24 Desember 2011

Waktu..

Posted by bianglalabasmah at 12/24/2011 11:30:00 PM 21 comments

Seiring perjalanan panjang ini masih dilalui, maka semakin banyak saja yang akan ditemui. Di sana, ada rentangan waktu yang sebaiknya ditelusuri seksama. Aku, kau, dia, dan mereka..

Yah, rentangan waktu itu yang mengutuhkan cerita. Begitu kata banyak orang. Waktu, yang kerap kali terabai karena kita terlalu digerus oleh rasa, emosi, atau entah apa namanya yang selalu saja ingin berpihak pada kita.

Tapi, waktu telah mengiring kita pada tiap detik-detik yang fungsional. Waktu telah menghadirkan kita dalam cerita yang tak sedikit. Waktu, telah mensinyalirkan pada banyak bentuk. Pun waktu telah mengajarkan arti dari setiap yang berlalu untuk yang akan ada.

Membangun dan atau mengembalikan kesemuanya yang hampir usang pun hanyalah karena ingin keutuhan dari cerita. Dan, kita sama-sama ingin memampukan diri-diri ini mendapat keutuhan cerita itu dariNya melalui waktu. Bukankah begitu?

Setidaknya, berdamailah dengannya waktu. Karena bersamanya yang masih bergulir, memperlihatkan kita pada kehidupan..


Karena waktu,
 benar-benar membuatku tersipu olehNya...
[ Read More ]

16 Desember 2011

[Tulisan Berantai] 11-11-11

Posted by bianglalabasmah at 12/16/2011 12:34:00 AM 18 comments

Bismillah…
Subhanallah… Tulisan berantai edisi ke-3 super bombastis dan fantastis dari Bu Maya kembali memenuhi ruang blog ini.. Kembali menerka dan mengira tulisan mengenai almanak 11-11-11 yang sempat menoreh sejuta cerita di kolong bumi ini.

Lantas, 11-11-11 ini ternyata tiga rantai yang berjumlah 11. Sebagaimana yang telah tertera di blog bu guru Maya dan aku hanya ingin menyalin tempel saja ya.. ~Bu guru, izin ya salin tempelnya… : Pertama, menuliskan 11 hal tentang diri sendiri. Kedua, menjawab 11 pertanyaan yang diajukan oleh blogger yang memberikan tulisan berantai ini. Ketiga, membuat 11 pertanyaan untuk dilemparkan lagi kepada 11 blogger yang beruntung.

Rantai Pertama: 11 Hal tentang Aku, si Bianglala:
1.     Biru
Seperti langit membiru, ia begitu sejuk, teduh, dan sederhana. Meski terkadang tampak sendu, tapi tetap cantik bukan? Makanya aku tak canggung memilih warna biru menjadi penyemat dalam hidup. Silakan dibuktikan, tak akan terluputkan warna ini dalam atributku. ƪ˘) ƪ˘)ʃ ˘)ʃ Let's to my home..

2.    Angka 7 dan 17
Jangan mengira angka hoki, lho! Kedua angka ini lebih identik dekat dalam kehidupanku. Angka 7: Terlahir di bulan ke-7 dan menjadi anak ke-7 yang terlahir dari rahim seorang ibu (meski sekarang posisiku menjadi anak ke-6 karena kehendakNya). Serta beberapa hal lain mengenai angka ini.
Angka 17:  Terlahir di hari ke 17, pernah sekolah di sebuah SMA Negeri ke-17, beralamatkan di salah satu wilayah Makassar yang ber-kilometer 17, bertetanggan dengan rumah yang nomor rumahnya itu bertuliskan angka 17 (apaan, sih?) (Ɔ'З')Ɔ, berwarganegara Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 (lagi-lagi memaksa) dan punya segudang cerita di tanggal ke 17 baik di tahun hijriah maupun miladiah (biasa dikenal dengan sebutan masehi).

3.    Buku
\(`)/ Mencintainya tanpa sisa. Setiap buku yang bisa kuraih dari hasil jerih payahku, akan ku lumat habis kata demi kata. Semoga bisa kembali membuka perpustakaan pribadi yang sempat terjeda. 

