25 Juni 2011

My (The Princess) Diary

Posted by bianglalabasmah at 6/25/2011 10:51:00 AM 2 comments

Masa kecil layaknya sebuah kanvas yang dilukis oleh tangan-tangan keluguan, kepolosan, dan keceriaan yang tiada getir dengan memberi warna-warna hidup sumringah, membentuk dan menata mozaik indah di kanvas putih tersebut. Sehingga , tak diragukan betapa masa itu, lukisan tersebut masih saja terbias di masa kini dengan penuh decak kekaguman dalam memaknai tiap warnanya.
Beberapa waktu lalu, aku (baru disempatkan) kembali menjenguk sebuah diary yang menjadi  awal tulisan bebas ku di beberapa tahun silam. Buku yang aku menyebutnya dengan “The Princess Diary”, adalah sebuah nama yang diambil dari sebuah novel yang juga difilm-kan. Entahlah, bingung memberi nama dan belum terbersit untuk menamai Cinderella atau Snow White, karena sejak kecil mama telah menjatuhkan pilihan pada Barbie sebagai teman kecilku. Serba ber-aksesoris  Barbie dan serba pink yang dikenal sebagai Princess.  Hh, sungguh bertolak dengan aku yang sekarang.
Karenanya, aku pun memilih Pink menjadi sebuah buku untuk tulisan bebasku. Buku yang seharga SR 5 ,- (Lima riyal saudi) inilah mengawali kegiatan menulis bebas yang tertanggalkan pada 13 Juni 2004 (waktu itu duduk di bangku SMP kelas 1) dan melepasnya pada 12 Juli 2009. (sudah mengakhiri masa SMA beberapa bulan) Banyak dan lama? Oh, ternyata tidak juga. Beranjak tahun 2006 sampai menuju tahun 2009 itu, ada penjedaan yang cukup lama, membuat Diary ini terbenam dengan baik di antara buku-buku.
Berbeda dari diary biasanya yang orang lakukan, aku selalu memberikan judul pada setiap cerita yang terjadi. Yah, seperti di blog-blog sekarang. Dengan memberi judul, hal itu akan memudahkan aku untuk mengingat kisah-kisah tersebut tanpa harus membacanya sampai habis. Berikut ini beberapa judul tulisan bebasku yang membuat aku tak bisa luput dalam bayangan.


1.       An Episode: Sorry
2.       Trip 2 Sains
3.       Gara-gara Sepatu (part I dan II)
4.       Ke”DAPAT”an
5.       Jadi Puteri Banten Semalaman
6.       Love at The First Sight
7.       Jakarta, We’ll Coming!!
8.       Oh, (my) Rival!
9.       Ratu Lapangan
10.   Wisuda TPA Al Naashiriyyah
11.   Umrah Lagi.. Al Baik Lagi..
12.   Tiga Hari di Madinah
13.   Me Vs Him
14.   Sumpah, Gue Takut Benci (Benar-Benar Cinta)
15.   Perpisahan itu… SAKIT
16.   Bye-bye Jeddah & Welcome Indonesia
17.   Jeddah Kota Kenangan
18.   Be@ble (baca: BerJUBEL at Jubel)
Beberapa judul dari sekian judul yang telah memenuhi lembaran “The Princess Diary” ini, dikisahkan dalam bingkai ruang dan waktu di Sekolah Indonesia Jeddah dan TPA Al Naashiriyyah. Tentang pengalaman, sahabat, cinta, prestasi, rival, dan hobi yang mengurai tawa, menguras air mata. Mengundang  suka, melahirkan duka. Memberikan senyuman, membenamkan amarah dan membuang sesal. Menyimpan harap, mengejar cita dan masih banyak lagi.
Yah, tulisan bebas ini hanya biar aku tahu dan aku bisa menyisip sejuta harap atas udaraku dalam melakukan banyak hal. Hanya aku biar lebih bisa menafsirkan hidup, betapa metamorphosis dibutuhkan dalam hidup. Betapa segalanya ter-raih dari bagaimana menyikapi setiap perubahan tempat dan waktu. Mungkin, karena aku juga sedang butuh mencintai sesuatu (atau seseorang). Hehe.. Melepas segala yang terjadi dan memilih atas pilihanNya untuk memungut hikmah dari skenarioNya.

