“Manisnyaaa!!”
Seseorang tiba-tiba meneriakiku yang
baru saja memasuki salah satu pintu gerbang kampus. Semakin dibuat kesal pada
saat menyadari suara itu bersumber dari seorang laki-laki yang tak kukenal sedang
duduk di atas motornya yang terparkir di depan fakultas. Sepertinya bukan mahasiswa jurusanku yang harus memakai pakaian seragam putih dan celana/rok hitam kain. Bukan ber-jeans seperti dia.
Tanpa berpikir panjang, aku membalikkan
langkah untuk menghampirinya. “Maaf, bisa diulang sekali lagi?” Tanyaku dengan
penuh emosi dan tatapan sinis.
Brukk!! Belum sempat ia menjawab,
kaki kananku lebih cepat menendang ban motor depannya dengan kekuatan ‘lebih’ yang
membuat ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
(My Afkaar with my Pict -Muri ni egao o miseru: Senyum terpaksa-)
Huft… Astaghfirullahal ‘adziim.. Astaghfirullahal ‘adziim.. dengan cepat,
aku beristighfar sedalam-dalamnya. Seketika aku melepas pikiran aneh yang
langsung saja terbersit tadi. Sepertinya pikiranku jauh lebih cepat bergerak
ketimbang tubuhku yang berjalan.
Mendengar teriakan itu, sepintas aku membalas si pemilik suara itu dengan tatapan sinis sambil
terus mempercepat langkahku masuk ke fakultas.
Riuhan suara mahasiswa mulai beradu
di dalam fakultas membuat degup jantungku semakin mempercepat detaknya. Siang ini
akan ada “uji coba” seminar proposal di kelas pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan. Jadi wajar saja sejak awal tiba di kampus aku mendapati
perasaan yang sangat tak beraturan.
“Heyy, assalamu ‘alaikum, kenapa cemberut..?”
Lagi-lagi aku dikejutkan dengan
suara teriakan. Ditambah penampilan secara fisik terlihat seperti laki-laki. Tapi,
aku bisa bernafas lega karena tersadar kalau si pemilik sapaan itu bukan laki-laki.
Melainkan Jo, teman dari jurusan lain yang kukenal karena setiap kali bertemu ia pasti orang pertama yang menyapa.
“Wa’alaykumsalam warahmatullah..” Aku
menghentikan langkahku yang berencana ingin melesat ke masjid. “Eeh,si ukhti
Jo ini ngagetin aja..” Aku pun
mengulurkan tangan kananku untuk menyalaminya.
Jo menerima salamku. “Hayoo kenapa cemberut? Pasti
gara-gara tadi ya?” Ia mengingatkan sesuatu sambil memamerkan senyum renyahnya.
“Eh, tadi liat ya pas di luar? Kok
saya gak liat?”
“Kan saya lewat di pintu satunya..”
“Ooh..” Mulutku membulat. “Kalo tadi
ada ukhti di sebelah saya, mungkin udah saya suruh tadi samperin tuh orang..”
“Hahaha.. Memangnya mau kita’* apakan?”
“Mau minta bantuan ukhti buat sumpelin
mulutnya pake batu..” Cetusku enteng.
Tawa Jo meledak, “Hahaha.. Memangnya
kita’ gak suka dipuji?”
“Bukan gak suka, tapi takut aja kalo
gimana-gimana nantinya..” Kataku yang sesekali memandang sekeliling fakultas
yang semakin ramai.
“Takut gimana-gimana? Maksudnya?” Jo tak
mengerti.
“Pertama, coba kalo tadi lagi kumat ge-er
saya, terus pas dia muji, saya langsung terbang. Kan gak lucu kalo entar di kelas
dosen saya nyariin, ‘mana si Basmah?’ terus teman-teman pada bilang ‘terbang,
Pak! Gara-gara dikatain manis!!’” Jelasku asal-asalan.
Jo tak bisa menahan tawa lagi, “Hahaha..
dasar! Terus kedua?”
“Terus.. Siapa dia? Orangtua saya
aja gak pernah bilangin saya manis. Apalagi kata ‘manisnya..’.” Protesku
sekenanya.
Jo tertawa melihat ekspresiku yang
begitu lepas. “Hahaha… Masih ada lagi?”
“Eh? Masih mau ditambah?” Aku
memperbaiki map biruku yang sesekali melorot dari kedua tanganku. “Ketiga, seharusnya
kita gak punya hak untuk menerima pujian tanpa diiringi dengan pujian untuk
Allah.. Seperti subhanallah, masya Allah, dan lainnya.”
“Lho? Memangnya kenapa kita gak
punya hak untuk itu? Kalo dasarnya memang cantik, bagus, atau apalah namanya..”
“Karena tanpa pemberian Allah, kita gak
akan merasa jadi apa-apa. Semua hanya titipan yang patut disyukuri.” Tambahku. “Eh,
saya ke masjid dulu ya, ukhti. Belum shalat. Ukhti sudah shalat?” Tiba-tiba aku
teringat waktu dzuhur.
“Iya sudah..”
“Kalo gitu duluan ya.. Assalamu’alaikum!”
Aku pun menyalaminya sebelum meninggalkan fakultas.
“Wa'alaikumsalam..” Ia pun meraih tanganku. “Masya Allah, manisnya!!” Goda Jo.
Aku membalas mengacak rambutnya Jo, “Iya, tapi lebih subhanallah lagi manisnya Jo kalo berjilbab.. ” Kemudian berlalu meninggalkannya pergi.
Masih ada yang paling akhir alasannya.
Ya, sebenarnya ada alasan yang selalu terpikirkan: Tak ingin dipuji karena
akan merasa diberuntungkan. Sebab selalu ada celah yang kadang membuat aku mengalah tanpa
disadari dengan perasaan yang meninggi dan lupa ada hal lain yang perlu dibenahi.
“Wa'alaikumsalam..” Ia pun meraih tanganku. “Masya Allah, manisnya!!” Goda Jo.
Aku membalas mengacak rambutnya Jo, “Iya, tapi lebih subhanallah lagi manisnya Jo kalo berjilbab.. ” Kemudian berlalu meninggalkannya pergi.
13 comments
Wuih, si Basmah jago "silat". :)
Orangtua mu, mengatakan dirimu seperti judul tulisanmu kali ini, dalam doanya.. :)
Membaca paragraf2 awal, ku pikir benar2 nyata yg sempat diceritain ma basmah d kampus *masalah yg nendang ban motorx. Alhamdulillah ia hanya serpihan benak. Klo nggak, sy bakal melewatkan moment itu :)
Manisnyaa senyum terpaksanya ntuh gambar.
Anaa_Pertiwi
Subhanallah, manisnya...
:)
Bagus Basmah, seharusnya emang puji2an itu diperuntukkan pada yang patut dipuji.
Malah aku pernah tau kisah seorang sahabat yang dipuji oleh yang lain, beliau menampar orang yang memujinya.
Hmmm, kalau zaman sekarang sih, dipuji jadi melayang ya Basmah..
Bismillah,,
MasyaaAllah,, tulisan kali ini bikin as-satrah kaget setengah mati!!!
Basmah, nendang???
apppaaaaaa???
Gubrakkkkkkk...
Gak terfikir, bahkan untuk sekedar membayangkan,, gaaak beeeee raaaaa niiiiiiii....wkwkwkwk...
Tapi ngomong-ngomong soal dibilangin manis ma orantua, alhamdulillah as-satrah pernah tuh, ma abaq dibilangin manis, maaf yah bas! hehehhe..
salam gan ...
menghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !
Subhanallah... menarik sekali tulisannya untuk direnungkan. ^^
@Arya PoetraHm, orangtuaku agak pelit memuji.. Palingan bilang "Masya Allah, subhanallah aja.." tapi, saya meng-aminkan doa kak Arya..
@AnonimDuh, ukhti Ana Pertiwi :D saya gak mungkin bersikap gegabah.. Jangan sampai saya gak diperlambat kelulusannya gara-gara insiden itu.. Na'udzubillah.. >.<
@Sri Efriyanti HarahapIya, ukhti.. Itu makanya alhamdulillah gak sedang kumat penyakit narsis sy. takut aja tiba-tiba melayang.. :D
@As-SatrahHihi.. saya juga TIDAK BERANI untuk melakukan itu. Kalau ada pasukan, mungkin bisa terjadi..
Masya Allah, dapat pujian dari abahnya As-Satrah..
Sy gak pernah kayaknya.. haha.. Palingan kata "Masya Allah"nya aja, tapi pujian untuk yg lain.. hihi..
@As-SatrahHihi.. saya juga TIDAK BERANI untuk melakukan itu. Kalau ada pasukan, mungkin bisa terjadi..
Masya Allah, dapat pujian dari abahnya As-Satrah..
Sy gak pernah kayaknya.. haha.. Palingan kata "Masya Allah"nya aja, tapi pujian untuk yg lain.. hihi..
@Outbound di MalangTerima kasih ^^
@ansopiyTerima Kasih untuk kunjungan dan membacanya. semoga bermanfaat.