4.    Guru
“Bu guru” bisa menjadi sapaan akrab semenjak duduk di bangku perkuliahan. Hampir semua kalangan rasanya selalu menyebut kata itu hanya untuk memanggilku. Dan semoga sapaan itu benar-benar terpatri dalam diri ini. Menjadi guru untuk diri, anak, dan orang lain. Aamiin..

5.    Orang Jawa
(ɔ˘з˘)-σ Kesan pertama orang yang pertama mengenalku adalah mengira aku ini orang Jawa. Katanya sih, wajahku, wajah Jawa. Logatku, logat Jawa. Perangaiku, seperti orang Jawa. Yah, meski telah berupaya untuk bisa beradaptasi di lingkungan berbahasa lokal (Bugis-Makassar), tapi tetap saja mereka menerka aku orang Jawa.  ƪ( ▿‾ƪ)

6.    Hi Tech
Tulisanku tidak rapi alias berantakan. ~Sebenarnya ingin menuliskan kata jelek, tapi diperindah saja, ya.. Dan bisa terlihat cantik hanya dengan pulpen ini. Jadi, rela merogoh kocek sedalam-dalamnya demi menjaga keprofesionalan seorang guru, eh aku yang ingin tampil cantik. ~Sigh.. (–˛ — º)

7.    Pedas dan Durian

Oh No! Enggan untuk menyentuhnya. Walaupun pedas-pedas sedikit, rasanya enggan untuk mendzalimi lidahku yang tak terbiasa pedas. Bahkan, terbilang takut untuk merasakannya. Sedangkan durian, ya Allah, aku benar-benar benci baunya yang menyengat itu. ~Uu.. hueks.. Maaf ya… (˘o ˘")

8.    Senyum

Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah. Sebuah hadits yang telah mensinyalirkan tentang senyum, sedekah yang begitu mudah namun sering terluputkan. Seberapapun yang kalian minta, akan ku beri… ~Tidak mau kalah dari Bu Guru Maya, nih.. ڡˆ)
Tapi, ada yang sirik nih dengan senyumku. Masa’ sampai bilang begini, “Dek, kalo bisa senyumnya gak pake pamer lesung pipi..” Grr.. Mana bisa? (,")

9.    Pucat
Terkadang, aku tidak menyadari apa yang terjadi di wajahku. Setiap kali terlihat lesu, beberapa orang yang menyadari wajah itu langsung menegur, “Kenapa muka kamu pucat, Bas? Sakit ya?” Dan itu sudah seringkali terjadi. Padahal hanya wajah lelah saja kok.(́_̀)

10.  Afkaar dan Ahfadzii
Banyak orang yang salah paham terhadap kedua nama tersebut. “Ya Allah, Bu Basmah… Kirain nama Afkaar dan Ahfadzii itu nama anak-anaknya ibu Basmah. Ternyata nama laptop dan hapenya si ibu Basmah..” Ujar seorang ibu tampak surprised di sebuah sekolah tempatku mengajar. Hihi… Didoakan saja, ya.. (•ˆˆ•)

11.   Mencoret-coret
Sekalipun mencintai dunia tulis menulis, aku pun tak bisa melepas kebiasaan mencoret-coret di banyak lembaran kertas. ƪ(˛“)ʃ Terutama pada perkuliahan, sambil mencatat apa yang disampaikan dosen, pada sisi lembar lainnya akan dipenuhi coretan-coretan. Bisa dalam bentuk gambar abstrak yang menantang daya imajinasi, dan atau bahkan mentranslate kembali catatan perkuliahan ke tulisan hiragana-katakana  (bahasa Jepang) atau hangeul (bahasa Korea).

Rantai Kedua: 11 Pertanyaan dari Ibu Guru Maya
1.     Tuliskan tiga kata tentang aku! Senior, pinky, dan unyu..
2.    Jika kamu diberi kesempatan untuk mengambil apapun dariku, apa yang akan kamu ambil? Ingin mengambil ilmu kakak maya deh.. Karena, mengambilnya tak akan mengurangi apa yang menjadi milik kakak. ( .)-σ Aku tidak egois, kan? 
3.    Apa aku sudah pernah melakukan sesuatu untukmu? Alhamdulillah, sudah pernah.. Dan insya Allah sangat berkesan. Oh, my senior.. ˘)/(˘˘)
4.    Apa target utamamu di tahun 2012 mendatang InsyaAllah? (ʃ⌣ƪ) Hm, kasih tau gak ya? MENIKAH.. o_O ~semoga yang membaca ini Kaget dan diiringi dengan mendoakanku.. Hahahaha… Sebenarnya banyak sih targetnya.. Khawatir menuliskannya tak akan mencukupi ruang maya ini.. ("▿‾")
5.   Benda apa yang kamu inginkan -harganya murah- tetapi kamu belum memilikinya? Boneka dan mainan. Tapi, berhubung belum punya anak, jadi belum boleh beli. Hiks..
6.    Apakah kamu ingin bertemu denganku? Sangat ingin.. Kapan kita bisa ketemu? Pertemuan yang bukan sekedar pertemuan.. ˘ )
7.    Apa penyesalan terbesar dalam hidupmu? Di saat aku takut mendapat teguran dariNya..
8.    Mau ditraktir makan apa? (*^^*) (Dengan berbinar-binar) Kak Maya mau traktir beneran, nih? Pengen empek-empek kapal selam..

9.    Jika aku menghilang, apa yang akan kamu lakukan? Berdoa. Berikhtiar. Jika masih tidak ditemukan, aku berharap semoga ada kak Maya lainnya. ~Apaan sih ini Kak Maya pertanyaannya? Kak May mau benar-benar menghilang ya? Jangan buat aku cemas, dong!! ("( ́_ ̀))> O('_'")
10.  Apa kamu mau membeli bukuku? Boleh, kalau ada yang berhubungan dengan anak, ibu, pendidikan, pendidikan Jepang dan Korea. Kak May punya? Lagi nyari nih.. (ړײ)
11.   Pernahkah terpikir untuk mendonorkan organ tubuhmu ketika kamu meninggal? Pernah. Tapi kepada orang yang bisa memanfaatkan organ tubuhku dengan baik. Ingin mendonorkan pita suaraku. Agar pita suaraku selalu menggemakan lantunan ayat-ayat Allah ta’ala..  ~sok bagus aja suaranya.. (˘_˘")

Rantai Ketiga: 11 Pertanyaan untuk Teman Blogger  
1.     Bagaimana kabarmu hari ini?
2.    Menurutmu, termasuk tipe apakah aku dan berikan alasannya? (Koleris/Sanguinis/Melankolis/Plegmatis)
3.    Apa yang ingin kamu berikan di hari bahagiaku (baca: Pernikahan)?
4.    Alasan apa yang membuatmu ingin bertemu denganku?
5.    Jika kamu diberi kesempatan untuk membahagiakan seseorang sepenuhnya, siapakah orang itu?
6.    Apakah kamu begitu menikmati masa-masa sekolah?
7.    Jika suatu hari nanti kamu dipertemukan dengan seorang guru SD yang pernah bersikap tidak menyenangkan hati, apa yang kamu lakukan?
8.    Apakah kamu ingin terlibat dalam cerita di blogku?
9.    Apa bunyi sms mu terhadapku jika mendengar berita aku jatuh cinta pada seseorang?
10.  Hal apa yang tersulit ketika kamu menghadapiku?
11.   Sifat buruk apa yang ingin kamu musnahkan dalam dirimu?
Berikut, orang-orang yang mendapat harus melanjutkan tulisan ini: (_o_)
·         Putri Cahaya ~special buat Bu guru, hanya rantai ketiga saja, ya..
·         Azka’s Zone
·         Daun Cinta
·         As-Satrah Blog Ummat
·         Awan Putih
·         Seindah Cahaya Pelangi

Selamat ya, yang telah mendapatkan tulisan berantai ini.. (˘⌣˘)/(˘⌣˘)

[ Read More ]

9 Desember 2011

[Tulisan Berantai] PR SMP

Posted by bianglalabasmah at 12/09/2011 08:47:00 PM 12 comments
Bismillahirrahmaanirrahiim… Alhamdulillah, kembali mendapati PR SMP (baca: Pekerjaan Rumah Sekolah Menengah Pertama) yang telah diberikan dari seorang Ibu Guru Maya, untuk kali kedua (Maaf bu Guru, judulnya disamakan saja ya..). Dengan perasaan penasaran sambil menebak-nebak apakah PR ini akan sama dari sebelumnya atau tidak. Karena sesaat setelah mendapati ini, aku berpikir keras tentang masa balutan putih biru itu, yang ternyata akhirnya aku teringat pada potongan cerita yang pernah kuabadikan di sebuah buku bernama My Princess Diary. Tulisan bebas di masa lalu. ( ‾.‾)-σ ~Ya.. ya.. Toh, menuliskannya hanya bagian refleksi tentang masa yang memang tak bisa dilupakan begitu saja. n_n
Masih seperti masa SD, kisah di Sekolah Indonesia Jeddah masih berlanjut dengan cerita yang lebih me-remaja. Sekolah dengan sejuta pesona (~hah?) dan harapan anak bangsa yang terlahir dan hidup di negeri orang yang mengantarkan pada banyak cerita yang mengganjal pikiran, menggerus-gerus perasaan atau lebih tepatnya merasuki emosi gembira sampai akhirnya bungkam dan terdiam sendiri. Di sana, ada cerita perih yang masih tersisakan di saat balutan putih biru di SIJ ini harus berakhir di luar kadarku. Yah, aku harus kembali ke negeri yang tak begitu ku kenal sebelumnya, Indonesia, tiga bulan jelang UN. Betapa masa yang harus berjuang keras untuk mengalami perubahan yang baru. T_T hiks…
Berikut, PR ini ternyata akan mengobrak-abrik memoriku tentang kenangan berharga di masa silam itu, putih biru:
1.      Kejayaanku = Kejahilanku
Suatu hari, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tengah berlangsung, guruku sedang keluar beberapa menit untuk mengambil sesuatu di ruang guru. Setelah tugasku benar-benar selesai, dan bosan menunggu guruku kembali, aku pun menjalankan aksi jahilku.
Aku membalikkan badan, demi orang yang menjadi target kejahilanku. Membidik seseorang yang berjarak tiga bangku di belakang sebelah kiriku. Sosoknya yang membuat senyumku semakin mengembang. Rupanya, ia, tengah menjahili teman sebangkunya.
“Pst, Willy!!” Panggilku setengah berbisik. Merasa namanya terpanggil, ia menghentikan kejahilannya bersama rekan sebelahnya.
“Ada apa, Bas?” Tanyanya dengan wajah polos sambil mendapat pukulan ringan dari teman sebangkunya sebagai balasan keisengannya tadi.
Sambil tersenyum melihatnya, “Eh Wil, lo kan kemarin ngsh!@#*$%)^?” Sengaja, di akhir kalimat tanyaku dibuat tidak jelas.
“Apa lo bilang, Bas? Gak kedengeran nih!” Jawabnya sesuai harapanku. Sepertinya ia berharap aku mengulangi pertanyaanku.
“Gak jadi, deh!” Balasku menggeleng sambil melirik ke sosok yang duduk tepat di depan Willy. Yah, target kedua. Bisikku senang.
