Aku tersengal-sengal
Saat harus mendapati
Irama hidup tak senada
Bersama melawan arus
Juga pertumpahan riak emosi
Aku tersengal-sengal
Saat harus mendapati
Irama hidup tak senada
Bersama melawan arus
Juga pertumpahan riak emosi
“Ya Allah… begitu lelah diri dengan perasaan ini!” Jeritku perih dalam hati. Lagi, harus menyapa hari ini dengan perasaan yang kelabu. Sejak Simfoni Jum'at selalu menyapa, bahkan sukses membuat hari-hari yang kujumpai membawa sepenggal cemas yang tak karuan.
Sekali lagi, Jum'at dengan suguhan lengkingan nada-nada yang ditiupkan. Bising. Baru saja derap langkah melesat ke kelas menjemput perkuliahan pagi, Kapita Selekta, lengkingan nada tersebut sudah menyambut dari jarak jauh sebelum masuk kelas.Maklum saja, Studio Seni Musik akan menggelar final siang ini. Dengan segala ketidaksiapan diri, pun dengan persiapan yang begitu abstrak. Karena begitu banyak menuntut, tapi tak sejalan dengan apa dituntut. Tapi, tak ada kata-kata yang ingin kugugat, karena sejatinya diri tak punya hak untuk menggugat.Kalaupun ini menjadi titik terlemahnya ia, diri pun tak ingin menepis tentang tersebut.
Simfoni Jum'at. Masih dalam atmosfer yang penuh sensasi. Nada ber-solmisasi, melahirkan ketegangan urat saraf yang mencuat, riak emosi yang tak tepat, konsentrasi yang mengabur, hingga detak jantung berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Inilah yang sama-sama dirasakan saat ternyata mata kuliah ini lebih cepat dirasakan dari schedule sesungguhnya. Serasa tak ada ruang untuk mengatur nafas.
Tapi, perih yang begitu hebat, membuat indera perasaku menjadi tajam untuk rasa nyeri.
"Rabbi, bila memang harus terlalui rasa ini, jadikan ia refleksi untuk diri.. "
Aku, Si Bianglala
Di tengah pekatnya malam..
“Ya Allah… begitu lelah diri dengan perasaan ini!” Jeritku perih dalam hati. Lagi, harus menyapa hari ini dengan perasaan yang kelabu. Sejak Simfoni Jum'at selalu menyapa, bahkan sukses membuat hari-hari yang kujumpai membawa sepenggal cemas yang tak karuan.
Di tengah pekatnya malam..