10 Oktober 2016

Menyederhanakan “Me Time”

Posted by bianglalabasmah at 10/10/2016 04:23:00 PM
Ketika topik me time pernah menghangat bahkan menjadi viral di jejaring sosial oleh sebagian kalangan mahmud (baca: mamah muda) sejagat Indonesia Raya. Pasalnya ada satu ungkapan me time yang kurang lebihnya mengenai ibu rumah tangga perlu piknik. Bahkan piknik 10.000 kali. Uwoow!! Subhanallaah! Kebayang bagaimana sambutannya. Lebih kebayang gimana piknik 10.000 kali yang menurut saya bakal ngos-ngosan. Tapi kali ini, saya enggan untuk membahas perihal piknik yang hitungannya ribuan itu. Khawatir pro-kontra justru hadir di sini, cukup mengenai bagaimana me time dalam perspektif di kehidupan saya saja.

Secara sadar, setelah bertambahnya status menjadi seorang istri dan telah dikaruniai dou A-Hafizhah –‘alaa bi idznillah-, maka perubahan waktu secara pribadi juga tidak sama sebagaimana saat single dahulu. Waktu-waktu sendiri, atau istilah me time dalam suguhan mahmud, begitu berharga. Tak jarang seorang ibu, terutama yang memutuskan full mom stay at home, kerap ada harapan, dimana me time berharga untuk dirinya. Entah bisa menikmati shalat secara khusyuk, makan tanpa diburu, menyelesaikan amanah domestik bebas iklan, hingga tidur pulas cantik. *maaf bila tulisan ini mengandung curhat

Sungguh, menjadi agak mendrama di kalangan mahmud, terlebih yang tidak dibarengi dengan kehadiran asisten rumah tangga misalnya. Atau telah hidup mandiri tanpa seatap di pondok indah orangtua/mertua. Ditambah dengan kehadiran anak-anak yang masih di sekitaran usia batita, yang kemanapun si ibu melangkah, anak-anak mengekorinya. Bahkan pada saat mandi pun berasa nikmat sekalipun hanya bisa mencelupkan diri ke air sesaat, asal tak membuat beberapa waktu kemudian rumah akan berlatarkan suara isak tangis anak sambil gedor-gedoran pintu kamar mandi. Cukup ya bu, curhatnya..cukup!! Betapa mahalnya kehadiran me time!

Maka me time bisa menjadi sebuah kemewahan, kelezatan, dan kenikmatan hingga tak jarang ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Bisa jadi timbulnya ketidakpercayaan pada dirinya, emosi yang tak tersalurkan, dan menganggap amanah rumah menjadi tuntutan yang berujung pada ikhlas yang dipertaruhkan. Pasalnya, lelah yang tak berkesudahan. Iman yang menurun. Kesabaran yang masih perlu di-dikte-kan kembali. Lantas, kesemuanya akan menyalahi taqdir? Atau pada suami? Pun pada anak-anak? Semoga bukan obsesi dalam ketiadaan me time yang ala "piknik", namun pada manajemen waktu itu sendiri.

Memulai me time dengan me-manage waktu. Saya sendiri di awal kelahiran anak pertama berusaha menjadwalkan jam tidur anak dari tidur pagi, tidur siang, dan tidur malam. Sampai pada kelahiran anak kedua berusaha tetap konsisten, Alhamdulillah. Tujuan mengaturkan jadwal jam tidur, agar saya bisa menyelesaikan amanah domestik tentunya secara leluasa (beberes tumpukan cucian piring, ke pasar, masak, mencuci dan menjemur pakaian, dll). Ditambah dengan menyelesaikan skripsi pada saat itu yang berepisode. Hahaha… terlihat sampai memakan waktu tiga tahun penyelesaiannya.

Kembali pada me time, sesederhana me time bagi saya tidak melulu pada piknik terlebih seorang diri dengan sekali lagi ada anak, tanpa art, juga tanpa kehadiran orangtua/mertua di sisi. Adalah hal mustahil bisa nge-mall dan ngemil sesuka hati, seorang diri. Atau ke salon, ke majelis ilmu, ke kegiatan parenting, dll. Sungguh, bagi saya, justru senang bila bisa mengajak anak-anak ke tempat yang bisa kami jangkau bersama dan memperkenalkan lingkungan baru ke anak-anak. Hal ini saya buktikan selama ini, saya tetap momong anak sambil kuliah, sepanjang proses penyusunan skripsi –yang ehem, tetap berepisode- hingga pencapaian gelar sarjana di tahun ketujuh di kampus –‘alaa bi idznillaah.

Me time pun tak selamanya dilakukan ketika anak tertidur pulas saja. Bisa di sela-sela waktu kehadiran ayahnya, di setiap paginya hingga jelang berangkat kerja, dan atau di malam hari sepulangnya dari kerja. Me time pun bukan persoalan dalam hal bersemedi ya, merenung, atau apalah namanya. Sebab me time bisa pada menyelesaikan amanah domestik yang bebas iklan. Hehehe.. Bisa pada menikmati makan makanan yang belum diperkenalkan pada anak-anak alias cheating time, semisal es krim, aneka cemilan coklat, dan…. mi instant. *maapkeun saya. Dan tentunya, harapan bisa menikmati pada dihadirkannya ke-khusyu’an dalam ibadah.

Dan me time pun bisa dengan cara menurunkan standar kita dari jadwal pada amanah domestik yang kerap saya lakukan. Dengan dibebastugaskan masak di waktu-waktu tertentu, tentu meminta ridha suami. Atau menunda sesaat menyelesaikan pekerjaan demi sebuah maslahat agar bisa istirahat sejenak. Dan menolerirkan sebagian amanah domestik yang sifatnya tidak terlalu mendesak/keharusan diselesaikan di waktu tersebut alias dikejar deadline. Mengingat pekerjaan rumah sifatnya berulang, meski telah tuntas di hari itu, namun keesokan hari akan menemuai hal yang serupa, begitupun seterusnya. Maka, memaafkan diri kita, meminta maaf pula pada suami, pun memaafkan dan membiarkan anak-anak dalam ekplorasinya yang menghasilkan rumah begitu tak seindah dalam pandangan. Maka, maafkanlah. Jadikan setiap sudut rumah menjadi baiti jannati dalam kondisi apapun.

Sesederhana me time itulah, in syaa Allah akan begitu ringan seperti melepas beban, bukan menjadi tuntutan, bahkan hadirnya energi positif di setiap kali kita menuntaskan amanah-amanah tersebut. Walau menyelesaikan harus dalam keadaan merangkak, paling tidak, me time bukan jadi momok yang begitu dirindukan karena sulitnya kita “memaafkan” diri ini karena tak mampu menyederhanakan me time.

Menikmati me time tetap dalam kebaikan, ketaatan, dan kebersamaan karena Allah pun bisa tanpa harus piknik 10.000 kali bukan? Tapi, sesekali piknik, tafakur alam, boleh lah yah… *lempar senyum ke suami. Istri mana sih yang akan menolak jika diajak piknik? :D

Wallaahul musta’an.


Menulis bagian menasehati diri
#rumbelmenulisIIP
#OWOP
#IIPSulawesi

4 comments

22 Oktober 2016 pukul 21.46

masya Allah kak.. sudah kebayang gimana modelnya. Subhanallah, butuh siap mental dan fisik (serta ilmu tentunya) menjadi supermom, ibu profesional ya.. :)

22 Januari 2017 pukul 21.36

@Az Zahra Iya dek... butuh juga ilmu dan kesabaran :D manajemen hati kalo bahasa kerennya. Biar tetap waras

24 Januari 2017 pukul 05.44

Lamaku mih gak baca blog beginian... maasyaa Allah...

Blogku mana???
#Nunduk:(

4 Maret 2017 pukul 09.26

@ummi qalsum Semangat, khalaah.. Biasa menulis status panjang di FB kan? repost aja ke blog :))

Posting Komentar
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea