." Rupanya, kalimat itu mudah membuat anak-anak mengerti dan menuntaskan tugasnya, bi idznillaah.

Contoh lain, ada pemulung depan rumah, kami membiarkan anak-anak melihat. Dan bbrapa pertanyaan muncul dari Asma'Aisyah atas keprihatinan mereka. "Ummi, apa dia bikin? Kenapa bajunya kotor?"

"Qadarullaah. Asma'AisyahAfra' bantu doakan. Semoga Allah berikan rezeki untuk ibu itu. Dia bekerja dengan caranya, menjemput rezekinya dengan halal in syaa Allah. Boleh bantu bersedekah dengan ibu itu." Saya/suami biasa menitipkan uang ke tangan mungil 3A dan menghampiri ibu tsb. Agar mereka belajar berbagi, belajar menggagas kebaikan dari apa yang mereka lihat. 

Ketidaksempurnaan tetap disuguhkan dlm kehidupan. Barangkali teori parenting sudah kami pelajari dan 'merasa' hafal di luar kepala. Tetapi, tetap ada saja tingkah anak yang tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan. Tantrum misalnya. Efek egosentris yang cukup kuat di usia ketiga putri kami masih di tahapan fase pre-tamyiz.

Ditambah semakin hari anak tumbuh dan ingin mengenal lingkungan luar, berinteraksi dengan keluarga, teman, dan tetangga. Ada saja kata-kata di luar kendali kami yg terserap dalam interaksi mereka. Mulai dari yang paling baik sampai yang buruk dalam kata, na'udzubillaah. Meski sepenuhnya mereka masih belum mengerti apa yang mereka ucapkan sejatinya. Dan menjadi PR kami untuk mengkonfirmasi setiap kata yang mereka ucapkan.

"Kakak paham apa yang kita' bilang?" Tanya saya suatu ketika. "Biarkan mereka bilang seperti itu, nak. Tidak untuk Asma', 'Aisyah, dan Afra'." Jelas kami mencoba menegosiasi.

"Kenapa Ummi?" Tanya Asma' dengan wajah polos tanpa beban.

"Karena Abi dan Ummi tidak pernah bilang seperti itu, apalagi untuk Asma', 'Aisyah, dan Afra'. Sebelum bicara, boleh tanya dulu ke Ummi ato Abi supaya kakak Asma' bicara yang baik atau diam kalo tidak mengerti. Ada hadits Rasulullah yang sudah kita' (kamu dalam bahasa bugis) hafal. Asma'Aisyah sangat hafal masyaa Allah."

"Yang Amsik 'alayka lisaanak itu Ummi? Jagalah mulutmu. Hadits riwayat At Tirmidzi." Asma'Aisyah mengingat hafalan haditsnya.

"Masih ada satu lagi kakak. Yang awalan mang kaa na." Saya mengingatkan kembali awalan hadits ttg perkataan.


"Mang kaana yu'minu billaahi walyaumil aakhir fal yaqul khaeran aw liyasmut. Barangsiapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam."

"Barakallaahu fiik nak.. Kita' tau hadits dan masyaa Allah sdh dihafal. Ummi Abi harapkan supaya bisa sama-sama diamalkan. Dijaga ucapan ta' (akhiran dari kata kita': anda/kamu)."

Semoga ikhtiar kami dlm dialog iman yg sederhana ini bisa mengantar pada setiap amal apa yang perlu dilakukan. Muaranya hanya pada Al Qur'an dan Sunnah yang menjadi warisan berharga, untuk generasi peradaban. Allahu a'lam.
[ Read More ]
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea