27 Juli 2017

Mengenal Kalimat Thayyibah

Posted by bianglalabasmah at 7/27/2017 10:31:00 PM
Asma' dan 'Aisyah
Untuk membentuk karakter memang dibutuhkan keteladanan. Anak bak sponge, menyerap di sekitarnya terhadap apa saja yang ia lihat. Maka ada hal yang memang perlu kami biasakan sejak dini, kalimat thayyibah (kalimat baik) di setiap apa-apa yang akan-sedang-setelah dilakukan.

“Afwan ummi..” Kata ‘Aisyah sambil memeluk saya yang tengah membantu memakaikan celana setelah membersihkan ‘Aisyah yang qadarullah, ‘kebobolan’ pup di celana.
“Minta tolong Abi, ambilkan Asma’ minum..”
“Tabe’ (permisi) Ummi, Asma’ mau lewat..”
“Syukran Abi, jazakallaahu khaer..”
“Syukran Ummi, jazakallaahu khaer..”
 "Afwan nak, Ummi salah.." Saya pun selalu berusaha mengakui kesalahan dengan meminta maaf.

Terima kasih, maaf, dan tolong adalah kata-kata yang memberi efek positif. Tentunya berlaku dari orangtua, antar pasangan, keluarga, dan anak. Tak sebatas itu, pujian atau sesuatu yang kita anggap buruk sekalipun tetap berucap kembali kepada siapa yang mencipta.

Subhanaallah
Allaahu Akbar
Innaalillaah
Astaghfirullah
Masyaa Allaah
Insyaa Allah
dll *emak-emak gitu, suka lelah ngetik*

Usia anak 0-6 tahun memiliki kecenderungan melihat apa yang orangtua lakukan, bukan apa yang orangtua katakan. Jangan heran bila tiba-tiba perilaku kita seperti terpantul ke tingkah anak-anak. Bahkan dari cara berbicara, bersikap atau kebiasaan kita begitu mudah ditiru dengan baik oleh anak. Tak jarang pula orangtua seringnya khilaf dan luput atas tindak tanduknya. Astaghfirullaah…

Mulai dari lisan sampai pada perbuatan orangtua bisa mudah di-copy paste oleh anak. Kerap kali saya dan suami memerhatikan gaya dan cara bicara Asma’ dan (sekarang) ‘Aisyah yang arahnya kemana. Termasuk tindak tanduk mereka seperti siapa. Rasa-rasanya malu sendiri ketika yang di-copy paste itu yang tidak mengenakkan mata dan hati. Langsung ada sesal beruntun dan memperbanyak istighfar atas sikap sendiri.

Untuk menjadikan anak shalih atau shalihah memang tidak instant. Tidak pula dengan memasukkan pada sekolah bergengsi, kalau kata Ibu Elly Risman ke sekolah berlabel AL-AL agar akhlaqnya bisa seperti Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka, bekal teladan memang jadi tanggung jawab orangtua yang meski kami harus tertatih-tatih melakukannya, lelah yang semoga menjadi lillaah

Sering dianggap ‘aneh’ oleh kebanyakan orang termasuk orang terdekat. Bahkan ketika mengucapkan, “Syukran, Jazakallaahu khaer..” masih dianggap ribet dan tabu untuk sebagian orang. Begitu pula pujian berupa “Masyaa Allaah..” dan kalimat lainnya yang selalu kami ingatkan berkali-kali kepada anak-anak ketika berujar sesuatu.

“Banyak mainanku..” Begitu yang Asma’ katakan. Ketika kedatangan kakek neneknya, atau sedang berkunjung ke rumah keluarga, tetiba ada saja laporan dari Asma’. Entah mainan, baju, buku, dan lainnya.

“Kalau banyak bilang apa?” Seperti biasa, saya atau suami berusaha untuk bisa saling mengingatkan, baik untuk kami, juga anak.

“Masyaa Allah..” Lanjut Asma’ atas banyak mainan yang ia sampaikan.

“Barakallaahu fiik, kakak..” Puji kami ketika mendapatkan tanggapan dari Asma’ berupa pujian kepada Allah.

Begitupun pada kata ‘astaga’. Asma’ pernah mendengar kata tsb dari luar, dan ia pun tiba-tiba juga mengatakan kata yang sama membuat saya yang tidak pernah berkata itu, ganjal.

“Abi sama Ummi biasa bilang astaghfirullaah, sayang..” Saya mengingatkannya, kemudian Asma’ mengucapkan kalimat istighfar dengan lengkap.

“Astaghfirullaahal ‘adziimm..” Sambungnya dengan tersenyum.

“Syukran kakak. Barakallaahu fiik sudah mengerti.” Puji saya. Tak lupa mendoakannya semoga Allah bisa istiqamahkan kalimat thayyibah padanya, juga pada anak-anak kami yang lain.

Memandirikan anak dengan kalimat baik memang dibutuhkan. Sebab kita tidak pernah tahu, bahwa seberapa banyak yang kita sampaikan mengena di dalam diri anak. Apakah yang terekam dalam benak anak itu adalah yang baik atau buruk. Serta berkata dan bersikap entah pada siapa nantinya anak-anak kita mencontoh.

Ketika pengenalan sosok teladan nabi kami upayakan dengan membacakan atau menceritakan. Menjaga sikap kami sebagai orangtua dengan mengamalkan sunnah, menyampaikan hikmah di setiap kejadian, menjauhkan gadget dan tontonan tv yang saat ini menjadi ikhtiar kami dalam memberi pemahaman secara bertahap. Pun pada doa yang bisa kami panjatkan tentunya untuk diri kami lalu anak dan sekitarnya. Karena pengaruh dari luar begitu deras. Lengah sedikit saja bisa mengubah pola yang lebih dikenal dengan lifestyle ‘kekinian’.

Kepada siapa anak kita nanti mencontoh.
Kepada siapa anak kita nanti bergaul.
Kepada siapa anak kita nanti ke depannya.
Kita tidak pernah tahu taqdir Allah apa yang ada di hadapan kita.

Itulah mengapa salah satu alasan tidak tergesa-gesa memperkenalkan calistung (baca, tulis, hitung). Sebab ada ‘time limited’ yang sedang kami kejar. Sebelum Asma’, ‘Aisyah, dan Afra’ masuk fase tamyiz ( > 7 tahun). Fase dimana seorang anak mulai dapat membedakan baik dan buruk, mampu menilai sesuatu bermanfaat atau tidak untuk dirinya. Membekali dalam ketundukan di hadapan Rabb-nya, pesiapan untuk memasuki fase tersebut. Allaahul musta'an.

Masih banyak PR kami untuk bisa menancapkan Iman, Islam, dan Ihsan pada 3A Hafizhah kami. Bekal penting tentang ketundukan pada Rabb-nya meski kami pun sedang berusaha mengajari diri sendiri.

#BasmahThariq
#Day8
#GameLevel2
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea