Malam itu sesampai di Cordoba, kota bagian selatan negeri Spanyol, ada kehangatan yang menyelinap dalam hatiku. Alhamdulillah, akhirnya kutapakkan juga kakiku di ibu kota negeri Spanyol semasa kejayaan Islam beberapa abad silam. Rasanya tak sabar lagi ingin segera berlari menuju masjid Agung yang begitu sering kulihat dalam buku arsitektur. Sambil menikmati keheningan malam, kuayunkan kakiku menuju Youth Hostel di Plaza Judi Levi. Terbayang kembali cerita ayahku sewaktu kecil tentang kejayaan Islam di Andalusia pada masa lampau.
Tidurku pun tak nyenyak malam itu. Tak sabar menunggu pagi agar dapat kulepas kerinduan akan La Mesquita (Masjid Agung). Masih jelas di pelupuk mataku, kemegahan istana Alhambra di Granada serta keagungan madrasah-madrasah tua di Marroko, yang kukunjungi sepekan berselang. Mungkinkah kejayaan Islam di Barat bangkit kembali? Seraya merenung aku pun terlelap.
Keesokan harinya, kumulai petualanganku di kota Cordoba dengan melangkahkan kaki di sekitar Judi Levi, yang merupakan pemukiman kaum Yahudi di masa lalu. Tak lama kemudian sampailah aku di depan La Mezquita Cathedral. Hatikupun terasa berdebar-debar saat menunggu antrian panjang para pengunjung.
Sesampai di dalam interior Masjid Agung itu, aku begitu terkesima dengan ukurannya yang sangat luas. Walaupun kolom dan tiang dari masjid itu bukanlah pemandangan yang asing lagi di mataku. Namun, aku begitu terpesona akan keagungan masjid tersebut. Subhanallah! Tak heran jika masjid itu pernah dijuluki “the largest mosque in the Islamic World after Makkah.”
La Mezquita pertama kali dibangun di atas reruntuhan Visigothic Temple oleh Abdul Rahman I pada tahun 784-786. Yang kemudian diselesaikan oleh putra mahkotanya, Hisham I dengan menambah menara sebagai bagian dari masjid. Selanjutnya Abdul rahman III mengadakan perluasan pertama kali terhadap masjid Agung itu, sehingga mendekati sungai Guadalquivir sekitar tahun 833-852. Ekspansi kedua, berkisar tahun 961-976, dilaksanakan oleh oleh Al Hakam II dengan menambah kubah dan mihrab yang memisahkan area masqura dari keseluruhan dari bagian masjid. Namun, pada tahun 987, Al Manshur akhirnya memperlebar masjid itu sehingga tidak lagi mengikuti secara tradisional. Masjid itu berukuran total 190x140 meter yang sepertiga bagiannya merupakan taman indah yang ditanami pepohonan orange. Maka sudah sewajarnya jika masjid itu merupakan masjid tercantik pada masanya.
Dalam bangunan itu, terdapat 19 arcade dari timur ke barat dan 31 dari utara ke selatan serta 1293 kolom dan tiang yang menopang, dilengkapi pila oleh 4 buah kolam dengan pancuran air pegunungan sebagai tempat berwudhu serta 21 pintu gerbang yang menjadi saksi bisu para mu’abad di saat itu. Di bagian barat masjid, dibangun tempat penginapan bagi para musafir dan fakir miskin dilengkapi dengan jamuan dari penduduk Cordoba yang terkenal sangat ramah-ramah. Maka tak heran jika berdiri di tengah kemegahan masjid itu lamunan pun akan melayang jauh ke masa kejayaan muslim Spanyol ketika itu. Wallaahu a’lam.
Pada abad ke 10 Cordoba, sebagai ibu kota Al Andalus saat itu , sangat terkenal dengan sebutan “The Jewel of The Word.” Raja-raja Eropa, yang masih but abaca dan tulis, senantiasa mengirimkan putra-putra mahkota mereka untuk menuntut ilmu kepada para cendikiawan dan ilmuan muslim dari Cordoba dan Taledo, sebuah kota di dekat Madrid. Tentunya saat itu setiap orang diharuskan mengenal bahasa Arab, yang merupakan bahasa kaum terpelajar sepanjang Dar-al-Islam. Pada zaman di mana Eropa masih dalam kegelapan, Cordoba telah melahirkan pemikir yang tidak sedikit pengaruhnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern. Beberapa di antaranya adalah Ibnu Sina ahli kedokteran dan biologi, Al Khwarizmi pencetus ilmu aljabar dan logaritma, Ibn Rushd ahli filsafat Yng memperkenalkan pemikiran Aristotle kepada bangsa Eropa, Abu Kasim Khalaf seorang dokter ahli bedah, Ibn Zorh seorang ahli kedokteran dan bedah, Ibn Beytar ahli botani dan obat-obatan, dan tentunya Maimonides seorang dokter Yahudi yang juga ahli filsafat. Singkatnya, di Cordobalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, fisika, biologi, matematika, geografi serta filsafat dan seni tumbuh dan berkembang dengan suburnya. Yakni masa dimana ilmu pengetahuan mencapai puncaknya di dunia Barat. Hal ini terjadi jauh sebelum era Renaissance (pencerahan) timbul di Eropa.
Dalam abad lamanya kehadiran Muslim-Arab di Spanyol tak jarang terabaikan dalam catatan sejarah dunia Barat. Walaupun sangat banyak sumbangan dan pengaruhnya terhadap kemajuan dunia dewasa ini. Keruntuhan Islam di Andalusia dengan “Inquisista” telah luka yang teramat dalam sepanjang sejarah perjuangan Islam. Saat itulah kaum muslimin diusir serta dimusnahkan dari negeri Spanyol untuk selama-lamanya. Masjid pun berganti menjadi Cathedral, seruan Allahu Akbar berubah menjadi “Ave Maria.” Kemenangan kerajaan Katolik oleh Ferdinand dan Isabella ditandai dengan berlayarnya Christoper Columbus menuju “The New Word” pada tahun 1492 dengan semboyan “Gold, Gospel, and Glory.”
Dalam hati aku berfikir, andaikan kejayaan Islam tak mampu dijatuhkan oleh kekuasaan Barat saat itu, tentunya kita semua takkan pernah merasakan era kolonialisasi yang membawa penderitaan bagi seluruh umat Islam. Wallahu a’lam bish shawab! Namun, semua itu tentu ada hikmanya dan bukankah pengalaman sejarah merupakan pelajaran paling berharga bagi kehidupan manusia?
Seraya berkhayal akan kebangkitan kembali kejayaan Islam di dunia, pesawat pun mulai bergerak. Kulemparkan pandangan keluar jendela, sambil tersenyum kuberbisik, “Selamat tinggal negeri Spanyol, selamat tinggal sisa-sisa kejayaan Islam.” (File Tahun 2002)
2 comments
Subhanallah Basmah pernah ke Spanyol? Wihh kapan-kapan mau ke sana...
Hmm, emang sedih banget Islam ga diakuin di Barat.. tugas kita sebagai generasi penerus Islam untuk menegakkan kalimatullah di atas bumi ini.. Allahu Akbar!!
subhanallah senengnya bisa ke spanyol... wow menarik... dijadiin certa novel pasti kerenzzz heheheh