Baru
menyadari, di rumah ini belum pernah menyinggahkan awal pertemuan saya dengan
dou-A Hafizhah kami. Setelah beberapa hari lalu dapat kesempatan di salah satu
grup Whatsapp untuk menceritakan awal
perjumpaan dengan buah hati, maka kesempatan ini saya kemas kembali untuk
mengisi kisah yang mungkin sudah terlampau jauh. Kali ini, cerita perjumpaan
saya dengan seorang Asma’ yang Allah perkenankan kehadirannya di tengah
keluarga kecil kami. Di kali pertama kami mendapat amanah sebagai abi dan ummi.
*
Terhitung
kurang lebih empat tahun lalu, dua bulan setelah menikah, saya menemukan dua
garis pertama di testpack di jelang Subuh
kala itu. Mengingat masa datang bulan yang tak kunjung dan disertai tanda-tanda
yang menggerakkan saya tuk meminta suami untuk dibelikan testpack. Berlanjut pada menjalani masa kehamilan yang ternyata tidak
mudah. Karena baru merasakan kehamilan pertama, tentu tubuh masih memerlukan
pengadaptasian.
Morningsickness, diiringi dengan mual muntah hebat yang rupanya
berbilang bulanan. Kalau kata orang yang mengalami masa itu, mual muntah hanya
ada di trimester pertama. Namun tidak dengan kondisi saya. Betapa jatuhnya
berat badan saya kala itu, lemas, dan hampir dirawat di RS karena nafsu makan
yang benar-benar hampir hilang. Mempertahankan apa yang sudah masuk itu p-e-r-j-u-a-n-g-a-n. Kalaulah proses
ini harus saya tempuh, saya hanya berpinta agar dimudahkan pertemuan saya dan
buah cinta kami di masa persalinan nanti, tentu sekehendakNya.
Hari
demi hari terlalui, bulan demi bulan terlewati, tubuh ini mulai bisa
beradaptasi. Menjalani kehamilan dengan status masih mahasiswi tingkat akhir,
dan berusaha kuat meski dengan menemui kondisi hampir masih sama. Mual muntah
di sepanjang hari. Laa haula wa laa
quwwata illaa billaah.. Seluruh raga ini, termasuk janin dalam kandungan
adalah kehendakNya. Hanya tawakkal kepada
Allah untuk segala rasa yang dihadirkanNya untuk saya.
Hingga
waktu yang telah ditetapkanNya, gelombang cinta bernama kontraksi memberikan
tanda-tanda dari proses perjumpaan ini. Cukup menghujam perih sekitar perut bawah
depan dan belakang. Mules-mules
seolah hendak buang hajat yang di ujung tanduk, namun tak berarti ada. Berkali-kali
ke kamar mandi hanya untuk memastikan rasa mules
yang semakin menjadi, tetap saja tidak ada. Tidak pula ditemukan tanda lainnya
semacam bercak atau merembesnya ketuban. Namun gelombang cinta itu datang dan
pergi silih berganti. Hingga awalnya saya yang penasaran dengan gelombang
tersebut terus menerus memilih jalan-jalan mengitari ruangan dan naik turun tangga.
Berusaha melepaskan gelombang yang terus meronta-ronta. Hingga akhirnya saya
tak lagi sanggup berdiri. Hanya membungkuk untuk mencoba menopang gelombang
cinta yang datang dan pergi secara bergilir.
Suami
memang sedang tidak sedang menemani saya lebih sepekan. Setelah sebelum
menitipkan saya di rumah orangtua, saya memastikan kandungan di salah satu
RSIA. Prediksi dokter spog kala itu HPL jatuh selepas lebaran idul fitri. Maka, melepas suami untuk memenuhi amalan
10 malam terakhir Ramadhan di masjid, sembari menitipkan setumpuk doa tuk di panjatkan.
Melihat
saya menahan perih dengan terus membungkuk, oleh orangtua, saya dilarikan ke
RSIA tempat saya rutin memeriksakan kandungan. Suami yang harusnya masih
beri'tikaf di hari ke-28 Ramadhan kala itu, qadarullah,
memutuskan keluar dari masjid selepas sahur untuk memantau kondisi saya.
