Bismillah, segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, kembali Ia hadirkan sepenggal Jum’at untuk menjadi latar waktu yang indah pada pertengahan November. Meski sempat beberapa pekan terakhir, Jum’at begitu menggugat diri. Dengan segenap keterbatasan yang sempat mengikis semangat heroik, hingga mendapati diri ini dengan langkah sedikit terombang-ambing kehilangan arah. Tapi, tetap saja skenario Allah yang terindah.
Hm… Ukhuwah itu degup penuh makna, mengalir indah bersama aliran darah, berawankan keistiqamahan yang tiap titisannya menembus keras prasangka dalam hati.
Tak ada yang mampu mengingkari definisi ukhuwah jika ia benar-benar mengaplikasikan secara nyata. Senantiasa hidup walau bertatap jarang. Tapi, itulah yang bisa terwakilkan saat mengingat sesosok saudari yang terlahir dari rahim seiman.
Entah mengawali lembaran kisah mana, persaudaraan ini dimulai. Kisahnya memang saat itu tak terasa, karena ketidaksengajaan. Lebih tepatnya sih, Allah mempertemukan dengan naskah yang masih mengabu dalam kisah hidup kami. Yah, karena boleh dikatakan tidak terlalu istimewa namun value dari masterpiece yang sama-sama kami kenali dengan sebutan “ukhuwah” itu tak tergantikan. “Ah, lebih baik katakan saja ‘pertemuan sederhana’, tapi memberi efek luar biasa.”
Bertemu dalam lingkaran kecil secara intens. Aku yang sempat terpantul-pantul mencari persinggahan mengisi ruhiyah karena sekolah dan lingkaran kecil yang memakan jarak, serta waktu membelenggu keterbatasan. Hadirnya pun menyambut hangat untuk bergabung di lingkaran kecilnya yang baru beberapa waktu terbentuk.
Lalu, berganti hari, bulan, dan tahun menemani pertemuan tersebut walau harus bertolak ke arah yang berbeda, kebersamaan memang selalu ada. Atas dasar kesibukan yang kerap kali menjamah diri-diri ini, sehingga pada tiap pertemuan sejenak serasa menjadi pertemuan terindah. Bahkan melahirkan banyak orang mengagumi gaya kami. Karena hubungan ini membuncahkan rindu yang mengait jejalinan harap. Hubungan yang selalu membawa pada haru, membawa pada saling menguatkan satu dengan yang lain.
Hiruk pikuk aktivitas ini, ukhti…
Hingga tak kurasai tangismu,
Hingga tak kurasai letih langkah kakimu yang jauh,
Hingga tak kurasai darah-darah itu mengalir dari tubuhmu,
Hingga tak kurasai duka yang mulai menggelayut jiwamu…
Dan kini, kembali Allah mengantarkan pertemuan kami di Jum’at tersebut. Saat mengadakan janji ke tempat bermula kisah dimulai dengan sejuta kenangan heroik. Tepatnya mejenguk kediaman SMA yang pernah membesarkan kami dengan warna yang menghiasi hari kami semasa SMA dulu. Selalu, kehadiran kami ibarat mengulangi masa lalu. Menyapa guru-guru di beberapa penjuru, menjelajahi wilayah-wilayah tertentu meski sangat ingin menjamah basecamp kami, asy-syifaa, sebuah perpustakaan Islami yang terletak di sudut masjid.
Melalui nahla yang terhampar dan musyawarah pengurus yang kami jumpai, seolah kembali mengais masa lalu. Kembali menyusun puzzle-puzzle yang sempat terpencar, walau selalu ada guratan perih yang terdengar kembali saat menyusun bersama. Terakhir, aku masih ingin mengukir kisah ukhuwah ini bersamamu..
Bisikku untukmu, ukhti..
Kau mengajari makna yang indah
To: Akhwat Kurma 17 dan Ukhti Tri Aminah
1 comment
Ukhuwah... satu kata sejuta makna.