Inilah aku
yang memercik warna untukNya
di langit kehidupan
tuk membentuk bianglala

-Bianglala Basmah-

[ Read More ]

23 Juni 2011

(Kosong)

Posted by bianglalabasmah at 6/23/2011 06:25:00 AM 2 comments

Nafas rinduku sedang memendek
Dalam bulan-bulan yang kurasa memanjang
Pada satu dua kata yang selalu meluncur
Di ruang imaji membersamai hari

Karena aku ingat,
Semua tanyajawab hanya ingin ku langitkan
[ Read More ]

28 Mei 2011

Monolog (Lagi)

Posted by bianglalabasmah at 5/28/2011 06:19:00 PM 3 comments
Entah kekuatan apa yang memberanikan diri ini untuk kembali menjemput segala rutinitas. Meski banyak yang harus ditanggalkan. Jam ngajar mulai tersisihkan untuk menjumput makna di setiap pertemuan sederhana ini. “Aku memang tak yakin bisa dengan raga yang rapuh ini. Tapi, Allah meyakinkanku untuk semuanya.” Ucapku lirih. Kemudian meremas resah untuk mengemasnya dibawa pergi. Karena ada janjiNya yang lebih indah, bukan?

***

Bukan, bukan Engkau, Rabbi.. Semestinya aku tak melakukan hal ini. Menjaga jarak darinya, berarti sama saja aku sedang membatasi diriku padaMu. Dan aku tak ingin kehilangan jejakMu walau sedetik. Aku menghargai pemberianMu atasnya, menjumpai mereka meski menemui banyak kesulitan di setiap kekakuan lidah mengenal alif, ba, dan ta yang diakhiri ya. Tapi, dari sanalah aku ingin menjumput kembali maknaMu.

***

“Dik, apa yang kau tangisi darinya?” Tanyaku di akhir pertemuan kemarin. Rasanya terlalu sadis aku menanyainya seperti ini, sedang wajahnya masih terbaca jelas guratan perih menahan rasa yang menjalar di ruas hatinya.

“Ndak tau ka juga.” Ujarnya dengan masih menahan seribu tanya di kepalaku. Selebihnya, aku sedikit menggengam harap, menungguinya mengucap gundah, bersabar mendengar tangis yang memecah. Sesekali di matanya ada air yang mengapung-ngapung.

Lagi-lagi, bibit itu. Dan ia berniat ingin bersemayam di hati adikku ini.

“Jangan biarkan celah di hati ini untuk menanamnya. Apalagi untuk dia yang tak memberikan sepeser kasih pun” “Memberi celah, berarti mau tak mau kita akan menanaminya, memeliharanya, dan memupukinya hingga ia bermekaran.”

Hh.. Memikirkannya adalah kebodohan. Sedang memelihara rasa untuknya adalah kepedihan.

***

Akhir-akhir ini, terlampau sering senja ku pandang. Mungkin jarak aktivitas dan rumah yang cukup jauh, akhirnya memanfaatkan perjalanan pulang untuk menikmati senja yang merangkak siap menengadahkan langit kelamnya.

Seolah membalas kepenatan yang menyemat di tiap waktu. Lalu menyapa langit dengan doa petang yang bisa menguatkan kembali langkah-langkah ini. Padamu langit, engkau telah dititipkanNya yang terindah untuk dipandang. Awan yang selalu berserakan, cerah dan kelammu tetap saja membuatmu cantik. Aku suka langit.

***

Hey… Aku, si Bianglala.
Rupanya seseorang menyimpan namaku di phonebook pada ponselnya dengan nama Bianglalaku. Dan ternyata, ia menyimpan beberapa nama blog sebagai nama di phonebooknya. Ada Kemilau Cahaya Emas, dan mungkin ia masih menyimpan nama dengan caranya sendiri.. Hm, gara-garanya aku dibuat takjub dan terharu. Sebab ia tak pernah menyisakan jejak sedikit pun (semoga kamu membacanya ya, dik!!) di rumah ini. Ternyata, ia pembaca tanpa jejak (mungkin aku akan menyimpan nama itu di phonebooku ).

Terima kasih atas keceriaan dan cerita yang kau beri. Yang setiap pertemuannya selalu berucap, “Kak, ada yang kurang! Mana Kak Tri?” Ia menganggapku, aku dan Tri satu paket. Ah, semua orang berpikiran begitu..

***

Maafkan aku, kakak! Sepertinya aku belum bisa duduk di sana untuk kali kesekian. Meski aku selalu merindukan dalam diam. Menangis dalam diam. Karena disanalah tempat cinta yang tak bersyarat. Mengajarkan riuh putaran waktu yang indah karenaNya.

Aku masih dibelenggu oleh keegoisan diri. Hingga menghentikan langkahku untuk hadir disana. Entahlah sampai kapan. Berharap, suatu hari nanti, langkah ini masih ada dan tak pernah melesap pergi.

Aku masih baik-baik saja kok, kak!


Emosi yang masih saja ber-fluktuasi

"MerindukanMu, dalam diamku.."
[ Read More ]

18 Mei 2011

Kitakah yang Setia?

Posted by bianglalabasmah at 5/18/2011 12:30:00 PM 2 comments


Seingatku, aku pernah melayangkan tanya pada mama. Tapi itu, cukuplah membuatku tersentak atas pertanyaan tersebut. Entah beberapa waktu telah terlewati, dengan kepolosan yang tak pernah terbersit dalam diri sendiri saat ini.
“Mama… mama…  Apa mataharinya gak capek nyinarin bumi terus?” tanyaku saat baru saja pulang sekolah.
            Dengan tersenyum, mama menjawab, “Ya gak-lah!! Kan mataharinya udah janji sama Allah.”
“Janjinya kayak gimana, ma?” Aku terheran dan penasaran.
“Matahari diciptakan sama Allah karena untuk menyinari seluruh alam. Bukan Cuma untuk bumi aja.”
“Berarti, mataharinya gak setia dong, ma?” Sanggahku.
“Lho? Kok bisa gitu?” Kali ini, mama yang terheran-heran atas pertanyaan putri kecilnya.
“Karena kan ada malam. Kalo kata mama matahari udah janji sama Allah, kenapa mesti ada malam? Jadi, mataharinya gak nyinarin seluruh alam.”
“Mataharinya tetap setia, kok!!” Mama tersenyum mendengar sanggahanku. “ Tapi, mataharinya akan menyinari negara-negara lain di belahan bumi lain. Bumi Allah kan luas. Misalnya aja, kalo di Jeddah lagi malam, di Indonesia udah pagi. Kamu kan sering nelpon kakak pas malam-malam. Dan biasanya kalo lagi nelpon jam 12 malam, di Indonesia udah pagi kan?” Papar mama jelas.
“Iya, ya.. ” Aku termanggut-manggut atas paparan mama.
“Jadi, apa yang Allah ciptakan itu sebenarnya udah pada janji semua sama Allah. Termasuk kita.”
“Apa janji kita sama Allah?”
“Kita harus rajin ibadah. Kamu kan pasti udah kenal ayatnya kan dari TPA?”
“O..oh iya, ya…” Pada saat itu pula, aku mengingat materi yang pernah aku pelajari di TPA. “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaKu.” (SQ Adz Dzaariyat : 56)
Sekilas, pertanyaan masa lalu menerawang hanya untuk mengais banyak hal. Yah, semoga kita seperti makhluk Allah, yang setia pada setiap janjinya. Seperti matahari yang tak kunjung lelah menggairahkan kehidupan. Seperti langit, bebas seperti tak berbatas, namun tetap menunduk pada-Nya. Dan seperti banyak makhluk Allah lainnya, mereka telah mengemban dengan baik. Lalu, kitakah yang setia?
Alastu birabbikum? Qaalu balaa syahidnaa. “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.(Qs Al A’raf : 172)
Hanya ingin mem-paralel-kan kisah ini dengan kehidupan hari ini.
Mari, memetik hikmah di kebun kehidupan.

***

[ Read More ]

17 Mei 2011

Ups, Salah Hijab!

Posted by bianglalabasmah at 5/17/2011 02:05:00 PM 6 comments

Maghrib hampir menyambut saat beberapa panitia masih saja berkemas-kemas untuk menyiapkan acara hari esok. Bukan lagi dikatakan H-1, tepatnya bisa dikatakan -12 jam lagi saat harus menyiapkan beberapa barang perlengkapan untuk menjemput kegiatan Temu Aktivis Rohis yang terselenggara besok pagi. Di antara barang yang terpenting adalah hijab (pembatas) untuk banyak kemungkinan mengingat kami meminjam aula dari salah satu sekolah negeri di Makassar.


Dalam kepanikan yang terus mendera karena waktu yang tak lagi banyak, seorang akhwat sebut saja Ana, dan ditemani pula oleh Hilya mendatangi sebuah kampus tempat Ana mengenyam pendidikan. Sesampai di kampus, tanpa merasa canggung, Ana dan Hilya pun melesat ke masjid kampus tersebut sebagai bidikan yang tepat untuk meminjam hijab masjidnya. Sesampainya, Ana dan Hilya langsung menghampiri hijab masjid yang menjadi pembatas antara ikhwan dan akhwat.

“Afwan… Bisa kami pinjam hijabnya?” Ujar Ana dari balik hijab bagian akhwat sambil mengguncangkan helaian kain hijab sebagai sinyal keberadaannya.

“Iya, ambil saja di lemari.” Tiba-tiba terdengarlah balasan ikhwan dari balik hijab tempat di mana Ana memberi isyarat atas guncangan helaian kain hijab tersebut.

Walau masih menggenggam rasa kepanikan sebelum melesat di masjid terebut, Ana keheranan atas perintah si ikhwan tersebut. Tanpa banyak tanya, bersama Hilya, Ana bergegas melangkahkan kaki ke arah lemari yang berada di sudut ruang masjid bagian akhwat. Kemudian membukanya dengan ekspresi yang berhiaskan tanda tanya besar. “Hijab? Di dalam lemari?”

Ana membuka lemari tersebut. Tapi, yang diharapkan ternyata tidak ada hijab yang ia maksud sebagaimana yang dikatakan oleh si ikhwan. Hanya berisikan setumpukan mukena dan beberapa sajadah. Tunggu dulu, setumpukan mukena dan beberapa sajadah. Innaalillaaah, jangan-jangan yang dimaksud hijab itu adalah. . . . . .

Seketika itu pula, gemuruh tawa tertahankan, karena Ana dan Hilya telah mengerti apa yang dimaksudkan oleh si ikhwan tersebut. Ternyata, hijab yang dimaksud oleh si ikhwan itu adalah mukena (alat shalat yang dikenakan oleh muslimah ketika shalat). Meskipun sebenarnya si ikhwan tersebut tidak sepenuhnya salah.

Tapi, merasa tersia-siakan karena ketidakmengertian si ikhwan tersebut, Ana dan Hilya memilih beranjak pergi meninggalkan tempat yang masih saja menggenggam  tawa yang semakin membuncah. Ups, salah hijab!!

Makassar, 14 Mei 2011

Teruntuk ukhti Ana dan ukhti Hilya, 
untungnya dia tidak berucap begini,

“Afwan, kami tidak punya hijab yang antunna maksud..”

GUBRAKS!!

[ Read More ]

16 Mei 2011

Monolog: Sepenggal Kata

Posted by bianglalabasmah at 5/16/2011 08:05:00 AM 2 comments

Di setiap pertemuan, selalu kata-kata itu masih tetap sama menyisakan jejak di hati..

“Kayfahal, Ukhti?”
“Baik-baik aja, ukhti?”
“Semangat-semangat!!”
“Afwan..”
“Syukran..”
“Baarakallaahu fiik..”
“Hati-hati di jalan ya, Ukh..”
“Bareng ukh, pulangnya..”
“Udah makan?”
“Laa ba’sa..”
Sepotong kata inilah yang terkadang menggenapkan segalanya.
Menggugah hati yang selalu ingin terpaut di tiap pertemuan.

Kali kesekian, aku dibuat terharu
Ini wajar, kan?


Aku, Si Bianglala

[ Read More ]

15 Mei 2011

Perempuan

Posted by bianglalabasmah at 5/15/2011 09:16:00 PM 3 comments

:  Saudariku di Bumi Allah

Jika bukan karena sebuah penjagaan
Apa jadinya kita, perempuan?
Tertunduk saat banyak mata berusaha curi pandang
Adakah yang salah dengan muka kita, perempuan?
Gerak gerik yang tersorot karena kibaran jilbab yang menjuntai

Perempuan…
Banyak mata yang bertanya-tanya
Apakah senyum kita tak ada?
Karena jarang berbagi pada yang tak pantas
Dan memilih ala kadarnya di tiap wajah sederhana

Perempuan…
Kita tak pernah heran untuk sikap ini dan itu
Karena perintahNya menundukkan hati
Tak ter-rasa-kan beban dan lelah
Hanya pengharapan, Dia ridha pada kita..

Perempuan…
Kita akan bebas pada yang seharusnya
Untuk segala yang sepantasnya
Tak mengenal “ia”, bukan berarti tak akan pernah mengenal
Dan segalanya kan indah pada waktuNya yang kan terjawab

Perempuan…
Sst, hingga nanti tiba hari berjumpa padanya yang tak dikenal nama
tidak aku, tak juga kau
Maka, siapkan saja diri ini
Dan simpan yang memang semestinya..


Naluri perempuan yang bersemi kembali
Saat menjumpai seorang saudari 
telah menggenapkan diennya
(^o^)
Baarakallaahu lakuma wa baraka 'alaikuma 
wa jama'a bayna kumaa fii khaer..


(Terurai begitu saja pada angkot yang mengantarku pulang)
Aku, Si Bianglala

[ Read More ]
 

Bianglala Basmah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea