Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Alhamdulillaah, di pekan kedua masih di kelas Matrikulasi
IIP batch #3, sembari menyapa bulan baru, entah kenapa setiap buka Whatsapp jadi deg-deg serr sendiri… Mengingat
ada beberapa grup online via Whatsapp yang juga memberikan tugas.
Jadilah berasa kembali ke bangku kuliah lagi. Menambah jam belajar lagi. Buka
laptop lagi. Diskusi lagi. Meski waktunya hanya bisa di luangkan pada malam
hari setelah dou-Asma’Aisyah tidur pulas.
Taraa.. Berikut Nice
Homework (NHW) kedua yang datang di malam hari setelah saya tidak sempat
hadir di waktu diskusi.
*
Bunda, setelah memahami tahap awal menjadi
Ibu Profesional, Kebanggaan Keluarga. Pekan ini kita akan belajar membuat
CHECKLIST
INDIKATOR PROFESIONALISME PEREMPUAN
a. Sebagai individu
b. Sebagai istri
c. Sebagai ibu
Buatlah indikator yang kita sendiri bisa
menjalankannya. Buat anda yang sudah berkeluarga, tanyakan kepada suami,
indikator istri semacam apa sebenarnya yang bisa membuat dirinya bahagia,
tanyakan kepada anak-anak, indikator ibu semacam apa sebenarnya yang bisa
membuat mereka bahagia.Jadikanlah jawaban-jawaban mereka sebagai referensi
pembuatan checklist kita.
Buat anda yang masih sendiri, maka buatlah
indikator diri dan pakailah permainan “andaikata aku menjadi istri” apa yang
harus aku lakukan, “andaikata kelak aku menjadi ibu”, apa yang harus aku
lakukan. Kita belajar membuat “Indikator” untuk diri sendiri.
Kunci dari membuat Indikator kita singkat
menjadi SMART yaitu:
·
SPECIFIK
(unik/detil)
·
MEASURABLE
(terukur, contoh: dalam 1 bulan, 4 kali sharing hasil belajar)
·
ACHIEVABLE
(bisa diraih, tidak terlalu susah dan tidak terlalu mudah)
·
REALISTIC
(Berhubungan dengan kondisi kehidupan sehari-hari)
·
TIMEBOND
( Berikan batas waktu)
Maka,
dari tugas di atas yang diberikan, awalnya saya sempat skip, karena terbayang
akan ribet dan butuh waktu harus me-list daftar kegiatan yang dimiliki.
*
Here I go.
Setelah mencoba menghayati materi dan tanya jawab hasil
dari diskusi grup, saya pun bersegera mencoba menuliskannya dalam bentuk tabel.
Kemudian saya mendiskusikan (tepatnya bertanya dan memastikan) pada suami
apakah indikator yang telah saya tulis ini ada yang kurang, atau ada yang tidak
sesuai darinya. Tentunya, bukan hanya fokus pada indikator sebagai istri, melainkan
sepaket mengenai pribadi saya, istri, dan ibu untuk anak-anaknya yang kelak
akan siap dipertanggungjawabkannya nanti di hadapan Allah ta’ala.
Sebagai pribadi misalnya, ada hal-hal yang memang perlu
dibahasakan bersama suami, meski indikator tersebut sifatnya untuk pribadi.
Dalam hal ruhiyah misalnya, bertujuan untuk saling
mengingatkan dalam ketaatan dan kebaikan bila mendapati ada kelalaian. Begitu
pula pada aspek jasadiyah, mengingat ‘ideal’nya memang butuh powerfull dalam menjalani aktifitas
rumahan yang membersamai anak dan suami. Dan suami pun perlu mengetahui apa-apa yang
menjadi sumber kekuatan pada istri dalam fikriyahnya. Mengetahui passion istri yang bertujuan selain
mendapatkan ridha suami, juga mendapatkan dukungan penuh.
Asma’ dan ‘Aisyah masih berusia di bawah 4 tahun.
Indikator ibu tentunya ditanyakan langsung kepada ayahnya anak-anak. Peran ayah
dalam pembentukan kurikulum keluarga. Sebab saya meyakini ketika seorang ibu
adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, maka ayah adalah kepala sekolah.
Sejauh ini, saya memang mendiskusikan dan banyak
menyampaikan progress anak-anak yang hampir
24 jam hadir di kehidupan mereka kepada suami. Termasuk konsep pendidikan dan
metode apa yang coba kami aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh ini memang
sepengetahuan dan hasil kesepakatan dari suami, ayah dou-Asma’Aisyah. Bahkan ketika ada salah sikap yang saya tunjukkan,
pun suami pada anak, kami akan diskusikan untuk mencari solusinya. Tentunya,
kesepakatan yang kami pegang in syaa
Allah berlandas pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, saya dan suami sedang berusaha
tidak terbawa arus informasi dengan beragam konsep pendidikan yang tersaji. Istilahnya,
kami tidak ingin latah. Sebab sudah menjadi keharusan bahwa orangtuanya-lah
yang tau dimana letak kemampuan dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Wallaahu a’lam.
Khawatir pembahasan mengenai anak jadi meluas, *sering
ketagihan curcol* :D in syaa Allah di
lain waktu akan saya tulis konsep Home
Education kami. Di atas tadi hanya sekadar mengulas pendapat saya dan suami
mengenai indikator sebagai seorang ibu.
*
Masyaa Allah, mengerjakan NHW ini semacam bahan muhasabah menurut saya. Sejauhmana kita memposisikan diri sebagai hamba Allah dengan amanah yang telah Allah muliakan dari taqdirnya seorang perempuan. Maka, kesyukuran perlu ditingkatkan, bila masing-masing kita bisa berada dalam lingkar kebaikan tersebut. Semoga dengan men-list indikator tersebut saya bisa menjemput kebaikan-kebaikan itu.
Salam Ibu Pembelajar,
Basmah Thariq / Ummu Asma'