31 Maret 2018

Episode Hujan

Posted by bianglalabasmah at 3/31/2018 09:28:00 PM

#01 Merindukan Hujan
Dua belas tahun meninggalkan kota kelahiran, tapi hujan di masa itu tetap terekam jelas dalam ingatan. Bagaimana hujan di masanya, selalu dinantikan bahkan menjadi keinginan untuk selalu hadir di setiap harapan itu. Bukan saja bagian dari sebab membawa rahmat dan terpanjatkannya doa-doa di antara rinainya. Melainkan, hujan di masa itu hanya datang sesekali dalam setahun. Hujan yang datangnya mengundang kebahagiaan oleh kebanyakan penduduk di sana. Rela keluar rumah hanya untuk bersentuhan langsung dengan butiran-butiran hujan. Membasahi diri sebagai pelepas rindu yang lama tak kunjung.


#02 Hujan Menjadi Pengingat
Beberapa bulan lalu, saya melihat di sebuah unggahan insta story teman saya yang memang masih menempati kota kelahiran saya. Potret kota yang selalu saya rindukan itu sedang dalam genangan air di mana-mana. Rupanya, hujan lebat telah mengguyur kota tersebut. Dan hanya dalam hitungan jam, bisa melumpuhkan aktifitas kota. Mobil, rumah, beserta gedung lainnya terlihat seperti dalam rendaman air.

Beberapa wilayah yang masih saya kenali pun terendam banjir. Qadarullaah wa maa syaafa'al. Lagi-lagi mengingatkan kita, pembangunan gedung yang begitu melejit bisa berakibat fatal. Sesekali mendengar dzikrullah, dari suara perekam yang sempat mengabadikannya via sosmednya. "Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.." Ujarnya berulang kali. Hujan bisa menjadi pengingat atas keangkuhan kita sebagai manusia. Berlomba mendesain kemegahan pada dunia, rupanya apalah daya kita sebagai hamba di mata Allah. Menghalau air yang kadang kita anggap tak seberapa justru membuat kita terpaku akan kejadian banjir ini.

#03 Suka Hujan
Kali pertama menjejakkan kaki di kota Anging Mammiri yang paling berkesan adalah musim hujan. Saat di mana hujan pertama kali, saya tetap di tempat, sebuah tempat terbuka dengan sengaja membasahi diri. Sedangkan teman-teman saya begitu panik dan bersegera mencari tempat berteduh. "Basmah, hujan. Nanti basah.." Panggil seorang teman saya dari kejauhan di tempat berteduh.

Saya: "Gak papa. Sengaja hujan-hujanan, Seru lagi. Hahaha" (Terlihat kan betapa kampungannya saya)
Teman: "Ooohh, karena di sana padang pasir ya?"
Saya: "Hahaha.. Kesannya padang pasir semua. Tapi emang lebih sering hujan debu."
Teman: (Setengah kaget)"Haah? Gimana ceritanya kalo hujan debu?" 
Episode Hujan
Saya: "Hujan debu. Debu yang berterbangan di tiup angin kencang."
Teman: "Jadi?" (Penasaran)
Saya: "Ya jadi hujan debu. Masa' hujan air."
Teman: "Eh, serius...?" (Masih penasaran)
Saya: "Jadi, saya suka hujan air pokoknya. Titik."
Teman: "Kalo hujan debu?"
Saya: "Bikin sakit mata soalnya. Gak bisa liat jarak jauh karena tertutup. Mirip kayak kabut. Lebih seru hujan air pokoknya."

#04 Genangan. Bukan di Kenangan ya!
Pernah berlari dan terjatuh di antara genangan air hujan itu s-e-s-u-a-t-u sekali, masyaa Allah. Sukses membuat pakaian putih abu-abu saya basah kuyup bercampur tanah. Padahal masih di sekolah dan baru saja hendak beranjak pulang. Teman-teman yang melihatnya pun antara miris dan bahagia. Miris karena pakaian saya kotor, bahagia karena saya kalah telak dari pengejaran. "Ciee... Cieee.. ada yang terjatuh dalam kenangan." Bully seorang teman saya dari kejauhan saat melihat saya masih berusaha membersihkan noda di pakaian seragam saya.

"Hei, Genangan. Genangan.." Koreksi teman saya yang lain. 
Saya hanya menatap heran teman saya, sambil berusaha tertawa. Padahal berusaha menyembunyikan rasa malu yang berlipat-lipat akibat terjatuh di kenangan, eh genangan air. Hiks.

#05 Gerimis Romantis
Gerimis. Rimanya selalu terasa romantis. (Ehem!) Maklum, kami baru benar-benar mengenal satu sama lainnya setelah menikah. Tepatnya, ta'aruf setelah menikah. Maka hati saya akan terus menerus berdesir ketika melihat sikap suami yang begitu teramat manis masyaa Allah di hadapan saya. Seperti membaca cerita romantis di kisah 'entah dimanaa' tapi saya menemukan di buku kehidupan bersamanya, alhamdulillaah. Termasuk saat beliau memayungi saya ketika sedang hujan. Padahal saya senang dengan kehadiran hujan dan kondisi saya kehujanan. Tapi, beliau seringnya memegang erat saya demi bisa memayungi tubuh saya agar terhindar hujan. "Biar romantis sepayung berdua. Sambil memperbanyak doa untuk segala harapan kita." Bisiknya di tengah derasnya hujan. Setelah hadirnya anak-anak? Ya, beliau masih seperti pertama kali memayungi saya kok. Bedanya, suami sudah mengamankan anak-anak terlebih dahulu ke mobil misalnya. Agar tidak terlalu basah kuyup. Semoga kita sehidup sesurga ya, kak!

#06 Doa di Kala Hujan
Selain memperkenalkan doa ketika dan setelah hujan, ada beberapa doa yang biasa saya dan suami talqinkan kepada anak-anak. Doa yang berkaitan tentang penguatan dan keistiqamahan pada iman. Doa agar selalu menunaikan shalat sepanjang hidup. Doa kedua orang tua, doa keselamatan dunia akhirat, sampai doa-doa lainnya. Alhamdulillah, doa-doa yang sering kami talqinkan kini menjadi sederet doa yang selalu di lafazhkan ketika hujan. Bak senandung, ada banyak harapan dan pintayang segera di langitkan di kala hujan. Semoga Allah mengabulkan permohonan kita ya, anak-anak hafizhah.

Namun, belakangan ini, tanpa talqin, doa-doa itu jadi bertambah dengan keinginan dari banyak pihak yang membuat saya kesengsem sendiri memerhatikan doa putri pertama kami.

"Ya Allah, Nanti Asma' mau Ummi hamil lagi. Supaya Asma' punya adek laki-laki. Namanya Abdullah. Biar kayak anaknya Abu Bakar" Pinta Asma' khusyuk.

"Ya Allah, 'Aisyah duda (juga)." Doa yang singkat tapi padat oleh 'Aisyah putri kedua kami.

Yah, segala doa bermuara pada kebaikan, Ummi hanya bisa mengamini, putri hafizhah.
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea