Seiring perjalanan panjang ini
masih dilalui, maka semakin banyak saja yang akan ditemui. Di sana, ada
rentangan waktu yang sebaiknya ditelusuri seksama. Aku, kau, dia, dan mereka..
Yah, rentangan waktu itu yang
mengutuhkan cerita. Begitu kata banyak orang. Waktu, yang kerap kali terabai karena kita terlalu
digerus oleh rasa, emosi, atau entah apa namanya yang selalu saja ingin
berpihak pada kita.
Tapi, waktu telah mengiring kita pada
tiap detik-detik yang fungsional. Waktu telah menghadirkan kita dalam cerita yang tak sedikit. Waktu, telah mensinyalirkan pada banyak bentuk. Pun waktu telah mengajarkan arti
dari setiap yang berlalu untuk yang akan ada.
Membangun dan atau mengembalikan kesemuanya yang hampir usang pun hanyalah karena ingin keutuhan dari cerita. Dan, kita sama-sama ingin
memampukan diri-diri ini mendapat keutuhan cerita itu dariNya melalui waktu. Bukankah
begitu?
Setidaknya, berdamailah dengannya waktu. Karena bersamanya yang masih bergulir,
memperlihatkan kita pada kehidupan..
Subhanallah…
Tulisan berantai edisi ke-3 super bombastis dan fantastis dari Bu Maya kembali
memenuhi ruang blog ini.. Kembali menerka dan mengira tulisan mengenai almanak
11-11-11 yang sempat menoreh sejuta cerita di kolong bumi ini.
Lantas,
11-11-11 ini ternyata tiga rantai yang berjumlah 11. Sebagaimana yang telah
tertera di blog bu guru Maya dan aku hanya ingin menyalin tempel saja ya.. ~Bu
guru, izin ya salin tempelnya… : Pertama, menuliskan 11 hal tentang diri
sendiri. Kedua, menjawab 11 pertanyaan yang diajukan oleh blogger yang
memberikan tulisan berantai ini. Ketiga, membuat 11 pertanyaan untuk
dilemparkan lagi kepada 11 blogger yang beruntung.
Rantai
Pertama: 11 Hal tentang Aku, si Bianglala:
1.Biru
Seperti langit membiru, ia begitu sejuk,
teduh, dan sederhana. Meski terkadang tampak sendu, tapi tetap cantik bukan?
Makanya aku tak canggung memilih warna biru menjadi penyemat dalam hidup.
Silakan dibuktikan, tak akan terluputkan warna ini dalam atributku.ƪ(˘⌣˘)┐ƪ(˘⌣˘)ʃ┌(˘⌣˘)ʃLet's to my home..
2.Angka
7 dan 17
Jangan mengira angka hoki, lho! Kedua angka
ini lebih identik dekat dalam kehidupanku. Angka 7: Terlahir di bulan ke-7 dan
menjadi anak ke-7 yang terlahir dari rahim seorang ibu (meski sekarang posisiku
menjadi anak ke-6 karena kehendakNya). Serta beberapa hal lain mengenai angka
ini.
Angka 17: Terlahir di hari ke 17, pernah sekolah di
sebuah SMA Negeri ke-17, beralamatkan di salah satu wilayah Makassar yang
ber-kilometer 17, bertetanggan dengan rumah yang nomor rumahnya itu bertuliskan
angka 17 (apaan, sih?) (Ɔ'З')Ɔ, berwarganegara Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 (lagi-lagi
memaksa) dan punya segudang cerita di tanggal ke 17 baik di tahun hijriah
maupun miladiah (biasa dikenal dengan sebutan masehi).
3.Buku
\(′▽`)/Mencintainya tanpa sisa. Setiap
buku yang bisa kuraih dari hasil jerih payahku, akan ku lumat habis kata demi
kata. Semoga bisa kembali membuka perpustakaan pribadi yang sempat terjeda.
4.Guru
“Bu guru” bisa menjadi sapaan akrab semenjak duduk di bangku
perkuliahan. Hampir semua kalangan rasanya selalu menyebut kata itu hanya untuk
memanggilku. Dan semoga sapaan itu benar-benar terpatri dalam diri ini. Menjadi
guru untuk diri, anak, dan orang lain. Aamiin..
5.Orang
Jawa
(ɔ˘з˘)-σ Kesan pertama orang yang pertama mengenalku
adalah mengira aku ini orang Jawa. Katanya sih, wajahku, wajah Jawa. Logatku,
logat Jawa. Perangaiku, seperti orang Jawa. Yah, meski telah berupaya untuk
bisa beradaptasi di lingkungan berbahasa lokal (Bugis-Makassar), tapi tetap
saja mereka menerka aku orang Jawa. “ƪ( ‾▿‾“ƪ)
6.Hi
Tech
Tulisanku tidak rapi alias berantakan. ~Sebenarnya
ingin menuliskan kata jelek, tapi diperindah saja, ya.. Dan bisa terlihat
cantik hanya dengan pulpen ini. Jadi, rela merogoh kocek sedalam-dalamnya demi
menjaga keprofesionalan seorang guru, eh aku yang ingin tampil cantik. ~Sigh..
(–˛ — º)
7.Pedas dan Durian
Oh No! Enggan untuk menyentuhnya. Walaupun pedas-pedas sedikit,
rasanya enggan untuk mendzalimi lidahku yang tak terbiasa pedas. Bahkan,
terbilang takut untuk merasakannya. Sedangkan durian, ya Allah, aku benar-benar
benci baunya yang menyengat itu. ~Uu.. hueks.. Maaf ya… (˘o ˘")
8.Senyum
Senyummu di hadapan saudaramu adalah
sedekah. Sebuah hadits
yang telah mensinyalirkan tentang senyum, sedekah yang begitu mudah namun
sering terluputkan. Seberapapun yang kalian minta, akan ku beri… ~Tidak mau
kalah dari Bu Guru Maya, nih.. (ˆڡˆ)
Tapi, ada yang sirik nih dengan senyumku.
Masa’ sampai bilang begini, “Dek, kalo bisa senyumnya gak pake pamer lesung
pipi..” Grr.. Mana bisa? (╯︵╰,")
9.Pucat
Terkadang, aku tidak menyadari apa yang
terjadi di wajahku. Setiap kali terlihat lesu, beberapa orang yang menyadari
wajah itu langsung menegur, “Kenapa muka kamu pucat, Bas? Sakit ya?” Dan itu
sudah seringkali terjadi. Padahal hanya wajah lelah saja kok.(⌣́_⌣̀)
10.Afkaar
dan Ahfadzii
Banyak orang yang salah paham terhadap kedua nama
tersebut. “Ya Allah, Bu Basmah… Kirain nama Afkaar dan Ahfadzii itu nama
anak-anaknya ibu Basmah. Ternyata nama laptop dan hapenya si ibu Basmah..”
Ujar seorang ibu tampak surprised di sebuah sekolah tempatku mengajar.
Hihi… Didoakan saja, ya.. (•ˆ⌣ˆ•)
11.Mencoret-coret
Sekalipun mencintai dunia tulis menulis, aku pun tak bisa
melepas kebiasaan mencoret-coret di banyak lembaran kertas. ƪ(―˛―“)ʃ Terutama pada perkuliahan, sambil mencatat
apa yang disampaikan dosen, pada sisi lembar lainnya akan dipenuhi coretan-coretan.
Bisa dalam bentuk gambar abstrak yang menantang daya imajinasi, dan atau bahkan
mentranslate kembali catatan perkuliahan ke tulisan hiragana-katakana
(bahasa Jepang) atau hangeul (bahasa Korea).
Rantai
Kedua: 11 Pertanyaan dari Ibu Guru Maya
1.Tuliskan tiga kata tentang aku! Senior,
pinky, dan unyu..
2.Jika kamu diberi kesempatan untuk mengambil
apapun dariku, apa yang akan kamu ambil? Ingin
mengambil ilmu kakak maya deh.. Karena, mengambilnya tak akan mengurangi apa
yang menjadi milik kakak. ( ‾.‾)-σAku
tidak egois, kan?
3.Apa aku sudah pernah melakukan sesuatu
untukmu? Alhamdulillah, sudah pernah.. Dan insya Allah sangat berkesan. Oh,
my senior.. (˘⌣˘)/(˘⌣˘)
4.Apa target utamamu di tahun 2012 mendatang
InsyaAllah? (ʃ⌣ƪ) Hm, kasih tau gak ya? MENIKAH.. o_O ~semoga
yang membaca ini Kaget dan diiringi dengan mendoakanku.. Hahahaha…
Sebenarnya banyak sih targetnya.. Khawatir menuliskannya tak akan mencukupi
ruang maya ini.. ("‾▿‾")
5.Benda apa yang kamu inginkan -harganya
murah- tetapi kamu belum memilikinya? Boneka dan mainan. Tapi, berhubung belum
punya anak, jadi belum boleh beli. Hiks..
6.Apakah kamu ingin bertemu denganku? Sangat
ingin.. Kapan kita bisa ketemu? Pertemuan yang bukan sekedar pertemuan.. (˘⌣˘ )
7.Apa penyesalan terbesar dalam hidupmu? Di
saat aku takut mendapat teguran dariNya..
8.Mau ditraktir makan apa? (*^▽^*) (Dengan berbinar-binar) Kak Maya mau
traktir beneran, nih? Pengen empek-empek kapal selam..
9.Jika aku menghilang, apa yang akan kamu
lakukan? Berdoa. Berikhtiar. Jika masih tidak ditemukan, aku berharap semoga
ada kak Maya lainnya. ~Apaan sih ini Kak Maya pertanyaannya? Kak May mau
benar-benar menghilang ya? Jangan buat aku cemas, dong!! ("( ⌣́_ ⌣̀))>
O('_'")
10.Apa kamu mau membeli bukuku? Boleh, kalau ada
yang berhubungan dengan anak, ibu, pendidikan, pendidikan Jepang dan Korea. Kak
May punya? Lagi nyari nih.. (ړײ)
11.Pernahkah terpikir untuk mendonorkan organ
tubuhmu ketika kamu meninggal? Pernah. Tapi kepada orang yang bisa memanfaatkan
organ tubuhku dengan baik. Ingin mendonorkan pita suaraku. Agar pita suaraku
selalu menggemakan lantunan ayat-ayat Allah ta’ala.. ~sok bagus aja
suaranya.. (˘_˘")
Rantai
Ketiga: 11 Pertanyaan untuk Teman Blogger
1.Bagaimana kabarmu hari ini?
2.Menurutmu, termasuk tipe apakah aku dan
berikan alasannya? (Koleris/Sanguinis/Melankolis/Plegmatis)
3.Apa yang ingin kamu berikan di hari
bahagiaku (baca: Pernikahan)?
4.Alasan apa yang membuatmu ingin bertemu
denganku?
5.Jika kamu diberi kesempatan untuk
membahagiakan seseorang sepenuhnya, siapakah orang itu?
6.Apakah kamu begitu menikmati masa-masa
sekolah?
7.Jika suatu hari nanti kamu dipertemukan
dengan seorang guru SD yang pernah bersikap tidak menyenangkan hati, apa yang
kamu lakukan?
8.Apakah kamu ingin terlibat dalam cerita di
blogku?
9.Apa bunyi sms mu terhadapku jika mendengar
berita aku jatuh cinta pada seseorang?
10.Hal apa yang tersulit ketika kamu
menghadapiku?
11.Sifat buruk apa yang ingin kamu musnahkan
dalam dirimu?
Berikut, orang-orang yang mendapat harus
melanjutkan tulisan ini:┌(_o_)┐
·Putri Cahaya~special buat Bu guru, hanya
rantai ketiga saja, ya..
Bismillahirrahmaanirrahiim… Alhamdulillah, kembali mendapati PR
SMP (baca: Pekerjaan Rumah Sekolah Menengah Pertama) yang telah diberikan dari
seorang Ibu Guru Maya, untuk kali kedua (Maaf bu Guru,
judulnya disamakan saja ya..). Dengan perasaan penasaran sambil
menebak-nebak apakah PR ini akan sama dari sebelumnya atau tidak. Karena sesaat
setelah mendapati ini, aku berpikir keras tentang masa balutan putih biru itu, yang
ternyata akhirnya aku teringat pada potongan cerita yang pernah kuabadikan di
sebuah buku bernama My Princess Diary. Tulisan bebas di masa lalu. ( ‾.‾)-σ~Ya.. ya.. Toh, menuliskannya hanya bagian
refleksi tentang masa yang memang tak bisa dilupakan begitu saja. n_n
Masih seperti masa SD, kisah di Sekolah Indonesia Jeddah masih
berlanjut dengan cerita yang lebih me-remaja. Sekolah dengan sejuta pesona (~hah?)
dan harapan anak bangsa yang terlahir dan hidup di negeri orang yang mengantarkan
pada banyak cerita yang mengganjal pikiran, menggerus-gerus perasaan atau
lebih tepatnya merasuki emosi gembira sampai akhirnya bungkam dan terdiam sendiri. Di sana,
ada cerita perih yang masih tersisakan di saat balutan putih biru di SIJ ini
harus berakhir di luar kadarku. Yah, aku harus kembali ke negeri yang tak begitu
ku kenal sebelumnya, Indonesia, tiga bulan jelang UN. Betapa masa yang harus
berjuang keras untuk mengalami perubahan yang baru. T_T hiks…
Berikut, PR ini ternyata akan mengobrak-abrik memoriku
tentang kenangan berharga di masa silam itu, putih biru:
1.Kejayaanku = Kejahilanku
Suatu hari, pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia tengah berlangsung, guruku sedang keluar beberapa menit untuk
mengambil sesuatu di ruang guru. Setelah tugasku benar-benar selesai, dan bosan
menunggu guruku kembali, aku pun menjalankan aksi jahilku.
Aku membalikkan badan, demi orang
yang menjadi target kejahilanku. Membidik seseorang yang berjarak tiga bangku di belakang sebelah kiriku. Sosoknya
yang membuat senyumku semakin mengembang. Rupanya, ia, tengah menjahili
teman sebangkunya.
“Pst, Willy!!” Panggilku setengah
berbisik. Merasa namanya terpanggil, ia menghentikan kejahilannya bersama rekan
sebelahnya.
“Ada apa, Bas?” Tanyanya dengan
wajah polos sambil mendapat pukulan ringan dari teman sebangkunya sebagai
balasan keisengannya tadi.
Sambil tersenyum melihatnya, “Eh
Wil, lo kan kemarin ngsh!@#*$%)^?” Sengaja, di akhir kalimat tanyaku dibuat
tidak jelas.
“Apa lo bilang, Bas? Gak kedengeran
nih!” Jawabnya sesuai harapanku. Sepertinya ia berharap aku mengulangi
pertanyaanku.
“Gak jadi, deh!” Balasku menggeleng sambil
melirik ke sosok yang duduk tepat di depan Willy. Yah, target kedua. Bisikku senang.
“Hey, Lid!” Kali ini, aku memanggil
si Khalid yang sedang sibuk menggambar. Seperti kebiasaanya, sangat menggemari manga.
“Ya, ada apa, Bas?” Ia pun ternyata
menghentikan aktivitasnya demi panggilan yang sebenarnya tidak penting ini.
“Lid, kemarin lo kan yang ngsh!@#*$%)^?” Tanyaku berwajah sok serius.
“Apa lo bilang, Bas?” Pertanyaan balik
yang sesuai dengan harapani ni pun memang
terlontar darinya. Aku kembali tersenyum menang.
“Oh, gak jadi deh kalo gitu. Sorry..” Ujarku, sambil terus
menyembunyikan senyum kemenangan. Lalu, mataku mengarah ke tempat duduk yang
berada di depan Khalid. Target selanjutnya adalah Nur H. Anak laki-laki dari kedua
orangtua yang berbeda kebangsaan ini sepertinya sedang sibuk mensejajarkan
mejanya dengan teman sebangkunya.
“Eh, Masri!” Panggilku padanya saat
ia sedang berdiri dari tempat duduknya. Masri, sapaan yang melekat karena ayahnya berwarganegaraan
mesir.
“Apa lo?” Sambutnya
dengan sangar. Ini dia orang yang begitu giat menjahiliku.
Dengan wajah dibuat santai, aku
berusaha untuk ingin menyampaikan hal yang serius.
“Ah, gak. Cuma mau nanya aja.”
“Tanya apa?” Ia pun memperbaiki
posisi berdirinya agar bisa menangkap arah bicaraku.
“Lo kemaren kan bilang kalo lo mau ngsh!@#*$%)^?”
Sama dengan Willy dan Khalid, di akhir kalimat tanyaku sengaja dibuat tidak
jelas dalam pengucapan dan merendahkan volume. (¬-̮ ¬) Hihi..
“Apa, Bas? Gak kedengeran..”
“Lo kemaren kan bilang kalo lo mau ngsh!@#*$%)^? Iya kan?” Aku mengulanginya lagi tetap dengan gaya yang sama, untuk meyakinkannya.
“Apa?” Tanyanya kembali dengan nada
yang lebih tinggi sambil berusaha melihat wajahku. Ia menganggap kepala teman
sebangkunya menghalangi interaksi kami. Hihi..
“Gak jadi, ah!” Jawabku ketus. Aku berpura-pura mengambil pulpen untuk menekuni kembali
tugas yang diberikan oleh guruku.
Di luar dugaan, ia beranjak ke papan
tulis untuk mengambil dua penghapus papan tulis magnet yang tertempel di sana
sambil menepuk-nepuk keduanya.
“Bas, lo bilang apa tadi, hah? Kalo
gak, ini ada bedak cantik buat muka lo.” Ancamnya sambil terus menepuk-nepuk
kedua penghapus tersebut.
Sebelum ia benar-benar melempar
bedak cantiknya ke arah wajahku, aku pun mendahului serangannya dengan melempar
sepatu sebelah kiriku. Bruk… Sepatu
kiri ku pun melayang ke arahnya yang kemudian ia tangkap begitu cepat. Lalu, ia
pun melakukan serangan balik ke arahku dengan melempar sebuah penghapus papan
tulis itu yang ternyata lemparannya meleset dan jatuh ke bangkuku.
“Wek,
gak kena!” Cibirku dan meraih penghapus hasil lemparannya yang
kemudian melempar kembali ke arahnya. Di saat aku memungut penghapus tersebut,
ia melemparkan sepatu yang ditangkapnya tadi ke arah entah kemana.
“Nih, bedak cantik ini kayaknya
lebih pantes di muke lo!” Balasku sambil melemparnya kembali.
“Biarin, yang penting sepatu lo udah
ilang..” Ujarnya ysambil memamerkan kedua tangannya yang tak lagi memegang sepatuku. Oh no!
Aku tak mengacuhkannya lagi meski ia sebenarnya
masih ingin
membalas seranganku tadi. Dan memilih beranjak ke
belakang untuk menelusuri jejak sepatuku.
“Nur, sepatu gue mane?”
“Tauk.. Tadi gue lempar ke
belakang.”
Saat menelusuri ke arah bangku
Willy, aku terpaku pada kedua sosok berbadan besar di belakangnya. Kedua laki-laki, Opik dan Adik yang
sedang bercerita itu duduknya begitu merapat. Saat aku menatapnya dengan lekat keduanya, mereka tetap bercerita dengan memasang wajah dibuat serius. Tapi,
aku tidak tertipu dengan gelagat mereka dan akhirnya aku nekat mengelilingi kedua anak tersebut sambil mengintrogasi.
“Eh, kalian kan yang pasti umpetin
sepatu gue? Hayoo.. mane sepatu gue?” Tanyaku dengan galak. #Kepo ~Kelakuan polisi mode On.
Berkat gerakan Opik yang berusaha
menghindar dari serentetan tanyaku yang enggan diakui mereka, tiba-tiba saja
sepatu yang ternyata mereka apit tadi terjatuh ke lantai. Pada saat aku ingin meraihnya,
buru-buru Adik memungutnya dan melemparnya ke arah Jamal yang sedang menuju
bangkunya yang berdekatan dengan Khalid. Aku pun bergegas ke arah Jamal untuk
menangkap sepatu tersebut. Ternyata usahaku nihil, karena Jamal telah
melemparnya ke arah Khalid. Sampai ke arah Khalid, aku yang tak jauh dari
Khalid berusaha untuk menangkapnya.
Gubrak (Prang duk tak tak dung tak ~lebay backsounds).. Sebuah suara bangku terbanting
menghentakkan kelas. Sepertinya usahaku untuk meraih sepatu dari hasil lemparan
Jamal ke arah Khalid cukup kuat yang membuat aku sedikit bersinggungan dengan
bangku yang ada di sekitar hingga bangku tersebut terjatuh dengan sukses
bersama dengan Khalid yang juga telah berhasil menangkap sepatuku. Ups… (" `З´ )_,/"(>_<'!)
Baru beberapa detik ingin merunduk
untuk meraih sepatuku yang sudah dalam genggaman Khalid yang tengah melantai,
ia pun tak kehabisan akal untuk menyelamatkan sepatuku dengan melemparnya ke
arah Nur yang tengah berdiri di dekatnya juga. Sesampai sepatuku ke arah Nur,
aku bergegas mendekat ke arahnya. Dan belum beberapa detik ada di hadapannya
untuk merebut kembali sepatuku, ia telah melemparnya kembali ke Khalid.
Sadar dikerjai mereka, aku hanya
memasang wajah ngambek di depan Nur dan berbalik ke bangkuku. Nur yang sempat melempar
kembali ke arah Khalid, memintanya kembali, ”Eh Lid, si Basmah ngambek tuh,
kayaknya. Balikin gih..” Kata Nur kepada Khalid setengah berbisik sambil
meminta kembali sepatu tersebut. Khalid pun melempar kembali ke Nur yang
kemudian ia mengembalikan sepatu itu.
“Nih, sepatu lo!” Ujarnya sambil
melempar ke arahku. Masih dengan wajah ngambek aku menangkapnya dan bergegas
mengenakannya. Setelah itu, aku pun tersenyum, “SADOH*!” Kataku kemudian yang
membuat teman-teman sekelas tertawa serentak.
“Yes, gue menang!!” Senyumku bangga. (o尸'▽')o尸
(sadoh= Kena tipu!)
2.Selamatan
ala ABG
Karena
terbilang terkecil di kelas, maka sapaan “Si Kecil” pun melekat pada diriku.
Sampai pada masa akil baligh telah dialami pada teman-teman perempuanku, hanya
aku seorang yang belum. Hal itu, membuat banyak teman laki-lakiku begitu
senang bermain denganku. Pernah di suatu hari, saat usai olahraga, dan melepas
jilbab karena kepanasan, teman-teman laki-lakiku langsung membelaku di saat
teman-teman yang perempuan berusaha menutupi mahkotaku. “Gak papa kalo dia gak
pake jilbab. Kan dia belum baligh.” Hahaha.. (o尸'▽')o尸
Hingga
akhirnya, di saat aku telah mencapai masa yang cukup matang (baca: akil
baligh), tak seorang pun kuberitahu selain kedua sahabatku yang juga menjadi
teman sebangkuku. Rasanya, tak bisa disembunyikan lama-lama, karena tepatnya
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang berlangsung selama 2 jam: satu
jam pertamanya dihabiskan untuk mengaji dan satu jam terakhirnya materi, akhirnya
menguak sebuah cerita baru.
Pagi itu, satu
jam pertamanya, kami sedang ujian mengaji. Dan bagi perempuan yang sedang tak
shalat tidak masuk dalam hitungan alias akan mengikuti ujian susulan. Aku yang
berada di nomor urutan absen ke-11 merasa khawatir jika namaku disebutkan.
“Eh, Nu..
Apa gue tetep ngaji aja ya? Biar gak ketahuan ma yang laen?” Bisikku pada
sahabatku yang duduk bersebelahan.
“Mending
lo bilang aja ma Pak Syihab. Kalo lo sekarang lagi dapet..” Sarannya balas
berbisik. “Lagian kan gak boleh kalo lagi dapet terus ngaji. Apalagi megang Al
Qur’an..” Sambungnya lagi yang semakin menambah detak jantungku.
Suasana
kelas yang begitu hening karena harus menyimak ketika ada yang mengaji di depan
kelas, membuatku semakin gugup. Dan pada saat namaku disebutkan oleh Pak
Syihab, guru Agamaku, aku pura-pura tak merespon.
“Basmah hadir
kan?” Tanya beliau sambil mencari tempat dudukku. Rasanya saat itu benar-benar ingin
mengecil seperti semut agar beliau benar-benar tak melihatku. Tapi, keinginan
itu tak mungkin terjadi, sebab aku sudah tertangkap basah oleh penglihatan
beliau yang terbantu oleh kacamata minusnya. “Basmah, kenapa gak maju?”
Tanyanya lagi di tempat dengan menambahkan nada suaranya. Mungkin beliau
berpikir bahwa aku tak mendengar panggilannya tersebut.
(ˇ_ˇ'!l) Hh… Bismillah, dengan pelan, aku menggelengkan pelan, begitu pelan dan sangat
pelan, sebagai tanda bahwa aku akan ikut ujian mengaji susulan. Sontak,
gelengan pelan itu memecah keheningan pagi dalam kelas.
“Horeee,
ada yang ABG nih!” Teriak teman-temanku yang laki-laki.
“Yeah, dia
udah dapat! Alhamdulillaaah…”
“Wah,
selamat ya.. selamat ya.. akhirnya lo udah gede juga! Kirain bakal kecil
terus..”
Seribu satu
ucapan lainnya yang membuatku tertekuk di tempat. Kelas serasa gempar dalam
beberapa menit.
Ditambah
dengan teman duduk di belakangku, si Zizi yang terus mengguncang-guncangkan
tubuhku heboh. “Basmaaaaah, akhirnya udah jadi orang yang setia..” ¬,¬" ~ngeek!!
Dan kertas
surat-surat membanjiri bangkuku dari teman-teman lainnya yang tak sempat
meraihku hanya untuk ungkapan “Selamat ya, Bas! Akhirnya udah gede juga..” Ya Allah, antara haru dan malu merekah di
wajah yang begitu tak kuasa dengan reaksi mereka.
“Heh…
heh.. kok malah ribuut?” Akhirnya, Pak Syihab pun angkat suara.
“Dari tadi
kek Pak, pasti gak heboh gini..” Batinku sedikit kesal setelah mendapat
serentetan kicauan teman-teman.
“Kok yang
beginian diributin? Yak, selanjutnya yang ngaji…..” Kelas pun kembali hening setelah beberapa saat Pak Syihab menyebut nama urutan setelahku.
Dan
kehebohan berlanjut pada saat istirahat kedua, saat shalat dzuhur berjama'ah. Teman-temanku semakin riang berkicau ketika masih mendapatiku di kelas. Ya,
aku terbilang tak pernah alpa dalam shalat dan akan bersikeras menegur
teman-teman yang masih ada di dalam kelas jika waktu shalat tiba.
Keesokan
harinya, pada saat istirahat kedua, aku tak ingin lagi mendekam di kelas. Akhirnya, memilih
keluar kelas dan duduk di tempat ibu-ibu yang sedang menunggu anak-anaknya
kelas 1 dan 2 SD yang pulang. Di sini aman.. Pikirku. ~(‾▿‾~)(~‾▿‾)~
“Basmaaah,
selamat yaaa.. Akhirnya udah gede juga.” Sebuah suara tak jauh dari tempat duduk mengagetkan
ketenanganku. Tak perlu mencarinya, sebab sumber suara itu datang dari sosok separuh baya yang datang menghampiriku
dengan senyum ramahnya. Oh, mamanya Zizi.
Aku pun langsung
menyalalminya karena merasa tak enak hati dan kaget setengah mati dengan
kalimatnya tadi. “Iya, makasih, tante..” Jawabku kikuk.
“Iya, ini
Basmah baru gede lho!” Lapor mamanya Zizi pada ibu-ibu yang sejak tadi duduk-duduk di
sebelahku. “Kemaren si Zizi cerita, katanya kelas ampe heboh ya.. Alhamdulillah
udah gede juga ternyata si Basmah.. Tante pikir, Basmah bakalan kecil terus.. Salam juga, buat mama di rumah ya..”
Aku
tersipu..
Gara-garanya,
aku malah kebanjiran selamatan dan salaman dari para ibu yang duduk disitu.
Niatnya ingin menyelamatkan diri dari kejahilan teman-teman, eh malah dapat
juga dari para ibu. Ckckck.. Masya
Allah!!
3.Perpisahan
itu, Cukup…
Hanya tersisa 3 bulan saja untuk UN
SMP, aku harus kembali ke Indonesia yang begitu tiba-tiba. Dan sengaja tidak memberitakannya kepada teman-teman karena pada
saat itu aktivitas yang beruntun seperti study tour ke Madinah, umrah
bersama, bimbel, dan lainnya akan menyita rasa karena larut dengan berita yang tak ingin terusik itu.
Kabar itu pun berhembus di hari dimana aku
dan adikku datang ke sekolah bersama ayah, tepat pada hari Selasa waktu istirahat
pertama. Teman-temanku sempat mengira hari itu aku tidak masuk lagi ke sekolah
karena sakitku kambuh, setelah beberapa waktu lalunya aku memang sempat drop dan dirawat inap di RS setempat
seusai melaksanakan umrah bersama sekolah. “Gue
baik-baik aja kok.. Insya Allah gue bakal ke sekolah kok.. Tapi agak siangan..”
Balasku melalui pesan singkat yang sejak pagi masuk beruntun menanyakan
kabarku.
Baru turun dari mobil dan
melenggangkan kaki menuju gerbang sekolah, tangisku pecah seketika saat
mendapati guru bahasa Indonesiaku, yang seharusnya aku temui di pagi hari jika
aku masuk tadi. Seusai ayah menyapa guruku itu, beliau berlalu begitu saja
meninggalkanku yang menangis dipelukan guruku. Tanpa kata, aku hanya
membahasakannya dengan air mata, bahwa sebenarnya aku masih sangat ingin di
sini. Beliau pun memahamiku, dan menyarankanku untuk segera masuk dan menemui
semua guru dan teman-temanku. Dengan terus membawa mataku yang sembab, aku memasuki area
sekolah yang telah bertahun-tahun membelajarkanku.
Setelah berpamitan pada seluruh
penghuni kelas dari TK sampai SMA, guru-guru, teman-teman, adik-adik dan
kakak-kakak, serta tak melupakan ibu-ibu yang ada di sana, aku bak seleb yang tiba-tiba
langsung naik daun. ~Huaah!!
Berburu ingin foto bersama denganku,
dan memberi beberapa hadiah dan surat yang mereka buat begitu mendadak. Terima kasih semuanya, gue gak bakal pernah
ngelupain kalian.. :D “Jangan lupa bertele-tele (baca: telepon) ya kalo
udah di ina.. ” Pesan seorang kakak kelasku.
Sambil menunggu surat pindah
ditandatangani oleh kepala sekolah, aku mendapat banyak yang gratis, termasuk makanan di kantin. “Mau
makan apa ,Basmah? Tante kasih gratis, deh! Jangan lupa Ntar mampir ke rumah
juga ya.. Tante bakal kasih empek-empek,.” Ujar ibu kantin asal Palembang ini
dengan ramah.
Yah, perpisahan itu begitu cukup.
Cukup memberi ketegangan ruang hati untuk menerima semuanya dengan lapang.
Cukup menguras perasaan. Cukup merenggut pikiran. Dan cukup membuatku Allah
mencukupkan segala sesuatu apa yang aku butuhkan. Bagiku, tak ada penyesalan
untuk membuatku cukup. Hanya cukup bersedih sesaat, dan cukup memasang senyum untuk
selamanya. ( ˘⌣˘)( ˆ⌣ˆ)
Terima kasih Allah, atas cerita ini.
Dan aku hanya ingin tetap tersenyum melewati setiap masa yang begitu indah Kau
sajikan.
Wal hamdulillahi
rabbil
‘alamiiin… Ibu Guru Maya, aku hanya bisa menyajikan tiga cerita, karena
sebenarnya agak shock pada saat tersadarkan oleh ketiga cerita ini yang begitu
panjaaaaaang. Khawatir pembaca bosan membaca tulisanku. Gomen ne, Maya Sensei!! ^^