Episode ini sebenarnya telah lama menggantung dalam bayang-bayang hidup. Senantiasa dibawa keterpurukan diri, hingga rasa ini semakin tak terkendali pada area rasa yang berkepanjangan.
Berawal dari pergantian kepungurusan di Kurma17, ada banyak hal yang membuat diri ini memendam rasa tersebut. Gemuruh dalam dada. Entah sesuatu yang berpendar dalam hati, hingga sesak menyeruak dan buliran-buliran air mata yang tak terbendung dalam tiap persaksiannya.
Masih teringat jelas pada LDKI yang akan digelar saat itu, ketika saya sedang melaksanakan ujian praktek penjas di sebuah aula, tempat di mana LDKI terlaksana. Pandangan pertama melahirkan reaksi ketakjuban tak terhingga. Pun dengan beberapa peristiwa selanjutnya. Jilbab besar yang mulai dilejitkan di sekolah, majelis ilmu begitu mudah terhampar usai sekolah, sampai hijab masjid yang memuncak, menjulang tinggi. Semuanya itu adalah cita-cita yang hanya terbingkai oleh angan-angan kami saat itu, tanpa usaha yang pasti.
Lantas, kami sepatutnya banyak belajar dari peristiwa tersebut. Yah, kami memang tertatih-tatih dalam bermetamorphosis menjadi yang terbaik. Bahkan sangat ragu dalam gebrakan-gebrakan baru. Sehingga kerap kali kami berucap, "Ini PR untuk kepengurusan selanjutnya.." dan kami pun melenggangkan langkah dengan sesuka hati. Berlepas diri tanpa kesungguhan. Sibuk pada kegiatan masing-masing.
Saat ini, lihatlah diri ini. Berdialog lagi, dan bertanya tentang apa yang telah dilakukan. Mungkin akan mendapati ternyata keburukan lebih banyak dari kebaikan. Ketika tubuh sibuk meluncurkan proker-proker yang mencari simpati orang lain, namun sadarkah hati ini seperti tak ber-ruh? Mungkin beragam kamuflase sudah terlalu banyak disusun, hingga akhirnya kusut karena tak peduli pada pola niat yang harus dijaga. Niat. Rupanya, menjadi semacam check list harian tanpa kertas dan pena.
Sejenak, ingin kuhempas semua beban yang menghimpit dalam hati dan pikiran. Menenangkan diri dari beragam angan-angan yang tak kunjung usai. Untuk selanjutnya menata kembali langkah-langkah ini untuk senantiasa memperbaharui niat di awal, pertengahan, dan di akhir. Serta mengoreksi tentang niat-niat di balik kehendak itu.
Sekali lagi, saya tak ingin mendramatisir pernyataan ini. Karena saya tak punya kelebihan dalam mengatur hidup. Saya hanya sedang memungut taqwa dengan keterbatasan dan kesanggupan yang saya miliki untuk memainkan hidup.
Karena, aku cemburu..
Berawal dari pergantian kepungurusan di Kurma17, ada banyak hal yang membuat diri ini memendam rasa tersebut. Gemuruh dalam dada. Entah sesuatu yang berpendar dalam hati, hingga sesak menyeruak dan buliran-buliran air mata yang tak terbendung dalam tiap persaksiannya.
Masih teringat jelas pada LDKI yang akan digelar saat itu, ketika saya sedang melaksanakan ujian praktek penjas di sebuah aula, tempat di mana LDKI terlaksana. Pandangan pertama melahirkan reaksi ketakjuban tak terhingga. Pun dengan beberapa peristiwa selanjutnya. Jilbab besar yang mulai dilejitkan di sekolah, majelis ilmu begitu mudah terhampar usai sekolah, sampai hijab masjid yang memuncak, menjulang tinggi. Semuanya itu adalah cita-cita yang hanya terbingkai oleh angan-angan kami saat itu, tanpa usaha yang pasti.
Lantas, kami sepatutnya banyak belajar dari peristiwa tersebut. Yah, kami memang tertatih-tatih dalam bermetamorphosis menjadi yang terbaik. Bahkan sangat ragu dalam gebrakan-gebrakan baru. Sehingga kerap kali kami berucap, "Ini PR untuk kepengurusan selanjutnya.." dan kami pun melenggangkan langkah dengan sesuka hati. Berlepas diri tanpa kesungguhan. Sibuk pada kegiatan masing-masing.
Saat ini, lihatlah diri ini. Berdialog lagi, dan bertanya tentang apa yang telah dilakukan. Mungkin akan mendapati ternyata keburukan lebih banyak dari kebaikan. Ketika tubuh sibuk meluncurkan proker-proker yang mencari simpati orang lain, namun sadarkah hati ini seperti tak ber-ruh? Mungkin beragam kamuflase sudah terlalu banyak disusun, hingga akhirnya kusut karena tak peduli pada pola niat yang harus dijaga. Niat. Rupanya, menjadi semacam check list harian tanpa kertas dan pena.
Sejenak, ingin kuhempas semua beban yang menghimpit dalam hati dan pikiran. Menenangkan diri dari beragam angan-angan yang tak kunjung usai. Untuk selanjutnya menata kembali langkah-langkah ini untuk senantiasa memperbaharui niat di awal, pertengahan, dan di akhir. Serta mengoreksi tentang niat-niat di balik kehendak itu.
Sekali lagi, saya tak ingin mendramatisir pernyataan ini. Karena saya tak punya kelebihan dalam mengatur hidup. Saya hanya sedang memungut taqwa dengan keterbatasan dan kesanggupan yang saya miliki untuk memainkan hidup.
Karena, aku cemburu..