“Hey, Lid!” Kali ini, aku memanggil si Khalid yang sedang sibuk menggambar. Seperti kebiasaanya, sangat menggemari manga.
“Ya, ada apa, Bas?” Ia pun ternyata menghentikan aktivitasnya demi panggilan yang sebenarnya tidak penting ini.
“Lid, kemarin lo kan yang  ngsh!@#*$%)^? ” Tanyaku berwajah sok serius.
“Apa lo bilang, Bas?” Pertanyaan balik yang sesuai dengan harapani ni  pun memang terlontar darinya. Aku kembali tersenyum menang.
“Oh, gak jadi deh kalo gitu. Sorry..” Ujarku, sambil terus menyembunyikan senyum kemenangan. Lalu, mataku mengarah ke tempat duduk yang berada di depan Khalid. Target selanjutnya adalah Nur H. Anak laki-laki dari kedua orangtua yang berbeda kebangsaan ini sepertinya sedang sibuk mensejajarkan mejanya dengan teman sebangkunya.
“Eh, Masri!” Panggilku padanya saat ia sedang berdiri dari tempat duduknya. Masri,  sapaan yang melekat karena ayahnya berwarganegaraan mesir.
“Apa lo?” Sambutnya dengan sangar. Ini dia orang yang begitu giat menjahiliku.
Dengan wajah dibuat santai, aku berusaha untuk ingin menyampaikan hal yang serius.
“Ah, gak. Cuma mau nanya aja.”
“Tanya apa?” Ia pun memperbaiki posisi berdirinya agar bisa menangkap arah bicaraku.
“Lo kemaren kan bilang kalo lo mau  ngsh!@#*$%)^?” Sama dengan Willy dan Khalid, di akhir kalimat tanyaku sengaja dibuat tidak jelas dalam pengucapan dan merendahkan volume. (¬-̮ ¬) Hihi..
“Apa, Bas? Gak kedengeran..”
 “Lo kemaren kan bilang kalo lo mau  ngsh!@#*$%)^Iya kan?” Aku mengulanginya lagi tetap dengan gaya yang sama, untuk meyakinkannya.
“Apa?” Tanyanya kembali dengan nada yang lebih tinggi sambil berusaha melihat wajahku. Ia menganggap kepala teman sebangkunya menghalangi interaksi kami. Hihi..
“Gak jadi, ah!” Jawabku ketus. Aku berpura-pura mengambil pulpen untuk menekuni kembali tugas yang diberikan oleh guruku.
Di luar dugaan, ia beranjak ke papan tulis untuk mengambil dua penghapus papan tulis magnet yang tertempel di sana sambil menepuk-nepuk keduanya.
“Bas, lo bilang apa tadi, hah? Kalo gak, ini ada bedak cantik buat muka lo.” Ancamnya sambil terus menepuk-nepuk kedua penghapus tersebut.
Sebelum ia benar-benar melempar bedak cantiknya ke arah wajahku, aku pun mendahului serangannya dengan melempar sepatu sebelah kiriku. Bruk… Sepatu kiri ku pun melayang ke arahnya yang kemudian ia tangkap begitu cepat. Lalu, ia pun melakukan serangan balik ke arahku dengan melempar sebuah penghapus papan tulis itu yang ternyata lemparannya meleset dan jatuh ke bangkuku.
Wek, gak kena!” Cibirku dan meraih penghapus hasil lemparannya yang kemudian melempar kembali ke arahnya. Di saat aku memungut penghapus tersebut, ia melemparkan sepatu yang ditangkapnya tadi ke arah entah kemana.
“Nih, bedak cantik ini kayaknya lebih pantes di muke lo!” Balasku sambil melemparnya kembali.
“Biarin, yang penting sepatu lo udah ilang..” Ujarnya ysambil memamerkan kedua tangannya yang tak lagi memegang sepatuku. Oh no!
 Aku tak mengacuhkannya lagi meski ia sebenarnya masih ingin membalas seranganku tadi. Dan memilih beranjak ke belakang untuk menelusuri jejak sepatuku.
“Nur, sepatu gue mane?”
“Tauk.. Tadi gue lempar ke belakang.”
Saat menelusuri ke arah bangku Willy, aku terpaku pada kedua sosok berbadan besar di belakangnya. Kedua laki-laki, Opik dan Adik yang sedang bercerita itu duduknya begitu merapat. Saat aku menatapnya dengan lekat keduanya, mereka tetap bercerita dengan memasang wajah dibuat serius. Tapi, aku tidak tertipu dengan gelagat mereka dan akhirnya aku nekat  mengelilingi kedua anak tersebut sambil mengintrogasi.
“Eh, kalian kan yang pasti umpetin sepatu gue? Hayoo.. mane sepatu gue?” Tanyaku dengan galak. #Kepo ~Kelakuan polisi mode On.
Berkat gerakan Opik yang berusaha menghindar dari serentetan tanyaku yang enggan diakui mereka, tiba-tiba saja sepatu yang ternyata mereka apit tadi terjatuh ke lantai. Pada saat aku ingin meraihnya, buru-buru Adik memungutnya dan melemparnya ke arah Jamal yang sedang menuju bangkunya yang berdekatan dengan Khalid. Aku pun bergegas ke arah Jamal untuk menangkap sepatu tersebut. Ternyata usahaku nihil, karena Jamal telah melemparnya ke arah Khalid. Sampai ke arah Khalid, aku yang tak jauh dari Khalid berusaha untuk menangkapnya.
Gubrak (Prang duk tak tak dung tak ~lebay backsounds).. Sebuah suara bangku terbanting menghentakkan kelas. Sepertinya usahaku untuk meraih sepatu dari hasil lemparan Jamal ke arah Khalid cukup kuat yang membuat aku sedikit bersinggungan dengan bangku yang ada di sekitar hingga bangku tersebut terjatuh dengan sukses bersama dengan Khalid yang juga telah berhasil menangkap sepatuku. Ups… (" `З´ )_,/"(>_<'!)
Baru beberapa detik ingin merunduk untuk meraih sepatuku yang sudah dalam genggaman Khalid yang tengah melantai, ia pun tak kehabisan akal untuk menyelamatkan sepatuku dengan melemparnya ke arah Nur yang tengah berdiri di dekatnya juga. Sesampai sepatuku ke arah Nur, aku bergegas mendekat ke arahnya. Dan belum beberapa detik ada di hadapannya untuk merebut kembali sepatuku, ia telah melemparnya kembali ke Khalid.
Sadar dikerjai mereka, aku hanya memasang wajah ngambek di depan Nur dan berbalik ke bangkuku. Nur yang sempat melempar kembali ke arah Khalid, memintanya kembali, ”Eh Lid, si Basmah ngambek tuh, kayaknya. Balikin gih..” Kata Nur kepada Khalid setengah berbisik sambil meminta kembali sepatu tersebut. Khalid pun melempar kembali ke Nur yang kemudian ia mengembalikan sepatu itu.
“Nih, sepatu lo!” Ujarnya sambil melempar ke arahku. Masih dengan wajah ngambek aku menangkapnya dan bergegas mengenakannya. Setelah itu, aku pun tersenyum, “SADOH*!” Kataku kemudian yang membuat teman-teman sekelas tertawa serentak.
“Yes, gue menang!!” Senyumku bangga. (o尸'▽')o尸
(sadoh= Kena tipu!)

2.      Selamatan ala ABG
Karena terbilang terkecil di kelas, maka sapaan “Si Kecil” pun melekat pada diriku. Sampai pada masa akil baligh telah dialami pada teman-teman perempuanku, hanya aku seorang yang belum. Hal itu, membuat banyak teman laki-lakiku begitu senang bermain denganku. Pernah di suatu hari, saat usai olahraga, dan melepas jilbab karena kepanasan, teman-teman laki-lakiku langsung membelaku di saat teman-teman yang perempuan berusaha menutupi mahkotaku. “Gak papa kalo dia gak pake jilbab. Kan dia belum baligh.” Hahaha.. (o尸'▽')o尸
Hingga akhirnya, di saat aku telah mencapai masa yang cukup matang (baca: akil baligh), tak seorang pun kuberitahu selain kedua sahabatku yang juga menjadi teman sebangkuku. Rasanya, tak bisa disembunyikan lama-lama, karena tepatnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang berlangsung selama 2 jam: satu jam pertamanya dihabiskan untuk mengaji dan satu jam terakhirnya materi, akhirnya menguak sebuah cerita baru.
Pagi itu, satu jam pertamanya, kami sedang ujian mengaji. Dan bagi perempuan yang sedang tak shalat tidak masuk dalam hitungan alias akan mengikuti ujian susulan. Aku yang berada di nomor urutan absen ke-11 merasa khawatir jika namaku disebutkan.
“Eh, Nu.. Apa gue tetep ngaji aja ya? Biar gak ketahuan ma yang laen?” Bisikku pada sahabatku yang duduk bersebelahan.
“Mending lo bilang aja ma Pak Syihab. Kalo lo sekarang lagi dapet..” Sarannya balas berbisik. “Lagian kan gak boleh kalo lagi dapet terus ngaji. Apalagi megang Al Qur’an..” Sambungnya lagi yang semakin menambah detak jantungku.
Suasana kelas yang begitu hening karena harus menyimak ketika ada yang mengaji di depan kelas, membuatku semakin gugup. Dan pada saat namaku disebutkan oleh Pak Syihab, guru Agamaku, aku pura-pura tak merespon.
“Basmah hadir kan?” Tanya beliau sambil mencari tempat dudukku. Rasanya saat itu benar-benar ingin mengecil seperti semut agar beliau benar-benar tak melihatku. Tapi, keinginan itu tak mungkin terjadi, sebab aku sudah tertangkap basah oleh penglihatan beliau yang terbantu oleh kacamata minusnya. “Basmah, kenapa gak maju?” Tanyanya lagi di tempat dengan menambahkan nada suaranya. Mungkin beliau berpikir bahwa aku tak mendengar panggilannya tersebut.
(ˇ_ˇ'!l) Hh… Bismillah, dengan pelan, aku menggelengkan pelan, begitu pelan dan sangat pelan, sebagai tanda bahwa aku akan ikut ujian mengaji susulan. Sontak, gelengan pelan itu memecah keheningan pagi dalam kelas.
“Horeee, ada yang ABG nih!” Teriak teman-temanku yang laki-laki.
“Yeah, dia udah dapat! Alhamdulillaaah…”
“Wah, selamat ya.. selamat ya.. akhirnya lo udah gede juga! Kirain bakal kecil terus..”
Seribu satu ucapan lainnya yang membuatku tertekuk di tempat. Kelas serasa gempar dalam beberapa menit.
Ditambah dengan teman duduk di belakangku, si Zizi yang terus mengguncang-guncangkan tubuhku heboh. “Basmaaaaah, akhirnya udah jadi orang yang setia..” ¬,¬" ~ngeek!!
Dan kertas surat-surat membanjiri bangkuku dari teman-teman lainnya yang tak sempat meraihku hanya untuk ungkapan “Selamat ya, Bas! Akhirnya udah gede juga..”
Ya Allah, antara haru dan malu merekah di wajah yang begitu tak kuasa dengan reaksi mereka.
“Heh… heh.. kok malah ribuut?” Akhirnya, Pak Syihab pun angkat suara.
“Dari tadi kek Pak, pasti gak heboh gini..” Batinku sedikit kesal setelah mendapat serentetan kicauan teman-teman.
“Kok yang beginian diributin? Yak, selanjutnya yang ngaji…..” Kelas pun kembali hening setelah beberapa saat Pak Syihab menyebut nama urutan setelahku.
Dan kehebohan berlanjut pada saat istirahat kedua, saat shalat dzuhur berjama'ah. Teman-temanku semakin riang berkicau ketika masih mendapatiku di kelas. Ya, aku terbilang tak pernah alpa dalam shalat dan akan bersikeras menegur teman-teman yang masih ada di dalam kelas jika waktu shalat tiba.
Keesokan harinya, pada saat istirahat kedua, aku tak ingin lagi mendekam di kelas.  Akhirnya, memilih keluar kelas dan duduk di tempat ibu-ibu yang sedang menunggu anak-anaknya kelas 1 dan 2 SD yang pulang. Di sini aman.. Pikirku. ~(‾▿‾~)(~‾▿‾)~
“Basmaaah, selamat yaaa.. Akhirnya udah gede juga.” Sebuah suara tak jauh dari tempat duduk mengagetkan ketenanganku. Tak perlu mencarinya, sebab sumber suara itu datang dari sosok separuh baya yang datang menghampiriku dengan senyum ramahnya. Oh, mamanya Zizi.
Aku pun langsung menyalalminya karena merasa tak enak hati dan kaget setengah mati dengan kalimatnya tadi. “Iya, makasih, tante..” Jawabku kikuk. 
“Iya, ini Basmah baru gede lho!” Lapor mamanya Zizi pada ibu-ibu yang sejak tadi duduk-duduk di sebelahku. “Kemaren si Zizi cerita, katanya kelas ampe heboh ya.. Alhamdulillah udah gede juga ternyata si Basmah.. Tante pikir, Basmah bakalan kecil terus.. Salam juga, buat mama di rumah ya..”
Aku tersipu..
Gara-garanya, aku malah kebanjiran selamatan dan salaman dari para ibu yang duduk disitu. Niatnya ingin menyelamatkan diri dari kejahilan teman-teman, eh malah dapat juga dari para ibu. Ckckck.. Masya Allah!!

