“Kalau selesai kuliah, kamu mau kerja?” Tanya mama kala itu.“In syaa Allah mau fokus di rumah aja,” Jawabku.“Kalau begitu, untuk apa sibuk selesaikan skripsi?” Mama kembali mengajukan tanya.“In syaa Allah ilmu dari sekolah sampai kuliah tetap bisa bermanfaat di rumah..” Jawabku berusaha menenangkan mama. “Lagipula nanggung kalau harus berhenti, sisa skripsi ini, in syaa Allah..” Lanjutku.Kami pun sempat berdiam sejenak, saling mencerna kalimat masing-masing.“Mama yang gak kuliah, masyaa Allah tetap bisa membesarkan ke-tujuh anaknya. Paling minimal, saya juga ingin seperti mama..” Terangku meyakinkan beliau.
***
Adalah wajar ketika setiap orangtua
punya harapan tinggi pada setiap anak terutama perempuan ketika telah berumah
tangga dengan gelar sarjana pada setelah nama. Mungkin ini hal yang paling dilematis bagi orangtua ketika
telah berupaya menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin, lalu akan
diperhadapkan pada kenyataan bahwa putrinya kembali ke rumah. Memutuskan
memilih di rumah sebagai tugas utama.
Seperti halnya percakapan di atas, pertanyaan
itu hadir di saat saya sedang hamil anak pertama di usia kandungan 4 bulan. Belum genap setahun usia pernikahan saya dan masih berstatus mahasiswa
di tahun ke4 di kemilau kampus.
Jujur, jauh dari sebelum menikah,
saya ingin bisa seperti mama. Saya tahu, mama bukanlah sosok yang paling
menguasai di segala ilmu. Qadarullah, mengenyam di bangku sekolah sampai
jenjang SMA bukanlah rezeki beliau. Jangankan SMA, SMP pun tak sampai. Tapi,
“ilmu” dalam rumah tangga, pun atas doa-doa yang selalu beliau panjatkan
mengantarkan kami, ke-tujuh anaknya, mampu bersekolah dalam pencapaian
masing-masing. Berkeluarga dan berkarir alhamdulillah 'alaa bi idznillah. Semoga Allah
merahmati orangtua kami di sisa usia mereka.
Mama membebaskan apapun dalam
setiap pengambilan keputusan. Tak ada sedikit pun halangan dalam hal jurusan
atau aktivitas yang ingin kami geluti. Bagi beliau, selama keterlibatan kami
bisa mengantarkan dalam ketaatan dan kebaikan, lakukanlah! Silakan!
Maka mencita-citakan agar bisa
menjadi ibu professional, adalah cita-cita saya dalam karir wanita yang
sesungguhnya. Tidak sedikit terbersit ingin berkarir di luar rumah. Sampai pada
sahabat terdekat saya, saya pernah sampaikan, “Sekalipun kelak selesai S1 dan Allah belum menghendaki saya bertemu
dengan jodoh, saya tidak akan melanjutkan S2 sebagaimana kebanyakan wanita.
Saya akan mencari aktifitas semisal kursus untuk meningkatkan kualitas dalam
profesi kerumahtanggan, in syaa Allah..”
Ketika hari ini, lembaran ijazah
masih begitu hangat dalam genggaman (hitungan dua bulan), dengan proses yang tidaklah sebentar
(baca: berepisode XD), tetap menjadikan saya jatuh cinta pada karir wanita
sesungguhnya. Meski masih mendapati dengan banyak kekurangan. Masih
tertatih-tatih. Dalam pencapaiannya dibutuhkan ilmu, kesungguhan, kesabaran,
dan keistiqamahan. Tak tertinggal karena ingin mendapatkan ridha suami.
Tidak terlepas pada karir wanita
sesungguhnya, saya berterima kasih pada semua wanita yang telah menjadikan
karir wanita karir di luar rumahnya. Entah apa yang terjadi tanpa upaya dan
pengorbanan mereka dalam penempatan yang menyelamatkan banyak kaum wanita. Pada
bidang kesehatan, bidang pendidikan, dsb-nya yang in syaa Allah semoga Allah membalas kebaikan mereka,
dengan pelayanan maksimal dari wanita karir.
Tuk setiap ibu, apapun keputusan
dalam karir wanita, semoga selalu ada ridha suami dan berkahNya di perjalanan
“baiti jannati”. Barakallaahu fiikumaa, emaks..^^
#rumbelmenulisIIP
#OWOP
#IIPSulsel
6 comments
Will be profesional, rezeki will follow..
Hehehe.. Jargon ibu2 hebat..
Keren tulisannya bund basmah..
Lama tdk mampir dimare, renyaaahh.
Sepakat.
Justru, pribadi saya berpikir. Ilmu tentang rumah tangga itu haruslah spesial. Memiliki kurikulum dan mendapat tempat utama di sistem pendidikan negeri ini. Karena ke depan, hasil investasi darinya akan sangat berpengaruh untuk agama dan negeri. Bahkan jauh melampaui, hingga level jannah, Insya Allah.
Profesi kerumahtanggan Insya Allah mulia, Basmah. Mungkin itulah hikmah jumlah istri Rasulullah. Tiap karakternya, mewakili karakter wanita-wanita di jaman manapun, hingga hari ini. Tinggal dicopy dan di paste di kehidupan masing-masing. Sayangnya banyak yang lupa, hingga pada akhirnya memilih hanya berkarir untuk dunia. Bahkan untuk kaum kami, lelaki.
Salut untuk pilihanmu. Semoga Istiqomah.
@Arma Zaida ya Allah, tapi gak serajin nulisnya bun Arma :) jazakillaahu khaer dah berkunjung. *emak2 baru bisa ng-blog via laptop jadi baru balas satu2
suka, sama jargon itu <3<3<3
@Asriani Amir Iyah, saya juga baru mau sempatkan jenguk2 blog nih.. *meluncuuur ah! :D
@RyAamiin..