Ahh ya,
gelombang cinta.. Masih saja terus mendesak. Jelang Subuh, sesampai di tempat,
Bidan yang saya temui memeriksa setelah meminta saya untuk –maaf- buang air
kecil terlebih dahulu. Bidan mengatakan sudah pembukaan 7 dan mengingatkan
untuk menahan desakan dari gelombang cinta sampai pada pembukaan lengkap. Oleh
bidan pula, dipecahkannya ketuban. Dan semakin terus mendesak gelombang ini,
raga saya melemah. Hingga doa bertubi-tubi berucap di lisan.
Hadirnya
suami ba’da Subuh, langsung mendekati saya disertai mengingatkan untuk terus
berdzikir. Dan mengatur emosi dan energi saya yang teramat lelah tak
berkesudahan. Semakin mendesak saja, sedang lemah dan letih sudah dipuncak.
Maka suami menyempatkan tuk menyuapi sarikurma dan sesekali memberi minum air
untuk bisa bertahan. Nafas saya terputus-putus. Tak sanggup melepas desakan itu
dengan nafas panjang. Hingga berulang kali nafas yang tetap terputus, seolah
lupa bagaimana cara buang hajat.
Sungguh,
Maha Sempurna milik Allah.. Gelombang cinta itu mendesak-desak, kemudian
memberikan jeda yang sesekali saya mengatur ulang nafas tuk melepas desakan itu.
Tapi belumlah maksimal. Hingga ilmu tawakkal itu seolah menguji saya. Tawakkal 'alallaah.. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah…
Tentang
proses kehamilan dan persalinan, hingga gelombang cinta itu, tetiba terbersit wajah
mama, yang pernah berkali-kali berjuang untuk sebuah pertemuan ini.
Masih
dengan lemas yang tak berkesudahan diselingi jeritan-jeritan saya yang memenuhi
ruang. Di detik-detik jelang melepas desakan yang terus meronta, saya melihat
suami yang meneteskan air mata. Meminta maaf sambil terus berdoa. Menggenggam
tangan saya begitu erat. Seolah ia ingin mentransfer seluruh kekuatan yang ia
punya pada saya.
melalui
doanya,
melalui
tawakkalnya,
melalui
harapannya,
dan melalui
cintanya..
Melihat
ia menggenggam tangan saya, dan tangan satunya terus mengelus ubun-ubun saya,
sebagaimana kali pertama, di 11 bulan lalu, ia menyentuh dan meniupkan segenap
doa setelah akad diucap.
Atas
izin Allah, desakan yang tak mampu dijangkau oleh kata, lepas juga tepat di pukul 07.14 WITA, setelah
nafas panjang yang saya hempaskan. Sebentuk kepala menyembul sempurna, kemudian
diraih oleh bidan dan saat itu pula gelombang itu hilang. Tak ada tangisan yang
kami dengar. Tenaga medis sesekali menggosok tubuh mungil buah cinta kami. Tetap
belum ada isakan tangis. Menurut tenaga medis, ada ketuban yg tertelan. Sehingga
diambilkannya alat untuk membantu mengeluarkan cairan ketuban tersebut. Hanya berselang dua-tiga menit, tangisan yg kami nantikan pecah.
Didekapnya ia, untuk berlanjut proses IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Suami
mengecup kening saya yang masih terbaring lemah, kemudian dikecup pula buah cinta
kami yang masih dalam IMD sambil menikmati jahitan dari pergolakan tadi.
Kini
gelombang cinta yang mendesak-desak saya kala itu, telah berusia 3 tahun 6
bulan. Perjuangan di awal hanyalah sebuah proses menemui perjuangan-perjuangan
bersamamu di hari selanjutnya, nak..
Asma’ binti Armawi Fadli.
Alhamdulillaah bini'matihii
tatimmush shaalihat..
#OWOP2017
#OWOP1
#rumbelmenulisIIP
#IIPSulsel
1 comment
ditunggu kisah perjumpaannya dengan aisyah dan yang satuny lagi (insya Allah).....