3.      Perpisahan itu, Cukup…
Hanya tersisa 3 bulan saja untuk UN SMP, aku harus kembali ke Indonesia yang begitu tiba-tiba. Dan sengaja tidak memberitakannya kepada teman-teman karena pada saat itu aktivitas yang beruntun seperti study tour ke Madinah, umrah bersama, bimbel, dan lainnya akan menyita rasa karena larut dengan berita yang tak ingin terusik itu.
Kabar itu pun berhembus di hari dimana aku dan adikku datang ke sekolah bersama ayah, tepat pada hari Selasa waktu istirahat pertama. Teman-temanku sempat mengira hari itu aku tidak masuk lagi ke sekolah karena sakitku kambuh, setelah beberapa waktu lalunya aku memang sempat drop dan dirawat inap di RS setempat seusai melaksanakan umrah bersama sekolah. “Gue baik-baik aja kok.. Insya Allah gue bakal ke sekolah kok.. Tapi agak siangan..” Balasku melalui pesan singkat yang sejak pagi masuk beruntun menanyakan kabarku.
Baru turun dari mobil dan melenggangkan kaki menuju gerbang sekolah, tangisku pecah seketika saat mendapati guru bahasa Indonesiaku, yang seharusnya aku temui di pagi hari jika aku masuk tadi. Seusai ayah menyapa guruku itu, beliau berlalu begitu saja meninggalkanku yang menangis dipelukan guruku. Tanpa kata, aku hanya membahasakannya dengan air mata, bahwa sebenarnya aku masih sangat ingin di sini. Beliau pun memahamiku, dan menyarankanku untuk segera masuk dan menemui semua guru dan teman-temanku. Dengan terus membawa mataku yang sembab, aku memasuki area sekolah yang telah bertahun-tahun membelajarkanku.
Setelah berpamitan pada seluruh penghuni kelas dari TK sampai SMA, guru-guru, teman-teman, adik-adik dan kakak-kakak, serta tak melupakan ibu-ibu yang ada di sana, aku bak seleb yang tiba-tiba langsung naik daun.  ~Huaah!!
Berburu ingin foto bersama denganku, dan memberi beberapa hadiah dan surat yang mereka buat begitu mendadak. Terima kasih semuanya, gue gak bakal pernah ngelupain kalian.. :D “Jangan lupa bertele-tele (baca: telepon) ya kalo udah di ina.. ” Pesan seorang kakak kelasku.
Sambil menunggu surat pindah ditandatangani oleh kepala sekolah, aku mendapat banyak yang gratis, termasuk makanan di kantin. “Mau makan apa ,Basmah? Tante kasih gratis, deh! Jangan lupa Ntar mampir ke rumah juga ya.. Tante bakal kasih empek-empek,.” Ujar ibu kantin asal Palembang ini dengan ramah.
Yah, perpisahan itu begitu cukup. Cukup memberi ketegangan ruang hati untuk menerima semuanya dengan lapang. Cukup menguras perasaan. Cukup merenggut pikiran. Dan cukup membuatku Allah mencukupkan segala sesuatu apa yang aku butuhkan. Bagiku, tak ada penyesalan untuk membuatku cukup. Hanya cukup bersedih sesaat, dan cukup memasang senyum untuk selamanya. ( ˘⌣˘)( ˆ⌣ˆ)
Terima kasih Allah, atas cerita ini. Dan aku hanya ingin tetap tersenyum melewati setiap masa yang begitu indah Kau sajikan.

Wal hamdulillahi rabbil ‘alamiiin… Ibu Guru Maya, aku hanya bisa menyajikan tiga cerita, karena sebenarnya agak shock pada saat tersadarkan oleh ketiga cerita ini yang begitu panjaaaaaang. Khawatir pembaca bosan membaca tulisanku. Gomen ne, Maya Sensei!! ^^
[ Read More ]
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea