Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha diceritakan bahwasanya dia berkata,
“Aku pernah bermain dengan anak-anak perempuan di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu aku mempunyai teman-teman perempuan yang suka bermain bersamaku. Lalu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk, mereka pun merasa segan kepadanya. Kemudian beliau memasukkan mereka kembali kepadaku, dan mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari)
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita bagaimana ia dahulu suka bermain boneka bersama dengan teman-temannya. Lalu ketika Rasulullah masuk ke rumahnya, mereka pun berhamburan keluar karena merasa malu dan segan kepada beliau. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam justru memanggil mereka kembali untuk melanjutkan permainan mereka dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Ini adalah belas kasih yang luar biasa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliau lebih memprioritaskan kebahagiaan yang dirasakan istrinya ketika bermain boneka bersama teman-temannya daripada harus menemani beliau.
Ini juga merupakan kasih sayang yang sangat besar, yang menegaskan sikap lemah-lembut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada wanita dan perhatian beliau yang luar biasa dalam menjaga perasaan wanita. Sebuah kasih sayang yang patut ditiru dan diteladani di dalam interaksi kita dengan pasangan hidup kita. Yakni kita bersabar terhadap polah tingkahnya dan terkadang memprioritaskan apa yang disukainya daripada apa yang kita sukai, selama hal itu bukan merupakan sikap memperturutkan hawa nafsu.
Barangkali karena mengetahui betapa besarnya cinta Nabi kepada istrinya, Aisyahradhiyallahu ‘anha, maka kaum muslimin dahulu lebih suka memberikan hadiah mereka kepada Nabi ketika beliau sedang berada di rumah Aisyah. Hal itu mereka lakukan dalam rangka mengharapkan restu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana diceritakan di dalam sebuah Hadits riwayat Imam Bukhari,
“Bahwasanya orang-orang dahulu lebih suka memberikan hadiah mereka pada hari (di mana Nabi berada di rumah) Aisyah. Dengan itu mereka berharap mendapatkan restu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Bandingkanlah hal ini dengan kepongahan para pria yang ketika menyebut istri-istri mereka atau kaum wanita pada umumnya, maka mereka mengatakan, ‘muliakanlah’ atau ‘semoga Allah memuliakan anda’ dan ungkapan-ungkapan lain yang tidak ada landasannya di dalam Islam dan tidak sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Nabi dan para Sahabatnya dalam menghargai dan memuliakan wanita!!
Tidaklah berlebihan jika kita katakan bahwa penghormatan Islam kepada wanita tidak bisa ditandingi oleh undang-undang mana pun di dunia ini. Pesan-pesan untuk kebaikan wanita juga tidak ada yang menyamainya di dalam sistem mana pun di dunia. Dan belas kasih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada wanita juga tidak mungkin bisa disamai oleh siapa pun.[]
Disadur dari buku “Aku Tersanjung” karya Muhammad Rasyid al-Uwayyid.
sumber: http://wimakassar.org