Suasana Senin pagi
di Makassar.
Derum mesin kendaraan mulai gusar dari banyak jalan yang ku lalui. Seakan berkejaran dengan waktu yang tak kunjung berhenti melaju memberikan jeda bagi pelakonnya. Di kondisi ini pula, aku tampak begitu santai menikmati angkot yang membawaku pergi, membiarkan supir angkot melaju membedah jalan meski perkuliahan akan digelar tepat pada pukul 07.30 WITA.
Derum mesin kendaraan mulai gusar dari banyak jalan yang ku lalui. Seakan berkejaran dengan waktu yang tak kunjung berhenti melaju memberikan jeda bagi pelakonnya. Di kondisi ini pula, aku tampak begitu santai menikmati angkot yang membawaku pergi, membiarkan supir angkot melaju membedah jalan meski perkuliahan akan digelar tepat pada pukul 07.30 WITA.
Tak ada yang
ingin ku nikmati dari perjalanan ini selain ingin melahap habis sebuah buku “Menjadi Guru Untuk Muridku” yang baru
kubeli di beberapa waktu lalu. Setidaknya menggandrungi sajian pagi dengan sesuatu
adalah untuk membuyarkan rasa kantuk yang kadang masih menggelayut di pelupuk
mata. Atau lebih tepatnya sih aku tak
ingin menyia-nyiakan perjalanan ini hanya dengan duduk dan diam menatap kosong
di sepanjang jalan tanpa diselingi hikmah.
Masih di
pertengahan wilayah Pettarani, adiknya Ahfadzi –ponsel keduaku; yang belum
sempat mendapat nama baik menurutku- sukses menghamburkan konsentrasi bacaku. Arah
mata pun langsung beralih ke layar adiknya Ahfadzi ini untuk membaca sebuah
pesan masuk, “Udah ada dosen..”. Singkatnya mempengaruhi detak jantungku. Deg!
Ada rasa gusar
disana. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku
menekan nomor seseorang untuk memastikan pesan masuk tadi. Dan semakin gusar
lagi karena seseorang mengirimkan pesan yang lebih membuatku semakin khawatir.
“Ukhti, saya hampir dialpa. Dosen ini agak keras kayaknya..”
Bukan kesalahan jarak dan waktu yang merentang panjang
perjalanan ini. Tapi diri ini ya Rabb,
selalu berlaku santai hingga pantas saja Engkau mengetuk kekhilafan ini. Bukan
pula kesalahan supir angkot yang sering kali dikeluhi dan dijadikan alasan
keterlambatan panjang ini. Tapi diri ini ya Rabb, yang tak tahu berterima kasih
dan tak mau sedikit mengerti kondisi masing-masing. Seketika itu
pula aku mengajak berdialog diri.
Di saat yang
bersamaan, aku pun mencoba memutar
balikkan perasaan ini. Allah, sekiranya
rasa gusar ini ada pada diri-diri ini saat merasa telat menunaikan kewajiban
terhadapMu, apa jadinya diriMu?
Aku pun tergagap
dengan sendirinya.
Maafkan aku yang
tak bisa bersikap adil. Untuk manusia terkadang kita berlomba-lomba mencari
perhatiannya dengan menempatkan rasa cinta, takut, dan pengharapan begitu
tinggi, lantas dimanakah kita meletakkan rasa-rasa ini terhadap Allah?
Sebisa mungkin hanya ingin mengingatkan diri agar tak
terjerumus. Kelalaian adalah rupa kealpaan kita padaNya. Astaghfirullaahal ‘adziim..
Di tengah kepasrahan, aku memang mendapat hukuman bersama
teman-teman senasib atas keterlambatan ini. Tapi, hukuman ini berakhir manis
karena Allah memberikan kebijaksanaanNya agar kami tak mengulanginya lagi.
Semoga.
Seusai perkuliahan, sebuah penawaran yang membuatku tenang.
“Yah, karena ini kuliah perdana kita, jadi saya masih mengampuni mahasiswa yang
terlambat.” Ungkapnya di depan kelas. “Yang merasa telat silakan ke depan untuk
diabsen..” Ada banyak wajah senyum disana dan desahan hamdalah beruraian.
Allah, tetap
rengkuhkan aku walau terlihat begitu keruh di mataMu..
10 comments
Allah, tetap rengkuhkan aku walau terlihat begitu keruh di mataMU.
indah benar doa ini..
Ya Allah, iya ya, kalo dosen aja nggak seneng ada mahasiswa telat di kelas mata kuliahnya. Gimana Allah? Semoga Allah selalu mengingatkan kita. amin
@kk ROe
Makasih kk.. Tulisan blog kk jg indah.. -lagi tunggu postingan baru..-
@ukh Annisa
Aamiin.. Terkadang kita selalu luput dalam hal sepele yg secara tidak sadar sebenarnya bisa melupakan Allah.. Semoga Allah menaungi kita dalam hidayahNya..
sebenarnya saya ingin sekali maen ke makasar, tetapi belum sempet bos krn jauh jg sih, artikelnya menarik sekali, thx
basmah... basmah..
Prokes : Makasih..
Kk Maya : Kenapa kk cahaya-ku? :)
Untuk manusia terkadang kita berlomba-lomba mencari perhatiannya dengan menempatkan rasa cinta, takut, dan pengharapan begitu tinggi, lantas dimanakah kita meletakkan rasa-rasa ini terhadap Allah?
Kata-kata indah yg membuat hati terhenyak, makasih sudah mengingatkan.
Sama-sama.. Menulis untuk mengingatkan diri sebenarnya.. Makasih udah berkunjung.
Mengingatkan saya juga ni mbak ^^
Mbak tinggal di Makassar ya?
Saya juga pernah ke sana loh mbak..
Ya.. ke Makassar yuk.. :) ditunggu insyaAllah..